Jumat, November 22, 2024
30.8 C
Palangkaraya

Kalteng Kebanjiran, Saatnya Hentikan Deforestasi

PALANGKA RAYA-Tak terkendalinya perambahan hutan atau deforestasi untuk kepentingan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), pembukaan perkebunan sawit, hingga pertambangan disebut-sebut menjadi biang kerok bencana banjir di Kalimantan Tengah (Kalteng). Kian luas wilayah konsesi yang dibuka, makin luas pula dampak banjir yang melanda.
Baru-baru ini, Indonesia termasuk satu dari 105 negara di dunia yang sepakat menghentikan deforestasi hingga 2030 mendatang, untuk membantu memperlambat perubahan iklim. Perjanjian itu tertuang dalam deklarasi pemimpin Glasgow tentang hutan dan penggunaan lahan, ketika digelarnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PPB terkait perubahan iklan COP26 awal November lalu.

Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran langsung mengambil sikap tegas. Pemprov Kalteng tak mau tinggal diam. Upaya pencegahan harus ada. Langkah awal adalah dengan mengevaluasi kembali seluruh perizinan lingkungan yang sudah dikeluarkan untuk perusahaan besar swasta (PBS) yang beroperasi di Bumi Tambun Bungai.

Baca Juga :  Buaya Sebangau Terkam Pencari Galam, Begini Kondisi Korban

“Dalam dua tahun terjadi banjir besar, kita tidak tidak tahu bagaimana 2022 nanti, kita harus siap,” katanya usai memimpin rapat koordinasi (rakor) penanganan bencana banjir dan Covid-19 di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Rabu (17/11).

Gubernur mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan segera mengirim surat ke pusat, meminta untuk mengevaluasi izin-izin lingkungan di Bumi Tambun Bungai. Pemerintah tentu mengkaji masalah dan penyebab banjir, selain akibat dari hujan. “Saya selaku gubernur dalam waktu dekat ini akan mengirim surat ke pemerintah pusat, supaya perizinan perkebunan, HTI, dan HPH yang sedang berjalan atau tidak berjalan segera ditinjau kembali,” ucapnya.

Langkah Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran yang menyatakan akan bersurat ke pemerintah pusat untuk melakukan evaluasi penuh terhadap izin dan audit lingkungan yang dimiliki perkebunan besar swasta (PBS) sebagai salah satu cara mengatasi masalah banjir di Kalteng, mendapat tanggapan dari organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalteng.

Baca Juga :  74 Tahun Polwan RI Berkarya di Negeri Ini

Menurut Direktur Walhi Kalteng Dimas N Hartono, evaluasi terhadap izin ataupun masalah audit lingkungan perusahaan memang harus dilakukan. Bahkan menurutnya, tanpa harus menyurati pemerintah pusat terlebih dahulu, gubernur dapat langsung membuat evaluasi terhadap izin yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan.

“Apalagi Bapak Gubernur merupakan kepala daerah yang lokasinya sudah dimasuki perizinan baik yang dikeluarkan oleh kabupaten, provinsi, maupun pusat,” ujar Dimas dalam keterangannya kepada Kalteng Pos, Kamis (18/11).

Dimas menambahkan, Walhi Kalteng meyakini pihak pemerintah kabupaten maupun provinsi sudah punya data terkait nama-nama perusahaan yang izinnya perlu dievaluasi. Menurut Dimas, kerap terdengar aduan masyarakat yang wilayahnya terdapat perizinan PBS, pertambangan, ataupun kehutanan, terkait masalah penyerobotan lahan warga maupun pencemaran lingkungan yang dilakukan industri di bidang perkebunan, pertambangan, maupun kehutanan.

PALANGKA RAYA-Tak terkendalinya perambahan hutan atau deforestasi untuk kepentingan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), pembukaan perkebunan sawit, hingga pertambangan disebut-sebut menjadi biang kerok bencana banjir di Kalimantan Tengah (Kalteng). Kian luas wilayah konsesi yang dibuka, makin luas pula dampak banjir yang melanda.
Baru-baru ini, Indonesia termasuk satu dari 105 negara di dunia yang sepakat menghentikan deforestasi hingga 2030 mendatang, untuk membantu memperlambat perubahan iklim. Perjanjian itu tertuang dalam deklarasi pemimpin Glasgow tentang hutan dan penggunaan lahan, ketika digelarnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PPB terkait perubahan iklan COP26 awal November lalu.

Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran langsung mengambil sikap tegas. Pemprov Kalteng tak mau tinggal diam. Upaya pencegahan harus ada. Langkah awal adalah dengan mengevaluasi kembali seluruh perizinan lingkungan yang sudah dikeluarkan untuk perusahaan besar swasta (PBS) yang beroperasi di Bumi Tambun Bungai.

Baca Juga :  Buaya Sebangau Terkam Pencari Galam, Begini Kondisi Korban

“Dalam dua tahun terjadi banjir besar, kita tidak tidak tahu bagaimana 2022 nanti, kita harus siap,” katanya usai memimpin rapat koordinasi (rakor) penanganan bencana banjir dan Covid-19 di Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Rabu (17/11).

Gubernur mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan segera mengirim surat ke pusat, meminta untuk mengevaluasi izin-izin lingkungan di Bumi Tambun Bungai. Pemerintah tentu mengkaji masalah dan penyebab banjir, selain akibat dari hujan. “Saya selaku gubernur dalam waktu dekat ini akan mengirim surat ke pemerintah pusat, supaya perizinan perkebunan, HTI, dan HPH yang sedang berjalan atau tidak berjalan segera ditinjau kembali,” ucapnya.

Langkah Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran yang menyatakan akan bersurat ke pemerintah pusat untuk melakukan evaluasi penuh terhadap izin dan audit lingkungan yang dimiliki perkebunan besar swasta (PBS) sebagai salah satu cara mengatasi masalah banjir di Kalteng, mendapat tanggapan dari organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalteng.

Baca Juga :  74 Tahun Polwan RI Berkarya di Negeri Ini

Menurut Direktur Walhi Kalteng Dimas N Hartono, evaluasi terhadap izin ataupun masalah audit lingkungan perusahaan memang harus dilakukan. Bahkan menurutnya, tanpa harus menyurati pemerintah pusat terlebih dahulu, gubernur dapat langsung membuat evaluasi terhadap izin yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan.

“Apalagi Bapak Gubernur merupakan kepala daerah yang lokasinya sudah dimasuki perizinan baik yang dikeluarkan oleh kabupaten, provinsi, maupun pusat,” ujar Dimas dalam keterangannya kepada Kalteng Pos, Kamis (18/11).

Dimas menambahkan, Walhi Kalteng meyakini pihak pemerintah kabupaten maupun provinsi sudah punya data terkait nama-nama perusahaan yang izinnya perlu dievaluasi. Menurut Dimas, kerap terdengar aduan masyarakat yang wilayahnya terdapat perizinan PBS, pertambangan, ataupun kehutanan, terkait masalah penyerobotan lahan warga maupun pencemaran lingkungan yang dilakukan industri di bidang perkebunan, pertambangan, maupun kehutanan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/