SAMPIT- Tokoh masyarakat Kotim Supriadi mengatakan, sejauh ini Pemkab dan DPRD Kotim masih terlihat pasif dalam penanggulangan pascapenertiban terhadap perusahaan perkebunan dan koperasi plasma.
Ucapan itu ditenggarai potensi munculnya dampak sosial dan ekonomi akibat sikap tegas Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menyita lahan perkebunan yang dinilai merambah hutan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) wajib diwaspadai.
Terutama terhadap masyarakat terdampak apabila tak ada antisipasi dari pemerintah daerah.
”Saya menilai memang pasif sekali. Yang lebih lucu, pejabat kita ini berkomentar hanya mendukung langkah dan upaya penertiban, tetapi tidak ada langkah pascapenertiban. Ini untuk mengantisipasi adanya gejolak hingga PHK kepada tenaga kerja,” katanya.
Menurutnya, mustahil penertiban tidak menimbulkan gejolak setelahnya. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh sawit bisa saja terjadi. Selain itu, masyarakat yang kehilangan plasma dari koperasi yang bermitra dengan perusahaan perkebunan juga akan terdampak.
”Saya sudah sampaikan ke teman di DPRD Kotim, harus ada aksi konkret. Di antaranya, mulai menginventarisasi PBS dan karyawan yang berpotensi terjadi dampak. Coba ditanya ke pejabat kita ini, apa solusinya? Pasti gak bisa jawab,”ujarnya.
“Bahkan, data PBS dan areal yang sudah ditertibkan pun bisa tidak tahu, padahal pemda harus tahu hal itu untuk menentukan langkah-langkah nyata,” tegasnya.
Mantan Wakil Ketua DPRD Kotim ini menyarankan agar pemerintah daerah segera menghadap pemerintah pusat dan menyampaikan potensi yang terjadi setelah penertiban dan adanya hak masyarakat yang turut dalam sitaan.
Pemerintah pusat harus diberikan gambaran, karena mereka di Jakarta tidak semuanya paham dengan kondisi masing-masing daerah akibat dari penertiban ini.
“Untuk hak masyarakat akan ada solusi dan negara tidak mungkin sewenang-wenang menghilangkan hak warganya, karena dampaknya pasti kepada ekonomi anggota koperasi kebun plasma,” jelasnya dikutip dari Radar Sampit, Grup Kalteng Pos, Jawa Pos Grup.
Bupati Kotim Halikinnor sebelumnya telah memastikan penyitaan lahan sawit tidak akan berdampak negatif terhadap karyawan. Penertiban hanya merupakan pergantian manajemen tanpa ada PHK.
”Karyawan tidak perlu khawatir. Ini hanya pergantian pengelola, bukan penutupan operasional. Hak-hak pekerja tetap dijamin,” ujar Halikinnor, Selasa (18/3/2025) lalu.
Lahan hasil penertiban akan diserahkan kepada BUMN, yakni PT Agrinas Palma Nusantara untuk dikelola secara resmi.
Pemerintah hanya mengambil alih manajemen pengelolaan yang sebelumnya dilakukan oleh perusahaan, koperasi, atau perorangan yang tidak memiliki izin sah.
Halikinnor juga mengingatkan warga untuk tidak melakukan aksi penjarahan terhadap lahan yang telah disita.
”Ini milik negara dan akan dijaga oleh TNI-Polri. Masyarakat diharapkan tidak mengambil tindakan yang melanggar hukum,” katanya.(jpc)