Rabu, Mei 28, 2025
28.2 C
Palangkaraya

Pernikahan Dini Picu Risiko Kematian Ibu dan Bayi: “Tubuh Mereka Belum Siap”

PERNIKAHAN dini tak hanya mengorbankan masa depan pendidikan anak, tapi juga membawa ancaman serius bagi kesehatan remaja, terutama perempuan.

Para ahli kesehatan mengingatkan bahwa tubuh remaja belum sepenuhnya matang untuk menghadapi kehamilan dan persalinan.

“Remaja usia 13–17 tahun belum memiliki panggul yang cukup berkembang. Ini meningkatkan risiko komplikasi seperti preeklamsia, pendarahan, hingga kematian ibu dan bayi,” ujar dr. Rina Fauziah, SpOG, dokter spesialis kandungan dari RSUD Bogor.

Data WHO menunjukkan bahwa anak perempuan berusia di bawah 18 tahun memiliki kemungkinan lima kali lebih tinggi untuk mengalami komplikasi kehamilan dibandingkan perempuan dewasa.

Di Indonesia, angka kematian ibu remaja masih mengkhawatirkan, terutama di daerah dengan angka pernikahan dini yang tinggi seperti Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah.

Baca Juga :  Jangan Khawatir Gendut Usai Lebaran 

Selain itu, kurangnya edukasi tentang kesehatan reproduksi membuat para pengantin remaja cenderung tidak siap secara fisik maupun pengetahuan dasar soal kehamilan sehat.

“Mereka datang ke klinik dalam kondisi lemas, kekurangan gizi, dan baru sadar hamil setelah usia kehamilan masuk trimester kedua,” ucap dr. Rina.

Pakar meminta pemerintah dan tokoh masyarakat untuk memperkuat edukasi reproduksi di sekolah dan menekan budaya yang masih memaklumi pernikahan anak sebagai “solusi” kemiskinan atau tekanan sosial.(*afa)

PERNIKAHAN dini tak hanya mengorbankan masa depan pendidikan anak, tapi juga membawa ancaman serius bagi kesehatan remaja, terutama perempuan.

Para ahli kesehatan mengingatkan bahwa tubuh remaja belum sepenuhnya matang untuk menghadapi kehamilan dan persalinan.

“Remaja usia 13–17 tahun belum memiliki panggul yang cukup berkembang. Ini meningkatkan risiko komplikasi seperti preeklamsia, pendarahan, hingga kematian ibu dan bayi,” ujar dr. Rina Fauziah, SpOG, dokter spesialis kandungan dari RSUD Bogor.

Data WHO menunjukkan bahwa anak perempuan berusia di bawah 18 tahun memiliki kemungkinan lima kali lebih tinggi untuk mengalami komplikasi kehamilan dibandingkan perempuan dewasa.

Di Indonesia, angka kematian ibu remaja masih mengkhawatirkan, terutama di daerah dengan angka pernikahan dini yang tinggi seperti Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah.

Baca Juga :  Jangan Khawatir Gendut Usai Lebaran 

Selain itu, kurangnya edukasi tentang kesehatan reproduksi membuat para pengantin remaja cenderung tidak siap secara fisik maupun pengetahuan dasar soal kehamilan sehat.

“Mereka datang ke klinik dalam kondisi lemas, kekurangan gizi, dan baru sadar hamil setelah usia kehamilan masuk trimester kedua,” ucap dr. Rina.

Pakar meminta pemerintah dan tokoh masyarakat untuk memperkuat edukasi reproduksi di sekolah dan menekan budaya yang masih memaklumi pernikahan anak sebagai “solusi” kemiskinan atau tekanan sosial.(*afa)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/