Kamis, Juli 4, 2024
31.1 C
Palangkaraya

Terlalu, Dua Bersaudara Terlibat Korupsi Beras Milik Negara

PALANGKA RAYA- Sidang perdana kasus dugaan korupsi penjualan beras di PT Pertani (Persero) cabang Kalimantan Tengah (Kalteng) digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (1/12/2022) lalu. Mantan direktur perusahaan tersebut, Hubertus Telanjan dan Sekretaris Umum Koperasi Sunan Manyuru, Aloysius Kok  dihadirkan langsung di ruang  sidang oleh pihak jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Palangka Raya.

Sidang kasus korupsi ini sendiri dipimpin oleh hakim ketua majelis Erhammudin yang didampingi Hakim Adhoc Kusmat Tirta Sasmita, dan Muji Kartika Rahayu.

JPU Ananta Erwandhyaksa, dalam surat dakwaanya  menyatakan kedua terdakwa Hubertus Telanjan dan Aloysius Kok bertindak sendiri-sendiri maupun bekerja sama satu dengan yang lain diduga telah melakukan korupsi terkait penjualan beras dari PT Pertani (Persero) cabang Kalteng kepada pihak Koperasi Sunan Manyuru yang beralamat di Jalan Lintas Selatan, Desa Kedamin Hulu, kabupaten Putussibau, Kalimantan Barat  pada tahun 2016.

Pada Juni 2016 terdakwa Hubertus Telanjan yang pada saat itu menceritakan kepada Aloysius Kok bahwa di perusahaannya memiliki stok beras yang bisa dijual. Hubertus kemudian menawarkan kepada Aloysius yang juga saudaranya itu untuk membeli beras tersebut. Tetapi, Aloysius mengatakan dirinya tidak memiliki modal. Hurbertus kemudian menyarankan agar Aloysius membuat surat pemesanan beras terlebih dahulu.

“Pada 5 September 2016 Aloysius tanpa sepengetahuan saksi Moses Manyarang Putera selaku Ketua Koperasi Sunan Manyuru membuat surat pemesanan beras kepada PT Pertani (Persero) cabang Kalteng,” kata Ananta.

Pemesanan beras tersebut Aloysius menggunakan kop surat dan stempel atas nama Koperasi Sunan Manyuru. Setelah menerima surat pemesanan beras tersebut, Hubertus selanjutnya memerintahkan kepada anak buahnya untuk membuat surat pengiriman barang berupa beras sebanyak 23 ton. Akhirnya beras pesanan sebanyak 23 ton dengan nilai harga yang disebut jaksa mencapai Rp243.400.000.

Baca Juga :  Jangan Coba-coba Melakuan Penyelewengan Dana Desa

Meskipun beras pembelian pertama  tersebut belum dibayar lunas kepada PT Pertani cabang Kalteng, Aloysius dengan menggunakan kop surat dan stempel Koperasi Sunan Manyuru kembali membuat surat pemesanan beras yang baru.

Meskipun mengetahui beras pemesanan pertama yang dikirimkan kepada Aloysius belum dibayar, dan juga tidak ada jaminan untuk pemesanan beras yang kedua, Hubertus tetap menyuruh anak buahnya memproses surat pemesanan beras tersebut dan kemudian  mengirimkan kembali beras sebanyak 23 ton kepada Aloysius. Adapun nilai harga untuk pemesanan beras yang kedua ini mencapai nilai Rp 246.375.000,-.

Kejadian pemesanan dan pengiriman beras milik PT Pertani cabang Kalteng atas perintah Hubertus Telanjan kepada Aloysius kok tanpa ada pembayaran ini diketahui terjadi sebanyak 5 kali. Setiap kali pengiriman beras adalah sebanyak 23 ton dengan total jumlah pengiriman beras mencapai 115 ton.

“Semua beras yang diterima oleh Aloysius sudah habis dijual dan mendapatkan uang kurang lebih sebesar Rp917.894.500,” sebutnya.

Aloysius ternyata tidak menyetorkan uang penjualan beras yang didapat kepada pihak PT Pertani Cabang Kalteng melainkan malah menggunakannya untuk kepentingan pribadi.

