KUALA KURUN – Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka kasus stunting di Kabupaten Gunung Mas (Gumas) pada tahun 2022 mengalami penurunan yang sangat signifikan. Yakni berada di angka 17,9 persen. Angka tersebut turun drastis jika dibandingkan tahun 2021 yaitu 35,9 persen.
“Capaian ini akan terus diturunkan karena belum mencapai target nasional, yakni 14 persen. Untuk itu, diperlukan kolaborasi dari seluruh pihak yang memiliki kepedulian dalam upaya penurunan stunting,” kata Bupati Gumas Jaya Samaya Monong, beberapa waktu lalu.
Menurut bupati, kolaborasi bersama itu melibatkan pemerintah daerah, forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda), lembaga keagamaan, lembaga adat, organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, dan seluruh elemen masyarakat, termasuk dari perusahaan besar swasta (PBS).
“Kunci keberhasilan penurunan kasus stunting ini adalah adanya kolaborasi, kekompakan, kerja sama, sinergitas, serta kebersamaan seluruh pihak, mulai dari tingkat kabupaten hingga ke desa,” tegasnya.
Dia menegaskan, capaian ini harus terus dijaga dan jangan sampai kendor. Tetap pertahankan dan terus tingkatkan pola yang sudah baik. Jangan berpuas diri karena kasus stunting di Kabupaten Gumas sudah turun. Apalagi kasus seperti ini dinamis dan selalu berkembang.
“Upaya untuk mempertahankannya yakni dengan terus melakukan edukasi dengan intervensi gizi spesifik kepada sasaran ibu hamil dan menyusui, ketersediaan akses air bersih dan sanitasi, hindari pernikahan usia anak, serta pentingnya pendidikan pengasuhan pada orang tua,” terangnya.
Dia mengakui, penurunan angka kasus stunting memang tidak mudah. Masih ada kendala yang perlu menjadi perhatian bersama, yakni program stunting belum berjalan efektif, serta koordinasi penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan sensitif pada semua tingkatan, baik terkait perencanaan, penganggaran, penyelenggaraan, pemantauan, dan evaluasi juga belum optimal.
“Kami juga melihat pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), sumber dana masih belum efektif dan efisien, keterbatasan kapasitas dan kualitas penyelenggaraan program, serta masih minimnya advokasi dan diseminasi terkait stunting dan berbagai upaya pencegahan,” tuturnya.
Terkait pendanaan dalam rangka penurunan angka kasus stunting, lanjut bupati, selain menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), juga bisa mengarahkan Corporate Social Responsibility (CSR) PBS untuk mendukung upaya penurunan kasus stunting.
“Kami berharap dukungan dari seluruh PBS untuk penurunan angka kasus stunting, khususnya dalam hal pendanaan. Kalau pemerintah kekurangan dana, bisa didukung dengan penyaluran CSR,” ujarnya.
Jaya menambahkan, penurunan stunting merupakan suatu hal yang sangat penting, karena merupakan bagian dari upaya pencapaian visi Kabupaten Gumas yaitu bermartabat, maju, berdaya saing, sejahtera, dan mandiri. Dengan misi kedua, yakni meningkatkan kualitas pembangunan SDM, khususnya bidang kesehatan.
“Dalam upaya penurunan stunting, memang harus dimulai dari lingkungan keluarga, karena merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang membentuk kepribadian,” tandasnya. (okt/ens)
Penegasan Bupati Terkait Upaya Menurunkan Angka Stunting di Gumas
Perlu Kerja Sama Semua Pihak
KUALA KURUN – Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka kasus stunting di Kabupaten Gunung Mas (Gumas) pada tahun 2022 mengalami penurunan yang sangat signifikan. Yakni berada di angka 17,9 persen. Angka tersebut turun drastis jika dibandingkan tahun 2021 yaitu 35,9 persen.
“Capaian ini akan terus diturunkan karena belum mencapai target nasional, yakni 14 persen. Untuk itu, diperlukan kolaborasi dari seluruh pihak yang memiliki kepedulian dalam upaya penurunan stunting,” kata Bupati Gumas Jaya Samaya Monong, beberapa waktu lalu.
Menurut bupati, kolaborasi bersama itu melibatkan pemerintah daerah, forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda), lembaga keagamaan, lembaga adat, organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, dan seluruh elemen masyarakat, termasuk dari perusahaan besar swasta (PBS).
“Kunci keberhasilan penurunan kasus stunting ini adalah adanya kolaborasi, kekompakan, kerja sama, sinergitas, serta kebersamaan seluruh pihak, mulai dari tingkat kabupaten hingga ke desa,” tegasnya.
Dia menegaskan, capaian ini harus terus dijaga dan jangan sampai kendor. Tetap pertahankan dan terus tingkatkan pola yang sudah baik. Jangan berpuas diri karena kasus stunting di Kabupaten Gumas sudah turun. Apalagi kasus seperti ini dinamis dan selalu berkembang.
“Upaya untuk mempertahankannya yakni dengan terus melakukan edukasi dengan intervensi gizi spesifik kepada sasaran ibu hamil dan menyusui, ketersediaan akses air bersih dan sanitasi, hindari pernikahan usia anak, serta pentingnya pendidikan pengasuhan pada orang tua,” terangnya.
Dia mengakui, penurunan angka kasus stunting memang tidak mudah. Masih ada kendala yang perlu menjadi perhatian bersama, yakni program stunting belum berjalan efektif, serta koordinasi penyelenggaraan intervensi gizi spesifik dan sensitif pada semua tingkatan, baik terkait perencanaan, penganggaran, penyelenggaraan, pemantauan, dan evaluasi juga belum optimal.
“Kami juga melihat pengalokasian dan pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), sumber dana masih belum efektif dan efisien, keterbatasan kapasitas dan kualitas penyelenggaraan program, serta masih minimnya advokasi dan diseminasi terkait stunting dan berbagai upaya pencegahan,” tuturnya.
Terkait pendanaan dalam rangka penurunan angka kasus stunting, lanjut bupati, selain menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), juga bisa mengarahkan Corporate Social Responsibility (CSR) PBS untuk mendukung upaya penurunan kasus stunting.
“Kami berharap dukungan dari seluruh PBS untuk penurunan angka kasus stunting, khususnya dalam hal pendanaan. Kalau pemerintah kekurangan dana, bisa didukung dengan penyaluran CSR,” ujarnya.
Jaya menambahkan, penurunan stunting merupakan suatu hal yang sangat penting, karena merupakan bagian dari upaya pencapaian visi Kabupaten Gumas yaitu bermartabat, maju, berdaya saing, sejahtera, dan mandiri. Dengan misi kedua, yakni meningkatkan kualitas pembangunan SDM, khususnya bidang kesehatan.
“Dalam upaya penurunan stunting, memang harus dimulai dari lingkungan keluarga, karena merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang membentuk kepribadian,” tandasnya. (okt/ens)