Jumat, November 22, 2024
25.1 C
Palangkaraya

PBS Wajib Bangun Plasma, Pemda Didorong Terbitkan Aturan

PALANGKA RAYA-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya telah merilis sejumlah kasus yang termaktub dalam catatan tahunan. Salah satu permasalahan yang disorot adalah nasib masyarakat di wilayah kerja perusahaan besar swasta (PBS) yang dinilai belum sejahtera. Padahal PBS punya tanggung jawab memberdayakan masyarakat yang tinggal di daerah sekitar perusahaan. Salah satunya melalui kewajiban membangun kebun plasma.

Direktur LBH Palangka Raya Aryo Wibowo Waluyo mengatakan, selama ini pihaknya melihat banyak tuntutan masyarakat terkait plasma. Sehingga pada momentum Hari Tani Nasional pada September 2022 lalu, LBH pernah mengeluarkan rilis berjudul Lemahnya Peran Pemerintah dalam Persoalan Plasma PBS di Kalteng.

“Memang keadaan itu (tuntutan membangun plasma, red) kami nilai wajar, karena petani Kalteng telah kehilangan tanahnya. Kami berpandangan sudah saatnya plasma dikembalikan ke masyarakat Kalimantan Tengah. Plasma merupakan bagian dari tanah rakyat yang dirampas oleh PBS melalui izin yang dikeluarkan pemerintah,” kata Aryo Wibowo Waluyo, Selasa (10/1).

Baca Juga :  KNPI Diminta Lebih Bersinergi dengan Pemerintah

Karena itulah, lanjut Aryo, dalam hal ini tidak salah jika masyarakat Kalteng menuntut plasma, dalam artian lain masyarakat menuntut kembali hak atas tanah mereka. Aryo menyebut, letak keruwetan plasma terjadi karena tidak tegas dan seriusnya pemerintah daerah (pemda) mewajibkan PBS dalam memberikan plasma dari kebun inti kepada masyarakat.

“Kuncinya di situ. Suatu pandangan yang sangat keliru jika lahan plasma tersebut berasal dari tanah rakyat dan bukan dari kebun inti PBS, karena tanah mana lagi milik rakyat yang akan dijadikan plasma. Sehingga yang tepat kewajiban plasma oleh PBS itu dari lahan inti mereka yang telah mendapat izin dari pemerintah,” jelasnya.

Bertepatan dengan Hari Tani Nasional, Aryo mengatakan pihak LBH Palangka Raya telah mendesak pemda untuk segera menerbitkan aturan mengenai plasma. PBS wajib memberikan plasma kepada petani sekitar dari kebun inti perusahaan.

Baca Juga :  Bupati Gunung Mas Apresiasi PT BMB Memenuhi Plasma untuk Masyarakat

Aryo mengaku pernyataan pihaknya soal lemahnya peran pemerintah yang abai dan hanya membuat janji manis dalam persoalan plasma, bukannya tanpa alasan. “Kami merujuk kepada Peraturan Daerah Nomot 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan,” tuturnya.

Dikatakannya, perlu penegasan soal kewajiban membangun kebun masyarakat sekitar daerah perkebunan perusahaan, paling rendah seluas 20 persen dari total luas area kebun perusahaan. Pasal 18 ayat (3) seringkali diabaikan oleh penerima izin, atau pengusaha lebih memilih pasal 18 ayat (5)  yang menyebut kewajiban membangun kebun dapat berasal dari lahan masyarakat sendiri atau lahan lain yang jelas status kepemilikannya. “Inilah yang menjadi polemik yang tidak pernah terselesaikan hingga kini,” tandasnya. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya telah merilis sejumlah kasus yang termaktub dalam catatan tahunan. Salah satu permasalahan yang disorot adalah nasib masyarakat di wilayah kerja perusahaan besar swasta (PBS) yang dinilai belum sejahtera. Padahal PBS punya tanggung jawab memberdayakan masyarakat yang tinggal di daerah sekitar perusahaan. Salah satunya melalui kewajiban membangun kebun plasma.

Direktur LBH Palangka Raya Aryo Wibowo Waluyo mengatakan, selama ini pihaknya melihat banyak tuntutan masyarakat terkait plasma. Sehingga pada momentum Hari Tani Nasional pada September 2022 lalu, LBH pernah mengeluarkan rilis berjudul Lemahnya Peran Pemerintah dalam Persoalan Plasma PBS di Kalteng.

“Memang keadaan itu (tuntutan membangun plasma, red) kami nilai wajar, karena petani Kalteng telah kehilangan tanahnya. Kami berpandangan sudah saatnya plasma dikembalikan ke masyarakat Kalimantan Tengah. Plasma merupakan bagian dari tanah rakyat yang dirampas oleh PBS melalui izin yang dikeluarkan pemerintah,” kata Aryo Wibowo Waluyo, Selasa (10/1).

Baca Juga :  KNPI Diminta Lebih Bersinergi dengan Pemerintah

Karena itulah, lanjut Aryo, dalam hal ini tidak salah jika masyarakat Kalteng menuntut plasma, dalam artian lain masyarakat menuntut kembali hak atas tanah mereka. Aryo menyebut, letak keruwetan plasma terjadi karena tidak tegas dan seriusnya pemerintah daerah (pemda) mewajibkan PBS dalam memberikan plasma dari kebun inti kepada masyarakat.

“Kuncinya di situ. Suatu pandangan yang sangat keliru jika lahan plasma tersebut berasal dari tanah rakyat dan bukan dari kebun inti PBS, karena tanah mana lagi milik rakyat yang akan dijadikan plasma. Sehingga yang tepat kewajiban plasma oleh PBS itu dari lahan inti mereka yang telah mendapat izin dari pemerintah,” jelasnya.

Bertepatan dengan Hari Tani Nasional, Aryo mengatakan pihak LBH Palangka Raya telah mendesak pemda untuk segera menerbitkan aturan mengenai plasma. PBS wajib memberikan plasma kepada petani sekitar dari kebun inti perusahaan.

Baca Juga :  Bupati Gunung Mas Apresiasi PT BMB Memenuhi Plasma untuk Masyarakat

Aryo mengaku pernyataan pihaknya soal lemahnya peran pemerintah yang abai dan hanya membuat janji manis dalam persoalan plasma, bukannya tanpa alasan. “Kami merujuk kepada Peraturan Daerah Nomot 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan,” tuturnya.

Dikatakannya, perlu penegasan soal kewajiban membangun kebun masyarakat sekitar daerah perkebunan perusahaan, paling rendah seluas 20 persen dari total luas area kebun perusahaan. Pasal 18 ayat (3) seringkali diabaikan oleh penerima izin, atau pengusaha lebih memilih pasal 18 ayat (5)  yang menyebut kewajiban membangun kebun dapat berasal dari lahan masyarakat sendiri atau lahan lain yang jelas status kepemilikannya. “Inilah yang menjadi polemik yang tidak pernah terselesaikan hingga kini,” tandasnya. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/