Jumat, September 20, 2024
32 C
Palangkaraya

Terjerat Perkara SPT, Kades Dadahup Ajukan Eksepsi

Karena itu, lanjutnya, peraturan desa terkait pungutan pembuatan SPT itu sudah sah dan memiliki legalitas hukum sesuai perundangan-undangan. Pihaknya beranggapan bahwa perbuatan terdakwa menerima pembayaran pembuatan SPT tersebut, jelas merupakan suatu urusan administrasi pemerintahan. Kalaupun terjadi permasalahan ataupun kesalahan, harusnya terlebih dahulu diselesaikan secara administratif.

“Terlebih lagi dalam kesalahan administrasi tersebut sama sekali tidak menyebabkan kerugian keuangan negara,” ujarnya.

Masalah ini dinilai murni terkait masalah administrasi dan bukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa. Karena itu penasihat hukum terdakwa beranggapan persoalan ini tidak bisa disidangkan di pengadilan.

“Kami selaku penasihat hukum terdakwa berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Palangka Raya tidak berwenang mengadili perkara terdakwa karena ini merupakan persoalan administrasi,” tegasnya.

Baca Juga :  Kasus Rendah, PPKM Level 3 Malah Bertambah

Selain itu, pihak penasihat hukum juga menyebut bahwa dalam perkara ini, antara terdakwa dengan saksi Arbeth terdapat persoalan keperdataan. Sebelumnya saksi Arbeth telah membayar uang Rp5 juta kepada Kepala Desa Tambak Bajai untuk penerbitan 13 SPT. Padahal, kata Guruh, objek tanah tersebut terletak di wilayah administrasi Desa Dadahup.

Sehingga untuk menyelesaikan masalah itu, terdakwa bersama saksi Arbet dan Kepala Desa Tambak Bajai telah membuat surat kesepakatan bersama, bahwa SPT yang telanjur diterbitkan oleh Kades Tambak Bajai tersebut tidak perlu diubah atau dicabut. Namun kepada pemilik tanah dibebankan biaya denda administrasi sebesar Rp400 ribu per SPT.

“Kesepakatan itu dibuat dalam surat perjanjian bermeterai, sehingga itu murni perbuatan perdata, tidak bisa dipidana,” ujarnya.

Baca Juga :  Program PAUD Holistik Integratif di Gunung Mas

Anggapan cacat dan adanya ketidakcermatan dalam surat dakwaan jaksa, menurut kuasa hukum terdakwa, karena surat dakwaan itu diketahui ditandatangani oleh pihak JPU pada 4 Januari 2021. “Padahal perkara yang didakwakan kepada terdakwa teregister dalam Nomor Perkara: 1/ Pid. Sus-TPK/ 2022/ PN. Plk,” kata Guruh sembari menyebut jaksa tidak membuat ralat atau menyampaikan perbaikan terkait kesalahan tersebut pada  persidangan sebelumnya.

Rencananya sidang kasus korupsi ini akan digelar kembali Kamis (3/2), dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa. (sja/ce/ala)

Karena itu, lanjutnya, peraturan desa terkait pungutan pembuatan SPT itu sudah sah dan memiliki legalitas hukum sesuai perundangan-undangan. Pihaknya beranggapan bahwa perbuatan terdakwa menerima pembayaran pembuatan SPT tersebut, jelas merupakan suatu urusan administrasi pemerintahan. Kalaupun terjadi permasalahan ataupun kesalahan, harusnya terlebih dahulu diselesaikan secara administratif.

“Terlebih lagi dalam kesalahan administrasi tersebut sama sekali tidak menyebabkan kerugian keuangan negara,” ujarnya.

Masalah ini dinilai murni terkait masalah administrasi dan bukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa. Karena itu penasihat hukum terdakwa beranggapan persoalan ini tidak bisa disidangkan di pengadilan.

“Kami selaku penasihat hukum terdakwa berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Palangka Raya tidak berwenang mengadili perkara terdakwa karena ini merupakan persoalan administrasi,” tegasnya.

Baca Juga :  Kasus Rendah, PPKM Level 3 Malah Bertambah

Selain itu, pihak penasihat hukum juga menyebut bahwa dalam perkara ini, antara terdakwa dengan saksi Arbeth terdapat persoalan keperdataan. Sebelumnya saksi Arbeth telah membayar uang Rp5 juta kepada Kepala Desa Tambak Bajai untuk penerbitan 13 SPT. Padahal, kata Guruh, objek tanah tersebut terletak di wilayah administrasi Desa Dadahup.

Sehingga untuk menyelesaikan masalah itu, terdakwa bersama saksi Arbet dan Kepala Desa Tambak Bajai telah membuat surat kesepakatan bersama, bahwa SPT yang telanjur diterbitkan oleh Kades Tambak Bajai tersebut tidak perlu diubah atau dicabut. Namun kepada pemilik tanah dibebankan biaya denda administrasi sebesar Rp400 ribu per SPT.

“Kesepakatan itu dibuat dalam surat perjanjian bermeterai, sehingga itu murni perbuatan perdata, tidak bisa dipidana,” ujarnya.

Baca Juga :  Program PAUD Holistik Integratif di Gunung Mas

Anggapan cacat dan adanya ketidakcermatan dalam surat dakwaan jaksa, menurut kuasa hukum terdakwa, karena surat dakwaan itu diketahui ditandatangani oleh pihak JPU pada 4 Januari 2021. “Padahal perkara yang didakwakan kepada terdakwa teregister dalam Nomor Perkara: 1/ Pid. Sus-TPK/ 2022/ PN. Plk,” kata Guruh sembari menyebut jaksa tidak membuat ralat atau menyampaikan perbaikan terkait kesalahan tersebut pada  persidangan sebelumnya.

Rencananya sidang kasus korupsi ini akan digelar kembali Kamis (3/2), dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa. (sja/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/