SAMPIT-Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) tampaknya belum tergesa-gesa membuka pintu bagi program transmigrasi.
Meski pemerintah pusat gencar menggalakkan perpindahan penduduk ke wilayah potensial, Kotim justru memilih menimbang matang-matang sebelum memutuskan.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kotim, Johny Tangkere, mengungkapkan bahwa salah satu alasan utama adalah kesiapan lahan yang belum sepenuhnya memenuhi syarat.
Program Transmigrasi ke Kalimantan Menuai Pro Kontra dari Penduduk Asli
Minimal, diperlukan 18 ribu hektare lahan yang benar-benar siap pakai. Selain itu, faktor sosial dan ekonomi juga menjadi bahan pertimbangan serius.
“Bukan cuma soal lahan luas, tapi juga harus sesuai dari sisi potensi ekonomi dan diterima secara sosial oleh masyarakat. Kenapa harus hati-hati? Karena takut tumpang tindih dengan perusahaan dan lain-lain,” jelas Johny, Rabu (9/7/2025).
Pemkab Kotim sendiri sejatinya telah menandai empat kecamatan yang dianggap punya peluang menjadi zona transmigrasi.
Keempat wilayah itu adalah Kecamatan Seranau, Pulau Hanaut, Mentaya Hilir Selatan, dan Mentaya Hilir Utara. Meski demikian, penetapan status ini masih berada di tahap kajian awal.
Menurut Johny, ada banyak pekerjaan rumah yang harus dirampungkan, mulai dari menyiapkan dokumen perencanaan hingga menyediakan anggaran yang tak sedikit.
“Kalau dihitung, anggaran pendampingan bisa sampai Rp500 juta, itu pun belum termasuk dana lain yang harus kita siapkan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Johny menegaskan pentingnya keterlibatan semua pihak sebelum memutuskan menerima program transmigrasi. Masyarakat setempat hingga legislatif daerah harus diajak bicara agar tidak menimbulkan gesekan di kemudian hari.
“Bukan soal setuju atau tidak setuju. Kita ingin semua berjalan sesuai kesepakatan bersama. Jadi, kalau memang akan ada program transmigrasi, harus ada diskusi dulu dengan masyarakat dan DPRD,” tegas Johny.
Meski tampak masih penuh pertimbangan, Johny menegaskan Kotim pada dasarnya mendukung kebijakan pemerintah pusat.
Hanya saja, program ini tidak bisa dijalankan secara terburu-buru. “Kita harus siap secara teknis dan sosial. Prinsipnya kita mendukung, tapi perlu sosialisasi yang matang,” tutupnya.(mif)