Pandemi Covid-19 telah membawa serta berbagai implikasi yang massif di sektor kesehatan, kemanusiaan, sosial dan ekonomi, bahkan sektor pemerintahan dan sosial politik. Skalanya tak hanya kita rasakan di Indonesia. Virus dan dampak Covid-19 secara global telah mengguncang, menghantam, dan menimbulkan berbagai kerentanan di berbagai entitas negara-bangsa serta ekonomi-politik dunia.
Sejak kasus Covid-19 pertama kali muncul di Kota Wuhan, Tiongkok, pada tahun 2020 awal Januari, pandemi ini telah menyebabkan kematian bagi hampir lima juta jiwa di berbagai belahan dunia. Di Indonesia sendiri tercatat per 20 September 2021 pandemi telah merenggut korban jiwa 140.468 meninggal dari 4 juta lebih warga yang terkonfirmasi tertular virus Covid 19.
Pandemi juga telah berdampak pada situasi sosial ekonomi yang mengarah pada stagnasi bahkan krisis. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi yang mencapai minus 5,32 persen secara year on year. Pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi yang terendah sejak triwulan I-1999 sebesar minus 6,13 persen. Sektor industri, pariwisata, tenaga kerja dan UMKM menghadapi situasi terpuruk akibat pandemi ini dan akibat adanya kebijakan pembatasan yang terpaksa dijalankan. Tercatat jumlah pekerja yang di PHK akibat pandemi sebesar 2,67 juta orang, UMKM yang gulung tikar diperkirakan 32,1 juta dan pengangguran bertambah menjadi 9,77 juta orang. Kesenjangan sosial terancam semakin menganga. Ancaman krisis kesehatan di satu sisi, sementara krisis ekonomi muncul di depan mata.
Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan yang komprehensif antara respon menghadapi Covid-19 dan menangani pemulihan ekonomi. Presiden Joko Widodo membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) dengan menggelar berbagai kebijakan dan program respon cepat dari hulu sampai hilir. Mulai dari penyiapan tenaga kesehatan, pembatasan sosial (PSBB dan PPKM), sosialisasi dan penerapan protokol kesehatan, 3T (Testing, Tracing, Treatment), pemusatan penanganan penderita yang tertular Covid-19 di rumah sakit, isolasi terpusat, dan vaksinasi, serta berbagai kebijakan relaksasi, stimulus dan bantuan langsung tunai kepada masyarakat dan UMKM.
Problem Utama
Di masa pandemi ini semua negara di dunia menghadapi tantangan berat yang sama, yakni krisis kesehatan yang berimplikasi pada berbagai sektor khususnya ekonomi. Tidak ada negara yang secara seratus persen tahu dan mampu mengendalikan Covid-19 ini secara serta-merta. Berbagai negara melakukan berbagai improvisasi kebijakan, koordinasi dan kerja sama, jatuh bangun, untuk dapat menekan penyebaran Covid-19 sekaligus memulihkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Ada resistensi sekaligus resiko politik berupa ketidakpastian dan ketidakpopuleran di mata publik. Ada keinginan dari negara-negara tersebut untuk memulai hidup berdampingan, bertransformasi dari pandemi menjadi endemi, new normal.
Kita mungkin bisa belajar dari kasus Eropa yang pernah mengalami situasi episentrum penularan Covid-19, mengutip sejumlah sumber, seperti buku tulisan Emile Aarts et.al. dari Tilburg University, Belanda, berjudul The New Common: How the Covid-19 Pandemic is Transforming Society (2020). Atau kasus Italia dalam jurnal berjudul ‘The Italian Model to Fight Covid 19: Regional Cooperation, Regulatory Inflation, and the Cost of One Size Fits All Lockdown Measures’, yang ditulis Fernanda Nicola et.al (2021).
Maka langkah konsolidasi sebuah negara-bangsa sangat perlu untuk diutamakan dan dilakukan. Untuk para kekuatan politik penting untuk mengesampingkan fragmentasi dan kepentingan sesaat. Komunitas bisnis harus berpartisipasi. Anak muda dilibatkan. Perlu merekonsiliasi ego sektoral antar instansi, termasuk antar kementerian atau pemerintah daerah. Musuh yang dihadapi adalah musuh yang sama, yakni virus mematikan dan bisa mengancam keberlangsungan sebuah bangsa. Kuncinya adalah koordinasi, kerja keras dan kerja sama antara institusi, segenap kekuatan politik, masyarakat sipil, serta komunitas ekonomi. Di dalam masyarakat sipil sendiri harus terbangun kebersamaan, public trust dan kolaborasi yang positif.
Pada kebijakan penanganan pandemi, sebagaimana penerapan pembatasan aktivitas kegiatan masyarakat, atau pelaksanaan disiplin protokol kesehatan, maka upaya penegakan hukum yang tegas atau tindakan koersi sekalipun hanya akan efektif jika sebelumnya dilakukan atau bersamaan dengan strategi persuasi dan komunikasi publik yang tepat. Artinya, dibutuhkan kesadaran dan pengertian bersama, komitmen atau tanggung jawab seluruh komponen bangsa, serta partisipasi/mobilisasi seluruh kekuatan rakyat beserta negara secara sekaligus.
Inilah tantangan kita sebagai negara-bangsa yang besar, majemuk dan demokratis. Di mana pada saat yang kritikal menghadapi masa pandemi seperti ini dibutuhkan komitmen soliditas dan gotong royong mengatasi Covid-19 dan memulihkan perekonomian. Negara dan rakyat harus bersatu. Hindari pertentangan politik, bangun kebersamaan kebangsaan dan tata kelola pemerintahan (governance) yang responsif dalam menghadapi musuh yang sama: virus Covid-19 dan ancaman ketimpangan sosial. Justru pada saat momentum menghadapi pandemi dan kelesuan ekonomi, Italia berhasil membuka 20 ribu lebih lapangan pekerjaan baru di sektor pertanian. Para aktor dan institusi negara, dari pusat sampai daerah, harus mampu menunjukkan keteladanan, kesigapan dan inovasi untuk membuka peluang dan solusi. Kombinasi antara pendekatan persuasi dan kedisiplinan dibutuhkan dalam menghadapi situasi masyarakat yang dinamis. Hal itu harus pula dibarengi dengan kesadaran dan partisipasi individu warga, masyarakat sipil dan swasta untuk bersama-sama membangun solidaritas dan positive engagement terhadap negara dalam menghadapi situasi saat ini. Inilah tantangan sekaligus ujian bagi negara-bangsa yang kita cintai ini. Kita optimis insya Allah Indonesia akan berhasil melewati ini semua dengan baik.