PALANGKA RAYA-Sidang kasus dugaan tipikor proyek pembangunan sumur bor memasuki babak akhir. Terdakwa Arianto yang merupakan mantan pejabat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng akhirnya divonis bebas pada persidangan yang dilaksanakan di Pengadilan Tipikor, Selasa (20/4). Arianto dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek Negeri Palangka Raya yang diketuai Irfanul Hakim SH MH membebaskan terdakwa dari semua tuntutan.
“Menyatakan terdakwa Arianto, SHut, MSi selaku PPK II pada ke giatan pembangu nan infrastruktur pembasahan gambut (PIPG) tahun anggaran 2018 tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi se bagaimana tuntutan jaksa penuntut umum (JPU),” ucap Irfanul Hakim membacakan amar putusan majelis hakim.
Majelis hakim dalam putusannya juga memerintahkan agar seluruh hak, harkat, dan martabat Arianto segera dipulihkan dan dikembalikan sebagaimana mestinya. Selain itu, majelis hakim juga memerintahkan jaksa untuk mengembalikan uang titipan sebesar Rp200 juta milik Dessy Setyawati (istri Arianto) yang dirampas sebagai barang bukti dalam perkara ini.
Dalam perkara korupsi ini, sebelumnya Arianto dituntut JPU dengan hukuman selama empat tahun enam bulan penjara serta denda sebesar Rp100 juta, subsider kurungan empat bulan. Setelah mendengar putusan majelis hakim yang menyatakan dirinya tidak bersalah, Arianto tak kuasa menahan air mata bahagianya.
Arianto seakan tak percaya akan putusan majelis hakim itu. Penasihat hukum Arianto, Dr Rahmadi G Lentam, SH, MH yang selalu mendampinginya dalam persidangan juga tampak gembira atas putusan hakim. Ditemui usai sidang, Rahmadi G Lentam selaku penasihat hukum menyatakan sangat bersyukur karena majelis hakim mengeluarkan putusan bebas murni untuk kliennya.
“Kami bersyukur karena keadilan itu nyata dan masih ada, setelah proses pengadilan yang panjang dan digembar-gemborkan sedemikian rupa, akhirnya klien kami tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari segala dakwaan,” kata Rahmadi kepada awak media yang mewawancarainya sebelum meninggalkan gedung persidangan.
Menurut Rahmadi, putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Palangka Raya itu sudah tepat. Sebab, berdasarkan fakta-fakta persidangan, kliennya memang terbukti tidak merugikan negara dalam proyek pembangunan sumur bor yang dilakukan secara swakelola oleh masyarakat.
“Proyek swakelola itukan diawasi langsung oleh masyarakat, memang tidak pernah ditunjuk pengawas dari kantor (DLH), karena dananya juga memang tidak ada,” ujar Rahmadi secara menyebut bahwa dalam proyek pembangunan sumur bor yang dilakukan oleh masyarakat, pengawasannya juga dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat. Dalam keterangan tambahannya kepada Kalteng Pos melalui sambungan telepon, Rahmadi mengatakan, karena majelis hakim sudah menyatakan kliennya (Arianto, red) bebas murni, maka seluruh hak, harkat, dan martabat kliennya harus segera dipulihkan kembali. “Status PNS-nya harus segera dikembalikan,” ujar Rahmadi.
Rahmadi menilai kasus ini merupakan suatu kasus yang dipaksakan. JPU terlalu yakin bahwa Arianto pasti bersalah, sehingga seakan dipaksakan agar terdakwa dinyatakan bersalah. “Makanya dalam nota pembelaan dan duplik, kami sampaikan hal itu kepada majelis hakim, bahwa JPU terlalu memaksakan kesalahan kepada terdakwa dan memaksa terdakwa untuk mengetahui sesuatu yang terdakwa sendiri tidak pernah tahu,” katanya lagi.
Sebagai pengacara yang sudah menangani banyak perkara, Rahmadi mengaku sudah mendalami kasus ini dan meyakini bahwa kliennya tidak bersalah. “Dan ternyata hakim memang sependapat dengan argumentasi yang saya buat, bahwa terdakwa memang tidak bersalah,” tutur pengacara senior pimpinan kantor konsultan hukum Rahmadi G Lentam & Patners ini. Rahmadi juga mengaku senang telah bisa dipercayakan kliennya untuk menangani perkara ini. Menurutnya, pertolongan yang diberikan kepada kliennya itu ikhlas sesuai tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengacara. “Terus terang saya lebih enjoy menangani kasus orang-orang biasa daripada menangani kasus pejabat, karena orang-orang seperti ini tahu makna berterima kasih, kadangkala klien dari pejabat itu sering lupa mengucapkan terima kasih jika sudah dibantu,” ungkapnya.
Rahmadi menambahkan, kasus perkara korupsi ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pejabat di Kalimantan Tengah, khususnya pejabat pemerintah provinsi. “Saya berharap jangan sampai terulang lagi kasus seperti ini, karena itu saya ingatkan kepada seluruh kepala dinas di bawah kepemimpinan Bapak Sugianto Sabran, jangan sekali-kali kalau (sampai) terjadi (lagi), maka saya akan masukkan mereka ke penjara,” kata Rahmadi menyampaikan harapannya.
Disinggung soal kemungkinan JPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan bebas murni ini, Rahmadi menyebut bahwa langkah tersebut merupakan hak pihak kejaksaan. “Itu hak jaksa, karena memang itu saja langkah hukum yang bisa ditempuh,” pungkas Rahmadi. (sja/ce/ala/ami)