Jumat, Juni 20, 2025
26.6 C
Palangkaraya

Diduga Korupsi Dana Desa, Kades Tanjung Rangas II Dilaporkan ke Kejati

PALANGKA RAYA-Dugaan korupsi berjamaah model solo player kembali mencuat di pedalaman Kalimantan Tengah.

Kepala Desa Tanjung Rangas II, Kecamatan Danau Seluluk, Kabupaten Seruyan, berinisial AD, dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng), Kamis (19/6/2025), atas tuduhan penyalahgunaan anggaran Dana Desa sejak 2019 hingga 2025.

Laporan disampaikan oleh warga melalui kuasa hukum dari Kantor Jeffriko Seran & Partners. Mereka menuding AD mengelola keuangan desa bak kerajaan pribadi yang semua dikuasai sendiri tanpa proses partisipatif sebagaimana diatur dalam tata kelola desa.

“Yang bersangkutan melaksanakan kegiatan secara sepihak tanpa melibatkan tim pelaksana kegiatan, pejabat desa lainnya, dan melanggar banyak aturan hukum,” kata Jeffriko Seran, dikutip dari beberapa sumber.

Berbagai pengadaan yang dilaporkan sarat masalah. Dari 5.000 bibit sawit rusak yang tak jelas keberadaannya, pembangunan kandang ayam yang tak bisa dipakai, kendaraan operasional pick-up L300 yang proses belinya misterius, hingga pengadaan lima ekor sapi senilai Rp84 juta yang kini semuanya mati alias nol manfaat bagi masyarakat.

Baca Juga :  Tiga Pegawai Kejati Kalteng Pensiun, Diapresiasi atas Dedikasi dan Pengabdian

“Anggarannya Rp84 juta, artinya satu ekor sekitar Rp16,8 juta. Tapi sapi yang datang kurus, bukan indukan, dan tidak bisa diternak. Ini sangat merugikan masyarakat,” ungkapnya.

Tak hanya soal barang, skema pembelanjaan juga dinilai menyimpang. AD disebut mengurus sendiri seluruh proses mulai dari memilih penyedia barang, membayar, hingga menunjuk tukang. Sementara Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) hanya dilibatkan di atas kertas sebagai penandatangan laporan pertanggungjawaban.

“Semua proses pembelian dilakukan sendiri oleh kepala desa. TPK hanya formalitas. Ini bentuk penyalahgunaan prosedur yang sangat parah,” lanjutnya.

Puncak kekesalan warga terjadi ketika bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah provinsi sempat ditahan oleh kepala desa. Bantuan baru dibagikan setelah warga melakukan protes keras. Namun, pembagian itu pun diduga tidak penuh, bahkan ada indikasi pemotongan.

Baca Juga :  Bekerja Tulus dan Jaga Kekompakan

“Ada bukti bahwa BLT dari Pemprov sempat ditahan dan baru dibagikan setelah warga berdemo. Itu pun tidak semua disalurkan, sebagian diduga dipotong,” tegasnya.

Laporan ke Kejati ini, menurut Jeffriko, merupakan bentuk keputusasaan masyarakat setelah berbagai keluhan sebelumnya tidak mendapat respons dari pihak kecamatan maupun kepolisian setempat.

“Ini bentuk keputusasaan masyarakat. Mereka memilih langsung ke Kejati karena sebelumnya laporan-laporan mereka tidak ditanggapi. Jika nantinya Kejati melimpahkan ke Kejari, itu sepenuhnya wewenang lembaga,” pungkasnya.(mif/ram)

 

PALANGKA RAYA-Dugaan korupsi berjamaah model solo player kembali mencuat di pedalaman Kalimantan Tengah.

Kepala Desa Tanjung Rangas II, Kecamatan Danau Seluluk, Kabupaten Seruyan, berinisial AD, dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng), Kamis (19/6/2025), atas tuduhan penyalahgunaan anggaran Dana Desa sejak 2019 hingga 2025.

Laporan disampaikan oleh warga melalui kuasa hukum dari Kantor Jeffriko Seran & Partners. Mereka menuding AD mengelola keuangan desa bak kerajaan pribadi yang semua dikuasai sendiri tanpa proses partisipatif sebagaimana diatur dalam tata kelola desa.

“Yang bersangkutan melaksanakan kegiatan secara sepihak tanpa melibatkan tim pelaksana kegiatan, pejabat desa lainnya, dan melanggar banyak aturan hukum,” kata Jeffriko Seran, dikutip dari beberapa sumber.

Berbagai pengadaan yang dilaporkan sarat masalah. Dari 5.000 bibit sawit rusak yang tak jelas keberadaannya, pembangunan kandang ayam yang tak bisa dipakai, kendaraan operasional pick-up L300 yang proses belinya misterius, hingga pengadaan lima ekor sapi senilai Rp84 juta yang kini semuanya mati alias nol manfaat bagi masyarakat.

Baca Juga :  Tiga Pegawai Kejati Kalteng Pensiun, Diapresiasi atas Dedikasi dan Pengabdian

“Anggarannya Rp84 juta, artinya satu ekor sekitar Rp16,8 juta. Tapi sapi yang datang kurus, bukan indukan, dan tidak bisa diternak. Ini sangat merugikan masyarakat,” ungkapnya.

Tak hanya soal barang, skema pembelanjaan juga dinilai menyimpang. AD disebut mengurus sendiri seluruh proses mulai dari memilih penyedia barang, membayar, hingga menunjuk tukang. Sementara Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) hanya dilibatkan di atas kertas sebagai penandatangan laporan pertanggungjawaban.

“Semua proses pembelian dilakukan sendiri oleh kepala desa. TPK hanya formalitas. Ini bentuk penyalahgunaan prosedur yang sangat parah,” lanjutnya.

Puncak kekesalan warga terjadi ketika bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah provinsi sempat ditahan oleh kepala desa. Bantuan baru dibagikan setelah warga melakukan protes keras. Namun, pembagian itu pun diduga tidak penuh, bahkan ada indikasi pemotongan.

Baca Juga :  Bekerja Tulus dan Jaga Kekompakan

“Ada bukti bahwa BLT dari Pemprov sempat ditahan dan baru dibagikan setelah warga berdemo. Itu pun tidak semua disalurkan, sebagian diduga dipotong,” tegasnya.

Laporan ke Kejati ini, menurut Jeffriko, merupakan bentuk keputusasaan masyarakat setelah berbagai keluhan sebelumnya tidak mendapat respons dari pihak kecamatan maupun kepolisian setempat.

“Ini bentuk keputusasaan masyarakat. Mereka memilih langsung ke Kejati karena sebelumnya laporan-laporan mereka tidak ditanggapi. Jika nantinya Kejati melimpahkan ke Kejari, itu sepenuhnya wewenang lembaga,” pungkasnya.(mif/ram)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/