Sabtu, November 23, 2024
23.7 C
Palangkaraya

Kusbini, Misteri Judul Bagimu Negeri, dan Geliat Sekolah Seni

Dalam penjudulan lagu Bagimu Negeri, Kusbini sempat meminta pendapat dari Soekarno, sahabatnya yang di kemudian hari menjadi presiden pertama Indonesia. Soekarno pula yang meminta judulnya diubah untuk mengantisipasi kecurigaan Jepang. ”Tapi, begitu ditanya diubah menjadi apa, Soekarno berceletuk tidak tahu,” ujar Sapta Ksvara Kusbini, anak ketujuh Kusbini dan ayah Adira.

Setelah Kusbini bertirakat dengan berpuasa selama tiga hari, didapatkanlah ide, strategi, berkelit, atau apalah namanya itu.

Bagimu Negeri sempat digugat J. Moejo Semedi yang mengklaim sebagai penulis lagu tersebut dengan judul Padamu Negeri. Namun, Kusbini akhirnya memenangi perkara hukum pada 1978 tersebut.

Kelincahan Kusbini dalam membuat lagu, kata Sapta, ditopang dengan kecerdasannya dalam mengolah bahasa. Menurut Sapta, sang ayah mendalami bahasa Sanskerta. ”Dalam nama anak-anaknya juga ada kelincahan mengolah kata dan campuran bahasa Sanskerta,” ungkapnya.

Ksvara merupakan akronim dari Kusbini suara. Kusbini diwakili dengan huruf K dan kata suara dalam bahasa Sanskerta adalah svara. ”Jadi, (ada) suara Kusbini dalam nama-nama anaknya,” jelasnya.

Baca Juga :  Peduli Korban Banjir, Polda Kalteng Kembali Distribusikan 250 Paket Sembako ke Katingan

Pada 2017, Bagimu Negeri juga sempat dikritisi penyair Taufik Ismail. Larik keempat dalam liriknya, Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami, dinilai Taufik tak tepat karena jiwa raga hanya untuk Tuhan. Sapta menjelaskan bahwa sebenarnya frasa jiwa raga merujuk kepada manusia yang saat lahir terdiri atas jiwa dan raga. ”Kalau kemudian ada yang mengartikan sesuatu, semua itu perspektif,” jelasnya.

Warisan Kusbini bukan hanya segudang lagu. Bahkan lintas bidang seni. Sapta mengungkapkan bahwa sang ayah sejatinya juga perupa. Saat ini ada peninggalan karyanya yang masih disimpan keluarga. Yakni, berupa dua buah patung bernama Hukum Rimba dan Anggoro Kasih. Penampakan Patung Hukum Rimba seperti seekor macan yang sedang menerkam sapi. Patung Anggoro Kasih berbentuk seekor ular yang melilit dan akan memakan dunia.

Baca Juga :  PMK Mewabah, DPHP Jamin Ketersediaan Kurban

Ada juga warisan Kusbini dalam dunia pendidikan, yaitu Sekolah Olah Seni Indonesia (SOSI). Sekolah seni itu didirikan Kusbini semasa hidup. ”Saat saya masih kecil dan duduk di bangku kelas V SD itu, sudah ada SOSI,” kata Sapta yang kini berusia 58 tahun.

Saat itu Kusbini yang mengajar sendiri di SOSI. Dengan guru selegendaris itu, tentu saja murid-muridnya lantas menjadi tokoh seni yang berpengaruh. Misalnya, seniman tari Bagong Kussudiardja, musikus M.P. Siagian, dan penyanyi Prananingrum. Dari generasi yang lebih muda, lulusan SOSI, antara lain, Ebiet G. Ade dan Eross Sheila on 7. ”Masih banyak lagi murid lulusan SOSI,” tuturnya.

Sapta juga mengajar di SOSI, bahkan sejak masih berusia 15 tahun. Musik memang diajarkan Kusbini kepada semua anaknya. ”Hingga semua anaknya memahami dan ahli dalam musik,” ujar pengajar di Sekolah Menengah Musik Jogjakarta tersebut.

