Jumat, November 22, 2024
30.8 C
Palangkaraya

Kematian Babi Tembus 3.000 Ekor

PALANGKA RAYA-Bangunan kayu yang berjejer memanjang itu tak terawat lagi. Tanaman liar tumbuh subur. Menjalar tak beraturan di sekitar kontruksi yang difungsikan sebagai kandang babi itu. Si empunya kandang, Murayati, sudah lebih sebulan tak menengok. Begitu juga lima anggota keluarga lain yang memelihara babi di lokasi itu.

Babi yang diternak mereka, semuanya mati. Jumlahnya puluhan. Mulai dari babi berbobot 10 kilogram sampai 1 kwintal. Sebulan lalu, perempuan baya itu kehilangan tujuh ekor babi. Ia tak begitu tahu jika kematian itu akibat virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) yang telah menular ke wilayah Kalteng sejak September 2021.

“Saat itu, saya beri makan sore harinya. Loh, pada pagi hari, masih ada pakannya. Babi saya tak bisa berdiri lagi. Lalu dikasih obat, tapi tidak tertolong, beberapa jam kemudian mati,” ujar Murayati yang sudah beternak babi 10 tahun terakhir.

Baca Juga :  Wahyudie F Dirun Kembali Pimpin PWNU Kalteng

Kondisi yang sama terjadi pada babi peternak di lokasi sekitar. Jumlah kematian babi berbeda-beda. Belasan sampai puluhan. Beberapa peternak yang merugi sampai ratusan juta memilih diam. Enggan menceritakan kisah pilunya. Mereka baru tahu soal virus ini setelah ternak mereka mati. Mereka menyayangkan, tidak ada imbauan atau sosialisasi sebelumnya dari pemerintah.

“Enggak ada sosialisasi,” ucap Rudi.

“Saya harap pemerintah bisa memberi solusi bagi peternak babi rumahan seperti kami. Sudah pasti kami tidak bisa beternak lagi. Entah kapan virus ini hilang,” keluh Wati yang mengaku kehilangan 15 ekor babi sepekan lalu.

Peternak babi yang lain, Yunike, sedikit beruntung. Dari jumlah 63 ekor babi yang dipeliharanya, hanya 2 ekor yang mati. Sementara babi-babi milik peternak lain di kompleks tinggalnya Jalan Tingang XXIV, tak ada yang selamat. Saat ini ia menerapkan biosekuriti atau tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko penularan penyakit menular. Semua babi miliknya sudah disuntik serum konvalesen oleh dokter hewan.

Baca Juga :  Kotim Dapat Bantuan 25 Ton Beras

“Satu kompleks peternak babi di sini, semua babi pada habis (mati, red) dari bulan lalu. Ini kandang punya saya baru sepekan terakhir diketahui ada virus ASF masuk. Dua ekor sudah mati, empat ekor diketahui sakit,” ujarnya kepada Kalteng Pos, beberapa hari lalu.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Peternak Babi Palangka Raya Marthen Rungsa menyebut, akibat wabah demam babi Afrika sejak tiga bulan lalu, lebih dari 3.000 ekor babi milik peternak mati. Jumlah itu terangkum dari laporan 1.000 peternak babi di Palangka Raya.

Sudah pasti kerugian yang dialami peternak tidak sedikit, jika dihitung berdasarkan harga babi dibeli di kandang mencapai Rp35 ribu/kilogram. Berat satu ekor babi yang siap jual berkisar 80-100 kilogram.

PALANGKA RAYA-Bangunan kayu yang berjejer memanjang itu tak terawat lagi. Tanaman liar tumbuh subur. Menjalar tak beraturan di sekitar kontruksi yang difungsikan sebagai kandang babi itu. Si empunya kandang, Murayati, sudah lebih sebulan tak menengok. Begitu juga lima anggota keluarga lain yang memelihara babi di lokasi itu.

Babi yang diternak mereka, semuanya mati. Jumlahnya puluhan. Mulai dari babi berbobot 10 kilogram sampai 1 kwintal. Sebulan lalu, perempuan baya itu kehilangan tujuh ekor babi. Ia tak begitu tahu jika kematian itu akibat virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) yang telah menular ke wilayah Kalteng sejak September 2021.

“Saat itu, saya beri makan sore harinya. Loh, pada pagi hari, masih ada pakannya. Babi saya tak bisa berdiri lagi. Lalu dikasih obat, tapi tidak tertolong, beberapa jam kemudian mati,” ujar Murayati yang sudah beternak babi 10 tahun terakhir.

Baca Juga :  Wahyudie F Dirun Kembali Pimpin PWNU Kalteng

Kondisi yang sama terjadi pada babi peternak di lokasi sekitar. Jumlah kematian babi berbeda-beda. Belasan sampai puluhan. Beberapa peternak yang merugi sampai ratusan juta memilih diam. Enggan menceritakan kisah pilunya. Mereka baru tahu soal virus ini setelah ternak mereka mati. Mereka menyayangkan, tidak ada imbauan atau sosialisasi sebelumnya dari pemerintah.

“Enggak ada sosialisasi,” ucap Rudi.

“Saya harap pemerintah bisa memberi solusi bagi peternak babi rumahan seperti kami. Sudah pasti kami tidak bisa beternak lagi. Entah kapan virus ini hilang,” keluh Wati yang mengaku kehilangan 15 ekor babi sepekan lalu.

Peternak babi yang lain, Yunike, sedikit beruntung. Dari jumlah 63 ekor babi yang dipeliharanya, hanya 2 ekor yang mati. Sementara babi-babi milik peternak lain di kompleks tinggalnya Jalan Tingang XXIV, tak ada yang selamat. Saat ini ia menerapkan biosekuriti atau tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko penularan penyakit menular. Semua babi miliknya sudah disuntik serum konvalesen oleh dokter hewan.

Baca Juga :  Kotim Dapat Bantuan 25 Ton Beras

“Satu kompleks peternak babi di sini, semua babi pada habis (mati, red) dari bulan lalu. Ini kandang punya saya baru sepekan terakhir diketahui ada virus ASF masuk. Dua ekor sudah mati, empat ekor diketahui sakit,” ujarnya kepada Kalteng Pos, beberapa hari lalu.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Peternak Babi Palangka Raya Marthen Rungsa menyebut, akibat wabah demam babi Afrika sejak tiga bulan lalu, lebih dari 3.000 ekor babi milik peternak mati. Jumlah itu terangkum dari laporan 1.000 peternak babi di Palangka Raya.

Sudah pasti kerugian yang dialami peternak tidak sedikit, jika dihitung berdasarkan harga babi dibeli di kandang mencapai Rp35 ribu/kilogram. Berat satu ekor babi yang siap jual berkisar 80-100 kilogram.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/