PALANGKA RAYA-Beberapa waktu terakhir pemerintah gencar melaksanakan vaksinasi Covid-19. Hal ini disambut masyarakat dengan antusiasme yang tinggi. Namun, saat ini pemerintah daerah menghentikan atau menyetop sementara vaksinasi dosis pertama.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng Suyuti Syamsul mengatakan, kelangkaan vaksin tidak hanya terjadi di Kalteng. Lantaran hingga saat ini vaksin yang digunakan Indonesia masih diimport dari negara lain.
“Saat ini vaksin kita kan masih impor, sementara negara pengekspor juga memikirkan untuk memenuhi kebutuhan negaranya,” ucap Suyuti saat diwawancarai di Kantor Gubernur Kalteng, kemarin (28/7).
Dikatakannya, saat ini pihaknya fokus pada pemberian vaksin dosis kedua bagi warga yang sudah menerima vaksinasi dosis pertama. Suyuti menyebut bahwa distribusi vaksin akan mulai lancar pada Agustus mendatang.
“Saat ini kami setop vaksinasi dosis pertama dan fokus pada dosis kedua, kan kasihan mereka yang sudah terima vaksin dosis pertama tapi tidak dilanjutkan,” tuturnya.
Meski beberapa kali mendapat kiriman vaksin dari pusat, tapi dosisnya terbatas. Sekali didatangkan hanya sekitar 10 vial. Artinya hanya bisa disuntikkan untuk 100 orang.
“Ada datang vaksinnya, tapi hanya 10 vial, jumlah itu satu menit saja habis,” tegasnya.
Suyuti menambahkan, sejauh ini belum ditemukan kejadian berat usai vaksinasi. Dampak ringan yang sering dialami warga usai vaksin adalah demam. Hal itu dinilai wajar, karena banyak vaksin memiliki efek demikian.
“Jika hanya ada satu atau dua kasus, itu tidak bisa disebut sebagai kegagalan vaksin,” tegasnya.
Begitupun dengan kasus kematian satu atau dua orang meskipun sudah divaksinasi. Hal ini bisa saja terjadi, karena memang vaksinasi belum mencapai 70 persen. Masyarakat akan bisa terlindungi apabila vaksinasi sudah mencapai 70 persen populasi.
“Berkenaan data Kemenkes bahwa 6 persen meninggal dunia sudah divaksin dan 94 persen belum divaksin, itu karena memang vaksinasi belum mencapai 70 persen, kecuali di DKI. Saya tidak bisa komentar banyak soal penelitian ini, karena saya tidak tahu metodenya,” beber Suyuti.
Sementara itu, menanggapi terkait pemberlakukan PCR sebagai syarat perjalanan, ia menyebut bahwa secara prinsip tak bermasalah jika tes PCR dilaksanakan di laboratorium manapun. “Asalkan laboratorium bersangkutan masuk daftar Kementerian Kesehatan,” pungkasnya.
Agustus, Target Dua Juta Dosis Sehari
Pemerintah terus mendorong percepatan vaksinasi Covid-19 dengan target 1 juta penyuntikan dosis vaksin per hari selama Juli ini. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa vaksinasi akan terus digenjot sampai menyentuh angka 2 juta dosis per hari pada Agustus nanti, demi memperluas cakupan dan memenuhi target herd immunity.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, dr. Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, hingga 26 Juli 2021, total ada 63 juta dosis vaksinasi telah disuntikkan, 45 juta dosis pertama dan 18 juta vaksin dosis kedua.
“Cukup banyak yang sudah disuntik. Targetnya akan diberikan vaksinasi kepada 208,2 juta orang, dari semula 181,5 juta, karena ada penambahan penerima vaksin golongan usia 12-17 tahun,” kata Nadia dalam keterangannya, Selasa (27/7).
“Akselerasi untuk mencapai 1,5 juta vaksinasi per hari masih terus difokuskan. Sejak awal hingga minggu ketiga Juli, suntikan vaksinasi rata-rata sudah mencapai 1 juta dosis, dengan kisaran 900 ribu sampai 1,1 juta per hari,” imbuhnya.
Nadia mengungkapkan, pada Selasa (27/7) pemerintah telah mengamankan kembali 21,2 juta dosis vaksin Covid-19 untuk tambahan stok vaksinasi.
“Alhamdulillah tadi siang baru terima vaksin Sinovac sebanyak 21,2 juta dosis dalam bentuk bulk. Ini merupakan dosis terbesar yang pernah kita terima dan akan digunakan pada bulan Agustus untuk akselerasi vaksinasi,” terang Nadia.
Vaksin yang diterima itu berupa produk setengah jadi dan produk jadi. Dia menyebut, vaksin yang datang dalam bentuk jadi akan diperiksa secara fisik dan dikontrol kualitasnya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) guna memastikan vaksin berkualitas dan aman.
Sedangkan vaksin dalam bentuk setengah jadi (bulk), akan diolah terlebih dahulu oleh PT. Biofarma dalam waktu 2 minggu. Setelah jadi, akan diperiksa oleh Badan POM untuk memastikan kualitasnya.
“Kurang lebih tersedia 5-7,5 dosis vaksin dari Biofarma setiap minggu, sehingga nanti akan ada 21,5 juta vaksin yang siap digunakan pada Agustus nanti,” ujar Nadia.
Nadia menambahkan, saat ini pemerintah baru menerima sekitar 30 persen dari kebutuhan total 460 juta dosis vaksin. Sehingga dia meminta agar pemerintah daerah bisa mengatur prioritas vaksinasi.
“Saat ini distribusi vaksin 50 persen fokus ke Jawa-Bali, dan dari wilayah itu distribusi fokus ke 57 kabupaten/kota aglomerasi. Pembagian vaksin bisa tidak sama, karena harus difokuskan ke kabupaten/kota yang jumlah kasus dan laju penularannya sangat tinggi,” tandas Nadia. (abw/jpg/ce/ala)