Senin, November 25, 2024
31.8 C
Palangkaraya

Mengenal Offeny, Penyusun Kamus Bahasa Dayak Ngaju

Ia menyebut, pada zaman dahulu memang ada beberapa warga asing yang melakukan penelitian tentang bahasa di Kalteng, termasuk bahasa Dayak Ngaju. Saat itu, orang asing memanfaatkan pribumi yang terkena jipen, kemudian ditebus dan dijadikan sebagai informan.

“Ada kamus Bahasa Dayak Ngaju yang diterbitkan oleh orang Jerman, tapi di dalamnya tidak ada pemilahan antara kata dasar dan kata yang sudah mendapatkan imbuhan, yang diucapkan oleh informan, itulah yang ditulis,” sebut pria yang lahir 10 September 1958 ini.

Selain dari buku-buku, Offeny bersama Albert juga mencari data ke pelosok-pelosok Kalteng. Seperti ke pelosok Kapuas dan aliran Sungai Kahayan. Menemui orang tua dahulu yang masih menggunakan bahasa Dayak Ngaju dalam keseharian, yang belum terkontaminasi bahasa-bahasa lain.

Baca Juga :  Tingkatkan Performa, PT Bank Kalteng Ukir Prestasi di Infobank TOP BUMD 2022

“Saat ke pelosok-pelosok, kami juga mendapat informasi soal buku-buku yang bisa dijadikan sumber, ada beberapa tokoh, pendeta, atau guru yang memiliki buku itu,” ucap pria yang sehari-hari mengajar sebagai dosen ini dan menjadi Ketua Jurusan IPS di FKIP UPR.

Sembari mengumpulkan data, mereka juga perlahan-lahan meng-input kosakata-kosakata itu ke komputer. Selanjutnya pada 1996 lalu dilakukan cetakan pertama sejumlah 100 eksemplar. 50 eksemplar diberikan kepada Humas Pemprov Kalteng, sedangkan 50 eksemplar lagi dijual ke umum seperti ke lembaga, instansi, dan sekolah.

Buku ini sudah lima kali cetak dan ada revisinya. Namun, selama ini tidak diperjualbelikan bebas di pertokoan, karena pihak ketiga yang bekerja sama dengannya mengambil keuntungan yang cukup tinggi.

Baca Juga :  Tiga Daerah Terapkan PPKM Level III

“Padahal saya tidak ingin kamus ini dijual begitu mahal, tujuan saya untuk edukasi, pembelajaran yang bermanfaat bagi generasi-generasi muda, makanya kamus ini lebih banyak dijual di lembaga instansi dan sekolah-sekolah,” bebernya.

Pria lulusan FKIP UPR pada 1985 ini mengatakan, ia sama sekali tak mendapatkan keuntungan apapun dari penyusunan kamus itu. Hanya ingin melestarikan bahasa Dayak Ngaju agar tidak musnah terkikis zaman.

“Jujur saja, saya tidak dapat keuntungan rupiah dari penyusunan kamus ini. Saya putra daerah yang ingin melestarikan bahasa saya, suatu saat bahasa ini akan punah kalau kita tidak melestarikannya,” katanya.

Ia pun memprediksi bahwa kamus bahasa Dayak Ngaju yang disusunnya itu merupakan yang pertama kali ada di Bumi Tambun Bungai ini.

Ia menyebut, pada zaman dahulu memang ada beberapa warga asing yang melakukan penelitian tentang bahasa di Kalteng, termasuk bahasa Dayak Ngaju. Saat itu, orang asing memanfaatkan pribumi yang terkena jipen, kemudian ditebus dan dijadikan sebagai informan.

“Ada kamus Bahasa Dayak Ngaju yang diterbitkan oleh orang Jerman, tapi di dalamnya tidak ada pemilahan antara kata dasar dan kata yang sudah mendapatkan imbuhan, yang diucapkan oleh informan, itulah yang ditulis,” sebut pria yang lahir 10 September 1958 ini.

Selain dari buku-buku, Offeny bersama Albert juga mencari data ke pelosok-pelosok Kalteng. Seperti ke pelosok Kapuas dan aliran Sungai Kahayan. Menemui orang tua dahulu yang masih menggunakan bahasa Dayak Ngaju dalam keseharian, yang belum terkontaminasi bahasa-bahasa lain.

Baca Juga :  Tingkatkan Performa, PT Bank Kalteng Ukir Prestasi di Infobank TOP BUMD 2022

“Saat ke pelosok-pelosok, kami juga mendapat informasi soal buku-buku yang bisa dijadikan sumber, ada beberapa tokoh, pendeta, atau guru yang memiliki buku itu,” ucap pria yang sehari-hari mengajar sebagai dosen ini dan menjadi Ketua Jurusan IPS di FKIP UPR.

Sembari mengumpulkan data, mereka juga perlahan-lahan meng-input kosakata-kosakata itu ke komputer. Selanjutnya pada 1996 lalu dilakukan cetakan pertama sejumlah 100 eksemplar. 50 eksemplar diberikan kepada Humas Pemprov Kalteng, sedangkan 50 eksemplar lagi dijual ke umum seperti ke lembaga, instansi, dan sekolah.

Buku ini sudah lima kali cetak dan ada revisinya. Namun, selama ini tidak diperjualbelikan bebas di pertokoan, karena pihak ketiga yang bekerja sama dengannya mengambil keuntungan yang cukup tinggi.

Baca Juga :  Tiga Daerah Terapkan PPKM Level III

“Padahal saya tidak ingin kamus ini dijual begitu mahal, tujuan saya untuk edukasi, pembelajaran yang bermanfaat bagi generasi-generasi muda, makanya kamus ini lebih banyak dijual di lembaga instansi dan sekolah-sekolah,” bebernya.

Pria lulusan FKIP UPR pada 1985 ini mengatakan, ia sama sekali tak mendapatkan keuntungan apapun dari penyusunan kamus itu. Hanya ingin melestarikan bahasa Dayak Ngaju agar tidak musnah terkikis zaman.

“Jujur saja, saya tidak dapat keuntungan rupiah dari penyusunan kamus ini. Saya putra daerah yang ingin melestarikan bahasa saya, suatu saat bahasa ini akan punah kalau kita tidak melestarikannya,” katanya.

Ia pun memprediksi bahwa kamus bahasa Dayak Ngaju yang disusunnya itu merupakan yang pertama kali ada di Bumi Tambun Bungai ini.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/