PALANGKA RAYA-Puluhan orang yang mengaku perwakilan dari ratusan korban investasi bodong, beramai-ramai melapor ke Ditreskrimsus Polda Kalteng. Kedatangan puluhan nasabah yang merupakan anggota (member) dari sebuah kegiatan investasi mata uang digital cryptocurrency, ingin mengadukan PT Toward Research Bussines beserta Vito Siagian dan Bella Cicilia. Para korban berjumlah ratusan orang. Total kerugian diperkirakan sekitar Rp14,6 miliar.
Kuasa hukum para korban, Parlin Hutabarat menyampaikan, dalam kasus ini pihaknya membuat laporan pengaduan terkait dugaan tindak pidana kegiatan perdagangan berjangka tanpa izin Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan dugaan tindak pidana penipuan oleh terlapor. Selain Vito Siagian dan Bella Cecilia, yang turut menjadi terlapor adalah PT Toward Research Business dan satu entitas bernama Indonesia Crypto Exchange (ICE).
Modus yang dilakukan oleh para terlapor dalam upaya mendapatkan nasabah adalah dengan mengadakan pertemuan besar di suatu tempat. Dalam pertemuan tersebut, para terlapor dalam hal ini Vito Siagian dan Bella Cecilia, mengajak peserta yang hadir untuk menginvestasikan uang menjadi mata uang digital crypto currency yang dikelola mereka.
“Peserta diiming-imingi profit yang besar dan dijanjikan bermacam reward dan bonus agar menarik minat,” terang Parlin.
Namun setelah dicek lebih jauh, investasi mata uang digital yang dikelola terlapor tidak memiliki izin dari Bappebti. Selain itu, website yang digunakan PT Toward Research Business untuk melakukan transaksi perdagangan yakni Indonesia Crypto Exchange, sudah tidak bisa diakses oleh para nasabah.
“Sampai hari ini, link entitas Indonesia Crypto Exchange itu (berkode, red) 409, artinya tidak bisa diakses,” ujar pengacara muda berkacamata itu sembari menambahkan bahwa link tersebut tidak bisa diakses lagi sejak 15 Januari 2022.
Nasabah yang menjadi korban dugaan investasi bodong ini, kata Parlin Hutabarat, berasal dari semua kalangan. Tak hanya warga Palangka Raya, tapi juga dari kabupaten-kabupaten lain di Kalteng.
“Nominal kerugian bervariasi, ada yang Rp10 juta-Rp 1 miliar setiap orang,” kata Parlin seraya menyebut bahwa para korban yang melapor sejauh ini berjumlah 28 orang, dengan nominal kerugian hampir Rp2 miliar.
Lebih lanjut dikatakan Parlin, masih ada nasabah yang bersiap untuk melakukan pelaporan serupa. Menurut data saat ini, telah lebih dari 147 orang yang menjadi korban. Total kerugian ditaksir Rp14,6 miliar.
“Kami memperkirakan jumlah korban investasi ini bisa mencapai seribu orang lebih di Kalteng,” tambah Parlin.
Ketika ditemui awak media, beberapa korban mengutarakan harapan agar uang mereka bisa dikembalikan. Seperti yang disampaikan Suryanti Indriyani, yang mengalami kerugian Rp200 juta.
“Sangat, saya sangat mengharapkan pengembalian uang itu,” ujarnya.
Suryanti menceritakan, ia mulai ikut investasi uang digital ini sejak Juli 2021. Tertarik ikut berinvestasi karena dijanjikan mendapatkan keuntungan sebesar 20 persen per bulan dari jumlah uang yang disetorkan.
“Profit 20 persen per bulan atau 5 persen per minggu,” beber ibu rumah tangga ini.
Suryanti kemudian mengaku menyetor uang Rp100 juta, yang dananya berasal dari uang tabungan pensiunan orang tuanya. Awalnya keuntungan yang diterima sesuai dengan yang dijanjikan. Hal itu membuatnya ingin berinvestasi lebih banyak lagi. Ia pun membuat akun kedua untuk investasi, dengan besaran dana Rp100 juta. Kali ini uang yang diinvestasinya itu dari BPJS Ketenagakerjaan sang suami, ditambah uang tabungan anaknya. Dana investasi kedua disetorkan pada Oktober 2021.
Suryanti tak menyangka bahwa setelah itu tidak ada lagi keuntungan 20 persen yang diterima seperti sebelumnya.
“Bulan Oktober ini langsung macet, tidak ada keuntungan sepeserpun,” terang Suryanti lagi.
Suryanti pun mengaku sudah berusaha menghubungi pihak pengelola. Juga berusaha meminta penarikan dana investasi dari pihak perusahaan. Namun sampai sekarang ini usahanya itu tak kunjung berhasil.
“Mereka bilang rencananya mau dikembalikan, tapi sampai sekarang tetap tidak ada pengembalian,” kata Suryanti dengan nada kesal.
Ibu rumah tangga lain yang juga menjadi korban adalah Maret. Warga Palangka Raya ini mengaku keuntungan dari investasi itu terjadi pada Oktober 2021.
“Minggu kedua Oktober 2021 semuanya macet,” ucapnya.
Tergiur dengan keuntungan besar menjadi alasan Maret menginvestasikan uangnya sebanyak Rp400 juta. Tak disangkanya bahwa investasi ini justru membuatnya merugi. Maret berharap agar pihak perusahaan secepatnya mengembalikan dana yang sudah disetorkannya itu.
“Kami minta kepolisian untuk mendatangkan pihak perusahaan, juga Vito Siagian dan Bella Cecilia, agar mereka bisa berdialog dengan kami secara langsung dan mengembalikan uang kami,” beber Maret, didampingi suaminya Lindung Sijabat. (sja/ce/ram)