PALANGKA RAYA-Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Aturan tersebut mengikat semua pihak, bagaimana memperlakukan anak sebagai generasi penerus bangsa. Tidak hanya masyarakat umum, aturan tersebut mengikat masyarakat pers, penegak hukum, dan kalangan lainnya.
Untuk kalangan masyarakat pers, UU perlindungan anak sudah mempunyai turunan. Dewan Pers telah menetapkan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA). Hal itu untuk memastikan pemberitaan yang ditulis wartawan tidak menciderai masa depan anak. Atas dasar itu, Persatuan Wartawan Indoensia (PWI) Provinsi Kalimantan Tengah akan menggelar pelatihan.
“Kita laksanakan pelatihan penulisan berita ramah anak pada Selasa, 21 September 2021. Pelatihan menghadirkan narasumber dari PWI Pusat, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Provinsi Kalteng,” ungkap Ketua PWI Kalteng M Harris Sadikin, Minggu (19/7).
Pelatihan, jelas Harris, untuk mengingatkan kembali kepada wartawan, soal rambu-rambu pemberitaan ramah anak. Karena ada perbedaan antara PPRA, dan Kode Etik Jurnalistik yang sebelumnya sudah digunakan sebagai acuan kerja wartawan. Perbedaan mencolok, ada pada batas usia anak.
Persoalan lain yang perlu mendapatkan perhatian serius, jelas Harris, masa kedaluwarsa pemberitaan anak yang mencapai 12 tahun. Jika di kode etik hanya bersifat hak jawab, atau hak koreksi. PPRA mengatur lebih detail. Masa kedaluwarsa 12 tahun mengisyarakat, berita yang ditulis masih bisa dipersoalkan di mata hukum hingga 12 tahun mendatang.
“Kalau hari ini kita melanggar PPRA, berita yang kita muat masih bisa dijadikan alat bukti hingga 12 tahun mendatang. Artinya ketika anak yang dirugikan sudah dewasa, masih berkesempatan untuk memperkarakan pemberitaan,” ungkap Harris.