Kasus korupsi penjualan beras ini kemudian terbongkar setelah adanya pemeriksaan internal dari Divisi Audit PT Pertani (Persero) Pusat kepada PT Pertani (Persero) cabang Kalteng April 2017.

Baca Juga :  Terlalu! Bukannya Ditolong, Barang Korban Kecelakaan Malah Digondol

“Dari hasil audit, ditemukan adanya piutang dagang penjualan beras sebanyak 115 ton yang bila dikalkulasikan mencapai nilai Rp1.225.375 .000,”ungkapnya.

Hubertus pun kemudian diperintahkan oleh pihak PT Pertani (Persero) Pusat untuk mempertanggung jawabkan dan mengembalikan uang penjualan beras tersebut. Namun, oerintah itu diabaikan.

“Negara telah dirugikan sebesar Rp1.225.375.000,” sebut Ananta.

Atas dakwaan JPU tersebut, kedua terdakwa melalui tim penasihat hukum yang dipimpin oleh Abdul Siddik menyatakan akan keberatan atas isi dakwaan tersebut. Siddik mengatakan pihaknya akan mengajukan nota eksepsi menanggapi dakwaan tersebut.

“Kami akan mengajukan eksepsi minta waktu untuk menyusun nota eksepsi yang mulia,” kata Abdul sidik kepada ketua majelis hakim, yang langsung dikabulkan.

Usai sidang, Siddik menyambung pernyataannya yang dilontarkan di ruang sidang. Ia menyebut dakwaan disusun secara prematur dan tidak cermat.

Selain itu tim penasihat hukum juga berpendapat kalau kewenangan pihak yang berwenang untuk mengadili  perkara Kasus korupsi ini bukan kewenangan pihak Pengadilan Tipikor Palangka Raya.

“Dalam kasus ini pengiriman beras itu bukan dari Palangka Raya tetapi dari daerah seperti Banyuwangi , Sumatera dan Sulawesi langsung ke Pontianak. Beras itu yang dianggap kerugian negara terjadi di Pontianak,” ujar Siddik yang memastikan pihaknya menjadikan hal tersebut sebagai materi keberatan dalam eksepsi mereka mendatang.(sja/ram)

 

 

 

 

PALANGKA RAYA- Sidang perdana kasus dugaan korupsi penjualan beras di PT Pertani (Persero) cabang Kalimantan Tengah (Kalteng) digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (1/12/2022) lalu. Mantan direktur perusahaan tersebut, Hubertus Telanjan dan Sekretaris Umum Koperasi Sunan Manyuru, Aloysius Kok  dihadirkan langsung di ruang  sidang oleh pihak jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Palangka Raya.

Sidang kasus korupsi ini sendiri dipimpin oleh hakim ketua majelis Erhammudin yang didampingi Hakim Adhoc Kusmat Tirta Sasmita, dan Muji Kartika Rahayu.

JPU Ananta Erwandhyaksa, dalam surat dakwaanya  menyatakan kedua terdakwa Hubertus Telanjan dan Aloysius Kok bertindak sendiri-sendiri maupun bekerja sama satu dengan yang lain diduga telah melakukan korupsi terkait penjualan beras dari PT Pertani (Persero) cabang Kalteng kepada pihak Koperasi Sunan Manyuru yang beralamat di Jalan Lintas Selatan, Desa Kedamin Hulu, kabupaten Putussibau, Kalimantan Barat  pada tahun 2016.

Pada Juni 2016 terdakwa Hubertus Telanjan yang pada saat itu menceritakan kepada Aloysius Kok bahwa di perusahaannya memiliki stok beras yang bisa dijual. Hubertus kemudian menawarkan kepada Aloysius yang juga saudaranya itu untuk membeli beras tersebut. Tetapi, Aloysius mengatakan dirinya tidak memiliki modal. Hurbertus kemudian menyarankan agar Aloysius membuat surat pemesanan beras terlebih dahulu.

“Pada 5 September 2016 Aloysius tanpa sepengetahuan saksi Moses Manyarang Putera selaku Ketua Koperasi Sunan Manyuru membuat surat pemesanan beras kepada PT Pertani (Persero) cabang Kalteng,” kata Ananta.

