Selain itu, mendorong suatu inisiatif berupa penyusunan (rancangan) undang‐undang terkait dengan penyelesaian konflik‐konflik agraria yang muncul sebagai akibat dari pengingkaran berbagai peraturan perundang‐undangan sektoral atas hak‐hak masyarakat adat selama ini.
“Dalam menyongsong tata kelembagaan terkait dengan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak‐hak masyarakat adat yang akan ditetapkan dalam undang‐undang ke depan, perlu dibentuk lembaga independen dan permanen yang diberi mandat khusus oleh presiden untuk bekerja secara intens mempersiapkan berbagai kebijakan dan kelembagaan yang akan mengurus hal‐hal yang berkaitan dengan urusan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak‐hak masyarakat adat ke depan,” kata Agustiar.
Juga memastikan penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dapat berjalan di seantero negeri, khususnya dalam hal mempersiapkan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam mengoperasionalisasikan salah satu jalur pengakuan hak‐hak masyarakat adat untuk dapat ditetapkan menjadi Desa Adat.
“Dari beberapa hal tersebut, jelas bahwa di hadapan kita hari ini sudah cukup banyak berbagai kebijakan dan program yang khusus untuk masyarakat adat. Tantangan kita selanjutnya adalah bagaimana kita bekerja bersama pemerintah pusat dan daerah untuk melaksanakan semua itu,” tambahnya.
Agustiar meminta masyarakat Dayak, secara khusus di Kalteng, untuk bersama-sama menyatukan hati, pikiran, dan perkataan dalam rangka mengangkat harkat dan martabat masyarakat adat Dayak.
“Karena kita yakin dengan semangat nilai-nilai luhur budaya Dayak, kita bisa tingkatkan kebersamaan menghadapi era globalisasi demi kesejahteraan, harkat, dan martabat mayarakat adat Dayak,” tegas Agustiar. (nue/ce/ala)