Senin, November 25, 2024
30.4 C
Palangkaraya

Mengenal Offeny, Penyusun Kamus Bahasa Dayak Ngaju

Bahasa daerah khususnya bahasa Dayak Ngaju dalam ancaman. Jika tidak dilestarikan, ada kemungkinan akan punah. Kondisi ini menjadi keprihatinan Offeny Ibrahim dan Albert Aron Bingan. Keduanya tergerak menyusun kamus bahasa Dayak Ngaju.

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

BAHASA menjadi salah satu identitas negara atau daerah. Layaknya bahasa Indonesia sebagai tanda kenal sekaligus jati diri bangsa. Begitupun dengan bahasa Dayak Ngaju di Kalteng. Namun, saat ini kekhasan bahasa ini mulai pudar karena sudah bercampur dengan bahasa daerah lain.

Sadar akan kondisi itu, dua pria asal Bumi Tambun Bungai ini berinisiatif menciptakan kamus bahasa Dayak Ngaju, dengan tujuan melestarikan bahasa yang menjadi identitias diri mereka yang merupakan keturunan suku Dayak Ngaju. Keduanya ingin menjadi sosok yang kelak dapat dikenal melalui karya mereka. Selain itu, juga memberikan manfaat bagi para generasi penerus, agar bahasa yang menjadi identitas daerah tidak punah.

Baca Juga :  Tingkatkan Performa, PT Bank Kalteng Ukir Prestasi di Infobank TOP BUMD 2022

Offeny Ibrahim dan Albert Aron Bingan bersama-sama menyusun kamus bahasa Dayak Ngaju yang diimplementasikan sejak 1989 lalu. Selama lima tahun lebih mengumpulkan kosakata, menyusun hingga menjadi sebuah kamus yang terbit pertama kali pada 1996. Dengan ribuan kosakata yang dihimpun dari berbagai sumber. Mulai dari referensi buku maupun informasi dan data dari para pendahulu di pelosok-pelosok Kalteng, khususnya yang masih banyak dihuni oleh suku Dayak Ngaju.

“Saya sudah tidak ingat berapa kosakata yang saya kumpulkan dan input hingga menjadi kamus itu,” kata Offeny saat diwawancarai di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Universitas Palangka Raya (UPR). 

Baca Juga :  Tiga Daerah Terapkan PPKM Level III

Pria kelahiran Kabupaten Barito Selatan (Barsel) ini menyebut, ada sejumlah sumber yang menjadi rujukan penyusunan kamus itu. Di antaranya buku-buku orang asing yang melakukan penelitian di Kalteng pada zaman dahulu. Contohnya, buku milik KD Epple yang diterbitkan tahun 1922 berjudul Soerat Logat Basa Ngadjoe.

“Mereka orang kebangsaan Belanda yang menulis kaidah-kaidah Dayak Ngaju, ada pula buku-buku lain yang kami himpun, seperti kitab suci dan lainnya,” tuturnya.

Bahasa daerah khususnya bahasa Dayak Ngaju dalam ancaman. Jika tidak dilestarikan, ada kemungkinan akan punah. Kondisi ini menjadi keprihatinan Offeny Ibrahim dan Albert Aron Bingan. Keduanya tergerak menyusun kamus bahasa Dayak Ngaju.

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

BAHASA menjadi salah satu identitas negara atau daerah. Layaknya bahasa Indonesia sebagai tanda kenal sekaligus jati diri bangsa. Begitupun dengan bahasa Dayak Ngaju di Kalteng. Namun, saat ini kekhasan bahasa ini mulai pudar karena sudah bercampur dengan bahasa daerah lain.

Sadar akan kondisi itu, dua pria asal Bumi Tambun Bungai ini berinisiatif menciptakan kamus bahasa Dayak Ngaju, dengan tujuan melestarikan bahasa yang menjadi identitias diri mereka yang merupakan keturunan suku Dayak Ngaju. Keduanya ingin menjadi sosok yang kelak dapat dikenal melalui karya mereka. Selain itu, juga memberikan manfaat bagi para generasi penerus, agar bahasa yang menjadi identitas daerah tidak punah.

Baca Juga :  Tingkatkan Performa, PT Bank Kalteng Ukir Prestasi di Infobank TOP BUMD 2022

Offeny Ibrahim dan Albert Aron Bingan bersama-sama menyusun kamus bahasa Dayak Ngaju yang diimplementasikan sejak 1989 lalu. Selama lima tahun lebih mengumpulkan kosakata, menyusun hingga menjadi sebuah kamus yang terbit pertama kali pada 1996. Dengan ribuan kosakata yang dihimpun dari berbagai sumber. Mulai dari referensi buku maupun informasi dan data dari para pendahulu di pelosok-pelosok Kalteng, khususnya yang masih banyak dihuni oleh suku Dayak Ngaju.

“Saya sudah tidak ingat berapa kosakata yang saya kumpulkan dan input hingga menjadi kamus itu,” kata Offeny saat diwawancarai di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Universitas Palangka Raya (UPR). 

Baca Juga :  Tiga Daerah Terapkan PPKM Level III

Pria kelahiran Kabupaten Barito Selatan (Barsel) ini menyebut, ada sejumlah sumber yang menjadi rujukan penyusunan kamus itu. Di antaranya buku-buku orang asing yang melakukan penelitian di Kalteng pada zaman dahulu. Contohnya, buku milik KD Epple yang diterbitkan tahun 1922 berjudul Soerat Logat Basa Ngadjoe.

“Mereka orang kebangsaan Belanda yang menulis kaidah-kaidah Dayak Ngaju, ada pula buku-buku lain yang kami himpun, seperti kitab suci dan lainnya,” tuturnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/