Pemesanan beras tersebut Aloysius menggunakan kop surat dan stempel atas nama Koperasi Sunan Manyuru. Setelah menerima surat pemesanan beras tersebut, Hubertus selanjutnya memerintahkan kepada anak buahnya untuk membuat surat pengiriman barang berupa beras sebanyak 23 ton. Akhirnya beras pesanan sebanyak 23 ton dengan nilai harga yang disebut jaksa mencapai Rp243.400.000.

Baca Juga :  Jangan Coba-coba Melakuan Penyelewengan Dana Desa

Meskipun beras pembelian pertama  tersebut belum dibayar lunas kepada PT Pertani cabang Kalteng, Aloysius dengan menggunakan kop surat dan stempel Koperasi Sunan Manyuru kembali membuat surat pemesanan beras yang baru.

Meskipun mengetahui beras pemesanan pertama yang dikirimkan kepada Aloysius belum dibayar, dan juga tidak ada jaminan untuk pemesanan beras yang kedua, Hubertus tetap menyuruh anak buahnya memproses surat pemesanan beras tersebut dan kemudian  mengirimkan kembali beras sebanyak 23 ton kepada Aloysius. Adapun nilai harga untuk pemesanan beras yang kedua ini mencapai nilai Rp 246.375.000,-.

Kejadian pemesanan dan pengiriman beras milik PT Pertani cabang Kalteng atas perintah Hubertus Telanjan kepada Aloysius kok tanpa ada pembayaran ini diketahui terjadi sebanyak 5 kali. Setiap kali pengiriman beras adalah sebanyak 23 ton dengan total jumlah pengiriman beras mencapai 115 ton.

“Semua beras yang diterima oleh Aloysius sudah habis dijual dan mendapatkan uang kurang lebih sebesar Rp917.894.500,” sebutnya.

Aloysius ternyata tidak menyetorkan uang penjualan beras yang didapat kepada pihak PT Pertani Cabang Kalteng melainkan malah menggunakannya untuk kepentingan pribadi.

Kasus korupsi penjualan beras ini kemudian terbongkar setelah adanya pemeriksaan internal dari Divisi Audit PT Pertani (Persero) Pusat kepada PT Pertani (Persero) cabang Kalteng April 2017.

Baca Juga :  Terlalu! Bukannya Ditolong, Barang Korban Kecelakaan Malah Digondol

“Dari hasil audit, ditemukan adanya piutang dagang penjualan beras sebanyak 115 ton yang bila dikalkulasikan mencapai nilai Rp1.225.375 .000,”ungkapnya.

Hubertus pun kemudian diperintahkan oleh pihak PT Pertani (Persero) Pusat untuk mempertanggung jawabkan dan mengembalikan uang penjualan beras tersebut. Namun, oerintah itu diabaikan.

“Negara telah dirugikan sebesar Rp1.225.375.000,” sebut Ananta.

Atas dakwaan JPU tersebut, kedua terdakwa melalui tim penasihat hukum yang dipimpin oleh Abdul Siddik menyatakan akan keberatan atas isi dakwaan tersebut. Siddik mengatakan pihaknya akan mengajukan nota eksepsi menanggapi dakwaan tersebut.

“Kami akan mengajukan eksepsi minta waktu untuk menyusun nota eksepsi yang mulia,” kata Abdul sidik kepada ketua majelis hakim, yang langsung dikabulkan.

Usai sidang, Siddik menyambung pernyataannya yang dilontarkan di ruang sidang. Ia menyebut dakwaan disusun secara prematur dan tidak cermat.

Selain itu tim penasihat hukum juga berpendapat kalau kewenangan pihak yang berwenang untuk mengadili  perkara Kasus korupsi ini bukan kewenangan pihak Pengadilan Tipikor Palangka Raya.

“Dalam kasus ini pengiriman beras itu bukan dari Palangka Raya tetapi dari daerah seperti Banyuwangi , Sumatera dan Sulawesi langsung ke Pontianak. Beras itu yang dianggap kerugian negara terjadi di Pontianak,” ujar Siddik yang memastikan pihaknya menjadikan hal tersebut sebagai materi keberatan dalam eksepsi mereka mendatang.(sja/ram)

 

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/