Jumat, November 22, 2024
24.1 C
Palangkaraya

Menuju Palangka Raya Smart City

Optimalisasi Pajak melalui Digitalisasi

PALANGKA RAYA – Untuk mendukung visi dan misi Pemerintahan Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin, yakni smart environment smart society dan smart economy, Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Palangka Raya telah melakukan berbagai program, diantara pengoptimalisasi pajak daerah Kota Palangka Raya melalui digitalisasi.
Kepala BPPRD Palangka Raya, Aratuni Djaban menyampaikan, menuju Palangka Raya smart city, maka BPPRD Palangka Raya dibawah kepemimpinan Fairid Naparin telah melakukan digitalisasi untuk sistem pengelolaan pajak.

“Pengelolaan pajak yang saya maksudkan adalah penggunaan teknologi dan data digital untuk meningkatkan bisnis, pendapatan dan menciptakan data digital. Dalam hal ini, data digital dijadikan sebagai pendukung utama untuk seluruh proses penerimaan pajak,” kata Aratuni saat menjadi narasumber, kegiatan Focus Group Discussion (FGD) strategi optimalisasi pajak daerah Kota Palangka Raya melalui digitalisasi 2022, yang dihadiri semua SOPD terkait penghasil pendapatan asli daerah (PAD), camat lurah dan perwakilan para wajib pajak, baru-baru ini.

Baca Juga :  BRI Salurkan 3.000 Paket Sembako

Lebih lanjut ia menjelaskan, jika berbicara mengenai digitalisasi, maka berbicara tentang IoT internet kopting, maksudnya segala sesuatunya dengan internet. Ada 3 komponen dari IoT. Pertama infrastruktur, perangkat keras dan segala macam. Kedua, jaringan internet, atau aliran internet harus mempuni, tidak boleh ada blank spot. Ketiga, aplikasi dan SDM.

“Tentu saja aplikasi itu yang mendukung digitalisasi. Misalnya seperti di BPPRD Palangka Raya sudah ada aplikasi pajak BPHTB dan alat perekam pajak hotel, restoran dan hiburan sudah ada dan lainnya,” ujarnya.

Aratuni menjelaskan, digitalisasi pengelolaan pajak ini harus ditunjang oleh tiga komponen IoT tersebut. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan pemahaman kepada wajib pajak untuk berlari kearah digitalisasi.

“Sebab dengan digitalisasi kita membangun kepercayaan masyarakat, karena masyarakat bisa melihat dengan real time berapa nominal pajak yang harus dibayar. Jadi masyarakat membayar sesuai struk yang tidak bisa dimanipulasi, karena by sistem,” sebutnya.
Menurut Aratuni, faktor-faktor penghambat wajib pajak untuk membayar pajak sebenarnya adalah trigger untuk digitalisasi. Ia menjelaskan, penghambat wajib pajak yang dimaksud adalah, menghindari pajak, pengelakan pajak dan melalaikan pajak.

Baca Juga :  PT SAP dan PT PAN Berbagi 780 Paket Sembako

“Kenapa pembayaran harus tepat waktu, karena pembiayaan pembangunan daerah salah satunya adalah dari pajak dan retribusi. Oleh sebab itu kami kerap mengimbau wajib pajak untuk tepat waktu membayar pajak. Dan dengan adanya digitalisasi ini juga adalah sebuah control by sistem. Jika menunggak maka pasti ketahuan disistem, sesuai peraturannya didenda 2 persen,” ulasnya.

Selain itu, tambah dia, dengan digitalisasi pengelolaan pajak, penghambat di BPPRD terkait SDM bisa diatasi. “Untuk melakukan penerimaan pajak hanya 58 orang disini, untuk mengurus Palangka Raya seluas ini, untuk PBB saja sudah 117 ribu, lalu dibuatlah digitalisasi yang tidak bisa dimanipulasi, sehingga penghambat ini bisa diatasi,” tuturnya. (kom/aza/ktk)

PALANGKA RAYA – Untuk mendukung visi dan misi Pemerintahan Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin, yakni smart environment smart society dan smart economy, Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Palangka Raya telah melakukan berbagai program, diantara pengoptimalisasi pajak daerah Kota Palangka Raya melalui digitalisasi.
Kepala BPPRD Palangka Raya, Aratuni Djaban menyampaikan, menuju Palangka Raya smart city, maka BPPRD Palangka Raya dibawah kepemimpinan Fairid Naparin telah melakukan digitalisasi untuk sistem pengelolaan pajak.

“Pengelolaan pajak yang saya maksudkan adalah penggunaan teknologi dan data digital untuk meningkatkan bisnis, pendapatan dan menciptakan data digital. Dalam hal ini, data digital dijadikan sebagai pendukung utama untuk seluruh proses penerimaan pajak,” kata Aratuni saat menjadi narasumber, kegiatan Focus Group Discussion (FGD) strategi optimalisasi pajak daerah Kota Palangka Raya melalui digitalisasi 2022, yang dihadiri semua SOPD terkait penghasil pendapatan asli daerah (PAD), camat lurah dan perwakilan para wajib pajak, baru-baru ini.

Baca Juga :  BRI Salurkan 3.000 Paket Sembako

Lebih lanjut ia menjelaskan, jika berbicara mengenai digitalisasi, maka berbicara tentang IoT internet kopting, maksudnya segala sesuatunya dengan internet. Ada 3 komponen dari IoT. Pertama infrastruktur, perangkat keras dan segala macam. Kedua, jaringan internet, atau aliran internet harus mempuni, tidak boleh ada blank spot. Ketiga, aplikasi dan SDM.

“Tentu saja aplikasi itu yang mendukung digitalisasi. Misalnya seperti di BPPRD Palangka Raya sudah ada aplikasi pajak BPHTB dan alat perekam pajak hotel, restoran dan hiburan sudah ada dan lainnya,” ujarnya.

Aratuni menjelaskan, digitalisasi pengelolaan pajak ini harus ditunjang oleh tiga komponen IoT tersebut. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan pemahaman kepada wajib pajak untuk berlari kearah digitalisasi.

“Sebab dengan digitalisasi kita membangun kepercayaan masyarakat, karena masyarakat bisa melihat dengan real time berapa nominal pajak yang harus dibayar. Jadi masyarakat membayar sesuai struk yang tidak bisa dimanipulasi, karena by sistem,” sebutnya.
Menurut Aratuni, faktor-faktor penghambat wajib pajak untuk membayar pajak sebenarnya adalah trigger untuk digitalisasi. Ia menjelaskan, penghambat wajib pajak yang dimaksud adalah, menghindari pajak, pengelakan pajak dan melalaikan pajak.

Baca Juga :  PT SAP dan PT PAN Berbagi 780 Paket Sembako

“Kenapa pembayaran harus tepat waktu, karena pembiayaan pembangunan daerah salah satunya adalah dari pajak dan retribusi. Oleh sebab itu kami kerap mengimbau wajib pajak untuk tepat waktu membayar pajak. Dan dengan adanya digitalisasi ini juga adalah sebuah control by sistem. Jika menunggak maka pasti ketahuan disistem, sesuai peraturannya didenda 2 persen,” ulasnya.

Selain itu, tambah dia, dengan digitalisasi pengelolaan pajak, penghambat di BPPRD terkait SDM bisa diatasi. “Untuk melakukan penerimaan pajak hanya 58 orang disini, untuk mengurus Palangka Raya seluas ini, untuk PBB saja sudah 117 ribu, lalu dibuatlah digitalisasi yang tidak bisa dimanipulasi, sehingga penghambat ini bisa diatasi,” tuturnya. (kom/aza/ktk)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/