PALANGKA RAYA-Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran selaku Ketua Satgas Covid-19 Kalteng telah menyatakan tidak memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 untuk Kalteng. Kewenangan diserahkan kepada daerah, dalam hal ini kabupaten/kota. Meski demikian, syarat bagi pelaku perjalanan udara, darat, maupun laut tetap diberlakukan, yakni wajib mengantongi dokumen kesehatan berupa surat hasil swab PCR maupun antigen negatif Covid-19. Tak hanya itu, petugas yang melakukan pengecekan di pos-pos penyekatan juga meminta pengendara yang ingin melintas memperlihatkan dokumen vaksinasi.
Ketua Harian Satgas Covid-19 Kalteng Erlin Hardi mengatakan, meskipun gubernur sudah menyatakan tidak memperpanjang PPKM level 4 untuk Kalteng, tapi aturan perjalanan orang masuk Kalteng tetap berlaku, yakni wajib mengantongi dokumen pemeriksaan PCR dan antigen.
“PCR untuk pengguna jasa transportasi udara, sedangkan antigen untuk transportasi laut dan darat, itu berdasarkan petunjuk gubernur dan arahan dalam Inmendagri,” tegas Erlin, kemarin (18/8).
Selama penerapan PPKM level 4 di Kota Palangka Raya, forkopimda Kota Palangka Raya mendirikan pos lintas batas (libas) di dua titik. Yakni pos libas di Tanjung Taruna dan pos libas di Tumbang Rungan. Sudah beroperasi sejak 12 Agustus lalu. Di pos ini dilakukan pengecekan dokumen warga yang ingin keluar atau masuk wilayah Kota Palangka Raya.
“Selama satu minggu pengaktifan pos libas, ada sekitar 8.617 kendaraan yang diperiksa. Dari total tersebut, ada 742 kendaraan yang kami suruh putar balik karena tidak bisa menunjukkan dokumen yang diminta,” tutur Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Palangka Raya Alman Pakpahan kepada Kalteng Pos, Rabu (18/8).
Lebih lanjut dikatakannya, dari total 8.617 kendaraan yang diperiksa, sebanyak 7.039 kendaraan diperiksa di pos libas Tanjung Taruna. Dengan rincian; 4.003 unit mobil, 3.036 unit motor, dan 81 unit truk. Sedangkan 1.578 kendaraan diperiksa di pos libas Tumbang Rungan. Jumlah kendaraan yang disuruh putar balik, yakni 633 di pos Tanjung Taruna dan 109 unit di pos Tumbang Rungan.
Sementara untuk persentase kendaraan yang memenuhi syarat untuk melintas di dua pos itu ada pada angka 90 persen ke atas. Pada pos Tanjung Taruna sebesar 91 persen dan pos Tumbang Rungan 93 persen.
Artinya, lebih dari 90 persen pengendara yang dibolehkan melintas sudah menerapkan protokol kesehatan (prokes) dan mengantongi dokumen kesehatan sebagai prasyarat.
“Kami cukup prihatin kepada pengendara yang melintas di Pos Tanjung Taruna, karena sekitar delapan ribuan kendaraan yang melintas, 51 pengendara kedapatan tidak memakai masker,” pungkasnya.
Tekan Angka Kematian
Berdasarkan data yang dimiliki Persatuan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Kalteng, ada dua kabupaten di Kalteng yang memiliki risiko penularan tinggi, yakni Kabupaten Barito Selatan (Barsel) dan Barito Timur (Bartim).
Ketua PAEI Kalteng Rini Fortina mengatakan, dalam dua hari terakhir rata-rata kasus baru per hari sebanyak 515 kasus. Angka dua hari lalu itu cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata harian pekan sebelumnya yakni 380 kasus dalam sehari.
“Secara akumulatif, dalam dua hari ini (dua hari lalu, red) ada 1.031 kasus baru dengan kecepatan penularan dalam 100 ribu penduduk akan ada 38 hingga 39 orang sakit,” ucapnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (18/8).
Dikatakannya, Kabupaten Barsel dan Bartim memiliki estimasi risiko penularan cukup tinggi. Bartim memiliki estimasi risiko paling tinggi yakni 4. Berdasarkan perhitungan, apabila angka estimasi risiko berada di angka 1, maka satu orang akan menulari dua hingga tiga orang lainnya.
“Artinya apabila angka estimasi risikonya berada di angka empat, maka tinggal dikalikan saja, banyak orang yang kemungkinan akan tertular,” bebernya.
Dua kabupaten ini memiliki estimasi risiko penularan tinggi karena mobilitas masyarakat sedang tinggi. Lantas bagaimana cara pencegahannya? Pemerintah daerah setempat mesti bisa menekan bahkan menahan mobilitas masyarakat, kemudian melakukan testing massal dan pelacakan agar kasus cepat tertangani.
“Warga yang terpapar harus segera ditangani agar cepat sembuh sehingga bisa menekan angka kematian,” ucapnya.
Rini menyebut, estimasi risiko ini memang seseorang tersebut belum sakit, karena masih dalam perkiraan berdasarkan perhitungan secara statistik. Namun, dalam sistem pengendalian wabah, yang paling menjadi perhatian yakni estimasi penularan.
“Karena kalau estimasi risiko tinggi, maka tindakan pengendalian harus dilakukan sedini mungkin, misalnya dengan menegakkan protokol kesehatan (prokes) dan melaksanakan 3T (testing, tracing, treatment) secara masif, dalam waktu bersamaan RS dan faskes juga harus diperkuat,” sebutnya.
Lebih lanjut dikatakannya, saat ini ada lima kabupaten yang kasusnya melandai, yakni Kota Palangka Raya, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Pulang Pisau (Pulpis), Seruyan, dan Lamandau. Estimasi risiko lima kabupaten ini berada di bawah satu.
“Artinya risiko penularan hanya berada di angka 0 hingga 1 saja. Kalau ini stabil, maka tidak akan ada penularan. Kalaupun fluktuatif, penularannya masih di angka 0 hingga 1,” ujarnya.
Kabupaten lain, lanjutnya, berada di angka 1 dan lebih. Kabupaten Bartim menduduki angka paling tinggi, yakni mencapai 4. Sementara Kota Palangka Raya dengan kasus tertinggi, saat ini sedang melandai. Artinya paparan memang terhenti.
“Ini sudah bagus, tapi belum aman, karena aturannya jika tetap dalam posisi 0 dalam 14 atau 21 hari, maka dikatakan terkendali, dengan catatan kematian dan penularan terhenti, sejauh ini masih berjalan lima hari,” tutupnya. (abw/ena/ahm/ce/ala)