Minggu, Juli 7, 2024
23.7 C
Palangkaraya

Cerita Sopir Truk yang Dua Hari Terjebak Banjir di Penda Barania: Pagi Ketemu Pagi, Hanya Makan Mi

Sang sopir truk, Saipul, sadar betul risiko menerobos banjir. Dan akhirnya kekhawatirannya itu terbukti. Mesin truk mati. Tak ada bantuan saat itu, karena debit air tinggi, dan ada larangan melintas dari petugas. Terpaksa, bersama istri dan anaknya menginap di lokasi.

AGUS PRAMONO, Pulang Pisau

SETELAH 24 jam berada di atas truk, Saipul berjalan kaki sepanjang satu kilometer menuju posko banjir di Desa Penda Barania. Berjalan di atas beton jembatan yang masih dalam proses pengerjaan itu. Mencari bantuan nasi bungkus. Ia bersama Asmariah (istri) dan Maulana (anak) sudah kelaparan. Lambung belum terisi nasi. Nasi bungkus itu akhirnya didapatkan melalui dapur umum yang dibangun oleh Tagana Pulang Pisau, kemudian dimakan bersama keluarga.

Baca Juga :  “Bulan Puasa, Mari Berlomba-lomba Berbuat Kebaikan”

Sebelum itu, Saipul sudah mencoba meminta bantuan kepada petugas berbaju oranye yang lalu Lalang dengan perahu karet. Namun, nasi bungkus yang ia minta tak kunjung datang. Namun, pria kelahiran 1975 itu tak kehilangan akal untuk sekadar mengganjal perut.

Asmariah kebetulan selalu membawa panci kecil selama hilir mudik bersama suaminya mengantar barang. “Istri saya masak mi. Saya kumpulkan plastik dan kayu yang ada di atas jembatan untuk bikin api,” ujarnya kepada Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.

Saipul pun menceritakan awal mula truk terjebak. Ketika hendak melintas menuju arah Palangka Raya, tidak ada petugas yang melarang. Hanya ada plang. Di depannya ada truk tangki yang melintas. Lalu, ia pun ikut melintas. 2,5 kilometer berlalu, truk berwarna kuning miliknya tak sanggup lagi menerjang arus air yang makin kuat. “Akhirnya pagi itu mogok di tengah sana,” ujarnya sambil jarinya menunjuk titik awal truk berhenti sebelum didorong ke pinggir dengan alat berat.

Baca Juga :  DPRD Terima Raperda Multiyears

“Akhirnya didorong ke pinggir sedikit mepet jembatan. Diminta Rp250 ribu,” ujarnya.
Dari pagi sampai malam, hanya makan mi instan. Ia mendirikan tenda seadanya. Sekadar tempat berlindung dari terik matahari. Menggelar alas untuk tidur.

“Banyak nyamuk, kadak kawak guring (tidak bisa tidur, red),” sahut Asmariah.
“Kalau mau mandi, ya langsung cebur saja,” timpal Saipul sambil terkekeh.

Sang sopir truk, Saipul, sadar betul risiko menerobos banjir. Dan akhirnya kekhawatirannya itu terbukti. Mesin truk mati. Tak ada bantuan saat itu, karena debit air tinggi, dan ada larangan melintas dari petugas. Terpaksa, bersama istri dan anaknya menginap di lokasi.

AGUS PRAMONO, Pulang Pisau

SETELAH 24 jam berada di atas truk, Saipul berjalan kaki sepanjang satu kilometer menuju posko banjir di Desa Penda Barania. Berjalan di atas beton jembatan yang masih dalam proses pengerjaan itu. Mencari bantuan nasi bungkus. Ia bersama Asmariah (istri) dan Maulana (anak) sudah kelaparan. Lambung belum terisi nasi. Nasi bungkus itu akhirnya didapatkan melalui dapur umum yang dibangun oleh Tagana Pulang Pisau, kemudian dimakan bersama keluarga.

Baca Juga :  “Bulan Puasa, Mari Berlomba-lomba Berbuat Kebaikan”

Sebelum itu, Saipul sudah mencoba meminta bantuan kepada petugas berbaju oranye yang lalu Lalang dengan perahu karet. Namun, nasi bungkus yang ia minta tak kunjung datang. Namun, pria kelahiran 1975 itu tak kehilangan akal untuk sekadar mengganjal perut.

Asmariah kebetulan selalu membawa panci kecil selama hilir mudik bersama suaminya mengantar barang. “Istri saya masak mi. Saya kumpulkan plastik dan kayu yang ada di atas jembatan untuk bikin api,” ujarnya kepada Kalteng Pos, beberapa waktu lalu.

Saipul pun menceritakan awal mula truk terjebak. Ketika hendak melintas menuju arah Palangka Raya, tidak ada petugas yang melarang. Hanya ada plang. Di depannya ada truk tangki yang melintas. Lalu, ia pun ikut melintas. 2,5 kilometer berlalu, truk berwarna kuning miliknya tak sanggup lagi menerjang arus air yang makin kuat. “Akhirnya pagi itu mogok di tengah sana,” ujarnya sambil jarinya menunjuk titik awal truk berhenti sebelum didorong ke pinggir dengan alat berat.

Baca Juga :  DPRD Terima Raperda Multiyears

“Akhirnya didorong ke pinggir sedikit mepet jembatan. Diminta Rp250 ribu,” ujarnya.
Dari pagi sampai malam, hanya makan mi instan. Ia mendirikan tenda seadanya. Sekadar tempat berlindung dari terik matahari. Menggelar alas untuk tidur.

“Banyak nyamuk, kadak kawak guring (tidak bisa tidur, red),” sahut Asmariah.
“Kalau mau mandi, ya langsung cebur saja,” timpal Saipul sambil terkekeh.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/