PALANGKA RAYA–Kebijakan pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 %, membuat para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) kian terbebani.
Kenaikan ini berdampak signifikan bagi industri kuliner lokal, seperti Hutan Venue & Eatery yang terletak di Jalan Tjilik Riwut Km 3, Kota Palangka Raya.
Fayola selaku pemilik Hutan Venue & Eatery menjelaskan, kenaikan PPN akan meningkatkan biaya operasional. Ini berpotensi menyebabkan kenaikan harga menu. Hal ini dikhawatirkan dapat mengurangi minat pelanggan untuk berkunjung.
“Sebagai pelaku usaha kecil, kami tentu merasakan dampak langsung dari kenaikan PPN. Biaya operasional akan meningkat. Namun jika kami menaikkan harga menu, dikhawatirkan pelanggan akan berkurang,” ungkap Fayola, Selasa (17/12/2024).
Selain itu, Fayola juga menyoroti perlunya sosialisasi dan pendampingan pemerintah kepada pelaku usaha dan masyarakat terkait implementasi kebijakan ini.
Sosialisasi bertujuan agar masyarakat memahami alasan kenaikan harga akibat kebijakan PPN yang baru. Ia berharap pemerintah dapat memberikan solusi untuk meringankan beban pengusaha kecil, seperti insentif atau keringanan pajak lainnya.
“Saya berharap pemerintah bisa memberikan sosialisasi kepada masyarakat, sehingga ketika terjadi lonjakan harga, pelanggan dapat memahami situasi ini,” tuturnya.
Meski demikian, ia memahami bahwa kebijakan pemerintah ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara.
“Namun perlu ada keseimbangan, agar pelaku usaha kecil tidak terlalu terbebani,” tambahnya.
Fayola mengakui, sejauh ini tidak ada langkah khusus untuk mengantisipasi kenaikan PPN. Ia hanya berusaha mempertahankan kepuasan pelanggan sebagai prioritas utama.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Palangka Raya, Emi Abriyani, menjelaskan penerapan kenaikan PPN merupakan kebijakan pemerintah pusat yang bertujuan mengoptimalkan penerimaan negara.
“Kenaikan ini mencakup jasa pendidikan premium, jasa pelayanan premium, serta konsumsi listrik untuk kapasitas 3.500 hingga 6.600 VA, yang dikategorikan sebagai barang mewah,” jelas Emi saat dikonfirmasi Kalteng Pos, kemarin.
Terkait pendapatan pajak daerah Kota Palangka Raya, Emi menyebut hingga 11 Desember 2024, realisasi pajak daerah telah mencapai 93,06 persen dari target sebesar Rp164,41 miliar.
BPPRD telah mengumpulkan Rp153 miliar, tetapi masih ada kekurangan sekitar Rp11,4 miliar yang harus dikejar sebelum tahun ini berakhir.
Beberapa jenis pajak daerah menunjukkan kinerja positif. Misalnya, Pajak Kesenian dan Hiburan telah melampaui target dengan capaian 126,76 persen atau setara dengan Rp4,535 miliar.
Sementara itu, Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk makanan dan minuman juga mencatat capaian 128,83 persen atau setara dengan Rp34,752 miliar.
Namun, ada jenis pajak yang masih rendah, seperti Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang baru mencapai 49,31 persen atau sekitar Rp17,226 miliar. Adapun jenis pajak lainnya telah melampaui 60 persen.
“Realisasi ini masih dalam proses rekonsiliasi. Dana yang terkumpul melalui bank mitra seperti BRI, BNI, dan Kantor Pos akan dilimpahkan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) di Bank Kalteng. Setelah itu, barulah kami menerima laporan resmi,” ujar Emi.
Untuk mengejar target, BPPRD meluncurkan program Ngaliling Lewu atau Keliling Kota. Program ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), terutama di permukiman padat penduduk yang tingkat kepatuhan pembayarannya masih rendah.
“Kami mendatangi rumah-rumah warga, terutama di permukiman padat penduduk, untuk meningkatkan kesadaran membayar pajak. Hasilnya cukup signifikan dalam menambah pendapatan asli daerah (PAD),” jelas Emi.
Emi berharap masyarakat, baik pelaku usaha maupun wajib pajak PBB, segera memenuhi kewajibannya.
Ia menekankan bahwa pajak yang dibayarkan akan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik, seperti jalan, irigasi, serta peningkatan layanan kesehatan. (*bak/mut/ce/ala)