Senin, April 28, 2025
29.6 C
Palangkaraya

Keberlanjutan Industri Kelapa Sawit Merupakan Pilar Penting Ekonomi Nasional

 

JAKARTA-Asisten Deputi Bidang Pengembangan BUMN Usaha Manufaktur, Agro, Farmasi, dan Kesehatan, Kedeputian bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI Moch Edy Yusuf, menegaskan komitmen pemerintah dalam mendorong pengelolaan komoditas kelapa sawit yang berkelanjutan sebagai salah satu pilar penting perekonomian nasional.

Pernyataan itu dikutip Kalteng Pos saat memantau acara webinar Bincang dan Tanggap Sustainable Landscape Program Indonesia yang diselenggarakan oleh UNDP Indonesia bersama para mitra program lanskap berkelanjutan, baru-baru ini.

Dalam sambutannya, Edy Yusuf mengungkapkan bahwa sektor kelapa sawit telah memberikan kontribusi signifikan bagi negara.

Termasuk membuka jutaan lapangan kerja, mendukung perekonomian daerah, serta menekan angka kemiskinan.

Pemerintah, katanya, terus mendorong hilirisasi kelapa sawit sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029.

Selain itu, pemerintah juga tengah merancang Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) 2025–2029 sebagai tindak lanjut dari Inpres Nomor 6 Tahun 2019.

Baca Juga :  Bank Kalteng Siapkan Layanan Perbankan Petani

Edy Yusuf menambahkan bahwa sistem sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) juga sedang dalam proses penetapan. Namun, ia juga mengakui bahwa sektor kelapa sawit menghadapi sejumlah tantangan.

Di antaranya adalah indikasi tumpang tindih lahan dengan kawasan hutan, rendahnya tingkat sertifikasi ISPO pada perkebunan rakyat, dampak perubahan iklim terhadap produktivitas, serta belum optimalnya peremajaan sawit rakyat.

“Menanggapi berbagai tantangan tersebut, pemerintah tidak hanya mengeluarkan kebijakan strategis, tetapi juga menjalin kerja sama dengan negara-negara mitra,” ujarnya.

Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah melalui Sustainable Landscape Program Indonesia (SLPI), program bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Swiss melalui Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO), yang dilaksanakan bersama UNDP Indonesia dan sejumlah mitra pelaksana seperti Sustained Good Team, Musaik Inisiatif, LASR, dan SPLP di lima provinsi: Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Aceh, dan Riau.

Baca Juga :  Cetak Hattrick, PLN Kembali Raih Kinerja Keuangan Terbaik

Program ini telah berjalan sejak 2024 di sepuluh kabupaten. Sejumlah kegiatan lapangan yang dilakukan dinilai selaras dengan upaya pemerintah dalam pengelolaan sawit berkelanjutan dan mendukung program ketahanan pangan nasional.

Beberapa di antaranya mencakup pendampingan pemerintah daerah dalam penyusunan rencana aksi sawit berkelanjutan, pendampingan petani untuk mendapatkan sertifikasi ISPO dan RSPO, penguatan ekonomi lokal melalui budidaya tanaman pangan seperti bawang merah guna menjaga stabilitas inflasi, serta penyusunan Participatory Better Land Use Planning (PLUP) di tingkat desa.

“Penyusunan PLUP ini menjadi langkah inovatif yang mendukung tata kelola lanskap yang berkelanjutan dan partisipatif,” pungkas Edy Yusuf.(b/ram)

 

JAKARTA-Asisten Deputi Bidang Pengembangan BUMN Usaha Manufaktur, Agro, Farmasi, dan Kesehatan, Kedeputian bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha BUMN pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI Moch Edy Yusuf, menegaskan komitmen pemerintah dalam mendorong pengelolaan komoditas kelapa sawit yang berkelanjutan sebagai salah satu pilar penting perekonomian nasional.

Pernyataan itu dikutip Kalteng Pos saat memantau acara webinar Bincang dan Tanggap Sustainable Landscape Program Indonesia yang diselenggarakan oleh UNDP Indonesia bersama para mitra program lanskap berkelanjutan, baru-baru ini.

Dalam sambutannya, Edy Yusuf mengungkapkan bahwa sektor kelapa sawit telah memberikan kontribusi signifikan bagi negara.

Termasuk membuka jutaan lapangan kerja, mendukung perekonomian daerah, serta menekan angka kemiskinan.

Pemerintah, katanya, terus mendorong hilirisasi kelapa sawit sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029.

Selain itu, pemerintah juga tengah merancang Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) 2025–2029 sebagai tindak lanjut dari Inpres Nomor 6 Tahun 2019.

Baca Juga :  Bank Kalteng Siapkan Layanan Perbankan Petani

Edy Yusuf menambahkan bahwa sistem sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) juga sedang dalam proses penetapan. Namun, ia juga mengakui bahwa sektor kelapa sawit menghadapi sejumlah tantangan.

Di antaranya adalah indikasi tumpang tindih lahan dengan kawasan hutan, rendahnya tingkat sertifikasi ISPO pada perkebunan rakyat, dampak perubahan iklim terhadap produktivitas, serta belum optimalnya peremajaan sawit rakyat.

“Menanggapi berbagai tantangan tersebut, pemerintah tidak hanya mengeluarkan kebijakan strategis, tetapi juga menjalin kerja sama dengan negara-negara mitra,” ujarnya.

Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah melalui Sustainable Landscape Program Indonesia (SLPI), program bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Swiss melalui Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO), yang dilaksanakan bersama UNDP Indonesia dan sejumlah mitra pelaksana seperti Sustained Good Team, Musaik Inisiatif, LASR, dan SPLP di lima provinsi: Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Aceh, dan Riau.

Baca Juga :  Cetak Hattrick, PLN Kembali Raih Kinerja Keuangan Terbaik

Program ini telah berjalan sejak 2024 di sepuluh kabupaten. Sejumlah kegiatan lapangan yang dilakukan dinilai selaras dengan upaya pemerintah dalam pengelolaan sawit berkelanjutan dan mendukung program ketahanan pangan nasional.

Beberapa di antaranya mencakup pendampingan pemerintah daerah dalam penyusunan rencana aksi sawit berkelanjutan, pendampingan petani untuk mendapatkan sertifikasi ISPO dan RSPO, penguatan ekonomi lokal melalui budidaya tanaman pangan seperti bawang merah guna menjaga stabilitas inflasi, serta penyusunan Participatory Better Land Use Planning (PLUP) di tingkat desa.

“Penyusunan PLUP ini menjadi langkah inovatif yang mendukung tata kelola lanskap yang berkelanjutan dan partisipatif,” pungkas Edy Yusuf.(b/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/