Dalam penjudulan lagu Bagimu Negeri, Kusbini sempat meminta pendapat dari Soekarno, sahabatnya yang di kemudian hari menjadi presiden pertama Indonesia. Soekarno pula yang meminta judulnya diubah untuk mengantisipasi kecurigaan Jepang. ”Tapi, begitu ditanya diubah menjadi apa, Soekarno berceletuk tidak tahu,” ujar Sapta Ksvara Kusbini, anak ketujuh Kusbini dan ayah Adira.

Setelah Kusbini bertirakat dengan berpuasa selama tiga hari, didapatkanlah ide, strategi, berkelit, atau apalah namanya itu.

Bagimu Negeri sempat digugat J. Moejo Semedi yang mengklaim sebagai penulis lagu tersebut dengan judul Padamu Negeri. Namun, Kusbini akhirnya memenangi perkara hukum pada 1978 tersebut.

Kelincahan Kusbini dalam membuat lagu, kata Sapta, ditopang dengan kecerdasannya dalam mengolah bahasa. Menurut Sapta, sang ayah mendalami bahasa Sanskerta. ”Dalam nama anak-anaknya juga ada kelincahan mengolah kata dan campuran bahasa Sanskerta,” ungkapnya.

Ksvara merupakan akronim dari Kusbini suara. Kusbini diwakili dengan huruf K dan kata suara dalam bahasa Sanskerta adalah svara. ”Jadi, (ada) suara Kusbini dalam nama-nama anaknya,” jelasnya.

Baca Juga :  Peduli Korban Banjir, Polda Kalteng Kembali Distribusikan 250 Paket Sembako ke Katingan

Pada 2017, Bagimu Negeri juga sempat dikritisi penyair Taufik Ismail. Larik keempat dalam liriknya, Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami, dinilai Taufik tak tepat karena jiwa raga hanya untuk Tuhan. Sapta menjelaskan bahwa sebenarnya frasa jiwa raga merujuk kepada manusia yang saat lahir terdiri atas jiwa dan raga. ”Kalau kemudian ada yang mengartikan sesuatu, semua itu perspektif,” jelasnya.

Warisan Kusbini bukan hanya segudang lagu. Bahkan lintas bidang seni. Sapta mengungkapkan bahwa sang ayah sejatinya juga perupa. Saat ini ada peninggalan karyanya yang masih disimpan keluarga. Yakni, berupa dua buah patung bernama Hukum Rimba dan Anggoro Kasih. Penampakan Patung Hukum Rimba seperti seekor macan yang sedang menerkam sapi. Patung Anggoro Kasih berbentuk seekor ular yang melilit dan akan memakan dunia.

Baca Juga :  PMK Mewabah, DPHP Jamin Ketersediaan Kurban

Ada juga warisan Kusbini dalam dunia pendidikan, yaitu Sekolah Olah Seni Indonesia (SOSI). Sekolah seni itu didirikan Kusbini semasa hidup. ”Saat saya masih kecil dan duduk di bangku kelas V SD itu, sudah ada SOSI,” kata Sapta yang kini berusia 58 tahun.

Saat itu Kusbini yang mengajar sendiri di SOSI. Dengan guru selegendaris itu, tentu saja murid-muridnya lantas menjadi tokoh seni yang berpengaruh. Misalnya, seniman tari Bagong Kussudiardja, musikus M.P. Siagian, dan penyanyi Prananingrum. Dari generasi yang lebih muda, lulusan SOSI, antara lain, Ebiet G. Ade dan Eross Sheila on 7. ”Masih banyak lagi murid lulusan SOSI,” tuturnya.

Sapta juga mengajar di SOSI, bahkan sejak masih berusia 15 tahun. Musik memang diajarkan Kusbini kepada semua anaknya. ”Hingga semua anaknya memahami dan ahli dalam musik,” ujar pengajar di Sekolah Menengah Musik Jogjakarta tersebut.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/