Minggu, Oktober 6, 2024
23.3 C
Palangkaraya

Empat Perkara Diselesaikan dengan Keadilan Restoratif

PALANGKA RAYA-Rabu (03/11/2021) Pukul 07.30 Wib Kejaksaan Negeri Palangka Raya dan Kejaksaan Negeri Barito Timur melaksanakan ekspose Permohonan Persetujuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang dilaksanakan secara virtual dengan Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.

Ekspose Permohonan Persetujuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) terhadap 4 (empat) perkara yang berasal dari Kejaksaan Negeri Palangka Raya sebanyak 3 (tiga) perkara yaitu pertama perkara atas nama Joni Rahman melanggar Pasal 362 KUHP, kedua perkara atas nama Ganda Maruli Tua Sihombing melanggar Pasal 372 KUHP dan ketiga perkara atas nama Thomson Manggasa melanggar Pasal 362 KUHP.

Sedangkan untuk Kejaksaan Negeri Barito Timur sebanyak 1 (satu) perkara yaitu Perkara atas nama Gusta melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.

Untuk hasil ekspose keseluruhannya, pada pokoknya Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujui permohonan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) terhadap 4 (empat) perkara tersebut.

Baca Juga :  Kejati Kalteng Menuju WBK dan WBBM

Kejaksaan Negeri (Kejari) Barito Timur (Bartim) melakukan pemberhentian penuntutan kasus penganiayaan. Hal tersebut setelah melaksanakan ekspose perkara secara virtual melalui zoom meeting dihadapan Jaksa Agung Muda Kejaksaan Agung, Rabu (3/11).

Kajari Bartim Daniel Panannangan beserta staf tindak pidana umum mengehentikan penuntutan berdasarkan keadilan restorative sesuai dengan Perja Nomor 15/ 2020 tentang penghentian penuntutan dengan tersangka Gusta Alias Pak Ata yang melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

“Kesimpulan dari ekspose perkara tersebut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum sependapat dengan Kepala Kejaksaan Negeri Barito Timur untuk mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) terhadap perkara,” melalui Kasi Intel Kejari Bartim, Angga Saputra diwawancarai Kalteng Pos.

Baca Juga :  Kejagung: Laporan Erick Thohir Momentum Perbaiki BUMN

Angga menjelaskan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sehingga penghentian penuntutan bisa dilakukan. Yakni, ulas dia, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 Tahun.

Kemudian, tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp. 2.500.000,-.

“Tersangka dan korban juga sudah melakukan perdamaian dan tidak akan menuntut secara hukum. Antara tersangka dan korban adalah keluarga hubungannya antara paman dan keponakan sehingga berjanji tidak mengulangi perbuatan begitu sebaliknya,” ucapnya.

Menurut Angga, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dengan berasaskan keadilan,

kepentingan umum dan proporsional. Selain itu, tambah dia, pidana sebagai jalan terakhir serta retoratif justice diambil sebagai langkah cepat, sederhana, serta dengan biaya ringan. (log/ala)

PALANGKA RAYA-Rabu (03/11/2021) Pukul 07.30 Wib Kejaksaan Negeri Palangka Raya dan Kejaksaan Negeri Barito Timur melaksanakan ekspose Permohonan Persetujuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang dilaksanakan secara virtual dengan Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah.

Ekspose Permohonan Persetujuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) terhadap 4 (empat) perkara yang berasal dari Kejaksaan Negeri Palangka Raya sebanyak 3 (tiga) perkara yaitu pertama perkara atas nama Joni Rahman melanggar Pasal 362 KUHP, kedua perkara atas nama Ganda Maruli Tua Sihombing melanggar Pasal 372 KUHP dan ketiga perkara atas nama Thomson Manggasa melanggar Pasal 362 KUHP.

Sedangkan untuk Kejaksaan Negeri Barito Timur sebanyak 1 (satu) perkara yaitu Perkara atas nama Gusta melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.

Untuk hasil ekspose keseluruhannya, pada pokoknya Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujui permohonan persetujuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) terhadap 4 (empat) perkara tersebut.

Baca Juga :  Kejati Kalteng Menuju WBK dan WBBM

Kejaksaan Negeri (Kejari) Barito Timur (Bartim) melakukan pemberhentian penuntutan kasus penganiayaan. Hal tersebut setelah melaksanakan ekspose perkara secara virtual melalui zoom meeting dihadapan Jaksa Agung Muda Kejaksaan Agung, Rabu (3/11).

Kajari Bartim Daniel Panannangan beserta staf tindak pidana umum mengehentikan penuntutan berdasarkan keadilan restorative sesuai dengan Perja Nomor 15/ 2020 tentang penghentian penuntutan dengan tersangka Gusta Alias Pak Ata yang melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

“Kesimpulan dari ekspose perkara tersebut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum sependapat dengan Kepala Kejaksaan Negeri Barito Timur untuk mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) terhadap perkara,” melalui Kasi Intel Kejari Bartim, Angga Saputra diwawancarai Kalteng Pos.

Baca Juga :  Kejagung: Laporan Erick Thohir Momentum Perbaiki BUMN

Angga menjelaskan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sehingga penghentian penuntutan bisa dilakukan. Yakni, ulas dia, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 Tahun.

Kemudian, tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp. 2.500.000,-.

“Tersangka dan korban juga sudah melakukan perdamaian dan tidak akan menuntut secara hukum. Antara tersangka dan korban adalah keluarga hubungannya antara paman dan keponakan sehingga berjanji tidak mengulangi perbuatan begitu sebaliknya,” ucapnya.

Menurut Angga, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dengan berasaskan keadilan,

kepentingan umum dan proporsional. Selain itu, tambah dia, pidana sebagai jalan terakhir serta retoratif justice diambil sebagai langkah cepat, sederhana, serta dengan biaya ringan. (log/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/