Sabtu, November 2, 2024
23.9 C
Palangkaraya

Deteksi Dini Sindrom Cornelia de Lange dengan Data Genomik

JAKARTA-Sindrom Cornelia de Lange (CdLS) adalah kondisi genetik langka yang muncul sejak lahir. Tanda umumnya adalah perbedaan fisik, intelektual, dan perilaku. Anak-anak dengan CdLS biasanya memiliki berat badan lahir rendah, ukuran dan tinggi badan lebih kecil, dan lingkar kepala lebih kecil atau mikrosefali.

Berkat kemajuan teknologi sains-medis, saat ini kelainan genetik langka itu bisa dideteksi sejak dini. Salah satunya dengan pendekatan diagnostik molekuler berupa penggunaan data genomik.

Data genomik adalah istilah yang mencakup semua hal yang memperhitungkan semua DNA dalam genom seseorang atau organisme, baik gen yang mengkode protein maupun daerah yang tidak mengkode. Genomik mempelajari bagaimana gen diekspresikan dan interaksi antara berbagai gen.

Terobosan itu merupakan hasil kolaborasi Yayasan Sindrom Cornelia Indonesia (YSCI) bersama PT Asa Ren Global Nusantara, perusahaan kesehatan berbasis artificial intelligence dalam basis data kliniko-genomik. Dimulai sejak 2023, proyek bermetode whole genome sequencing (WGS) untuk mendiagnosis CdLS ini adalah yang pertama di Indonesia.

“Amat penting mengumpulkan data genetik dan klinis guna mengidentifikasi dan memahami CdLS lebih mendalam, karena banyak pasien sering salah didiagnosis sebagai autisme atau stunting,” kata Sekretaris YSCI Dian Kurniati.

Baca Juga :  Kolaborasi Posyandu, Alfamart dan Cussons Indonesia untuk 10.000 Ibu dan Balita

Nantinya, temuan ini dibagikan kepada semua peserta studi, kemudian hasil WGS akan digabung dengan laporan 360 DNA dari PT Asa Ren. Harapannya, dari sana pasien dapat menerima program personal yang akurat dan terukur, mencakup suplemen medis hingga rekomendasi perubahan gaya hidup dari klinisi.

Di sisi lain, informasi dari sampel DNA dan data klinis tersebut diharapkan bisa membantu ilmuwan dan ahli genetika memahami CdLS lebih mendalam hingga melahirkan solusi konkret seperti obat pada masa depan. Studi ini pun dapat membantu memberikan diagnosis pada penyakit genetik langka seperti CdLS. Juga membuka jalan memahami penyakit genetik langka, serta memfasilitasi pengembangan alat diagnostik dan terapi.

“Kami juga berharap tes genomik ini dapat menguji lebih banyak anak ke depannya. Sebab, masih ada pasien CdLS yang sulit dijangkau di seluruh Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa. Masih banyak pasien CdLS yang belum terdiagnosis akibat berbagai gejala, yang hanya dapat dikonfirmasi melalui tes genetik,” kata Dian.

Baca Juga :  Digital Subtraction Angiography Layanan Terbaru di RSUD dr Doris Sylvanus

Terobosan itu juga diapresiasi oleh pemerintah. “Ini bukan soal sedikit atau banyak, tetapi bagaimana kita memasukkan kepentingan kita dalam skema-skema pemerintahan. Saya ingin memastikan kita memiliki landasan kuat pada layanan sosial, ekonomi, dan kesehatan, termasuk asuransi kesehatan bagi warga negara,” ujar Staf Khusus Deputi V Presiden Bidang Isu Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan HAM Strategis Sunarman Sukamto.

Sementara itu, Chief Executive Officer Asa Ren Aloysius Liang, sangat gembira atas kolaborasi pemanfaatan teknologi WGS untuk mengungkap kondisi langka dan kompleks seperti CdLS.

“Pencapaian ini menandai hal penting bagi komunitas CdLS dan bidang diagnostik pada umumnya. Kami mengundang rekan-rekan yayasan bekerja sama dengan Asa Ren dalam mengeksplorasi dasar genetik penyakit lain sehingga mendorong hasil pasien lebih baik,” ujarnya.

“Melalui upaya penelitian berkelanjutan, kami berkomitmen mempercepat penemuan obat, menyesuaikan perawatan yang dipersonalisasi, dan memberikan dukungan penelitian penting, yang pada akhirnya mengubah kehidupan,” tutupnya. (dls/aza)

JAKARTA-Sindrom Cornelia de Lange (CdLS) adalah kondisi genetik langka yang muncul sejak lahir. Tanda umumnya adalah perbedaan fisik, intelektual, dan perilaku. Anak-anak dengan CdLS biasanya memiliki berat badan lahir rendah, ukuran dan tinggi badan lebih kecil, dan lingkar kepala lebih kecil atau mikrosefali.

Berkat kemajuan teknologi sains-medis, saat ini kelainan genetik langka itu bisa dideteksi sejak dini. Salah satunya dengan pendekatan diagnostik molekuler berupa penggunaan data genomik.

Data genomik adalah istilah yang mencakup semua hal yang memperhitungkan semua DNA dalam genom seseorang atau organisme, baik gen yang mengkode protein maupun daerah yang tidak mengkode. Genomik mempelajari bagaimana gen diekspresikan dan interaksi antara berbagai gen.

Terobosan itu merupakan hasil kolaborasi Yayasan Sindrom Cornelia Indonesia (YSCI) bersama PT Asa Ren Global Nusantara, perusahaan kesehatan berbasis artificial intelligence dalam basis data kliniko-genomik. Dimulai sejak 2023, proyek bermetode whole genome sequencing (WGS) untuk mendiagnosis CdLS ini adalah yang pertama di Indonesia.

“Amat penting mengumpulkan data genetik dan klinis guna mengidentifikasi dan memahami CdLS lebih mendalam, karena banyak pasien sering salah didiagnosis sebagai autisme atau stunting,” kata Sekretaris YSCI Dian Kurniati.

Baca Juga :  Kolaborasi Posyandu, Alfamart dan Cussons Indonesia untuk 10.000 Ibu dan Balita

Nantinya, temuan ini dibagikan kepada semua peserta studi, kemudian hasil WGS akan digabung dengan laporan 360 DNA dari PT Asa Ren. Harapannya, dari sana pasien dapat menerima program personal yang akurat dan terukur, mencakup suplemen medis hingga rekomendasi perubahan gaya hidup dari klinisi.

Di sisi lain, informasi dari sampel DNA dan data klinis tersebut diharapkan bisa membantu ilmuwan dan ahli genetika memahami CdLS lebih mendalam hingga melahirkan solusi konkret seperti obat pada masa depan. Studi ini pun dapat membantu memberikan diagnosis pada penyakit genetik langka seperti CdLS. Juga membuka jalan memahami penyakit genetik langka, serta memfasilitasi pengembangan alat diagnostik dan terapi.

“Kami juga berharap tes genomik ini dapat menguji lebih banyak anak ke depannya. Sebab, masih ada pasien CdLS yang sulit dijangkau di seluruh Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa. Masih banyak pasien CdLS yang belum terdiagnosis akibat berbagai gejala, yang hanya dapat dikonfirmasi melalui tes genetik,” kata Dian.

Baca Juga :  Digital Subtraction Angiography Layanan Terbaru di RSUD dr Doris Sylvanus

Terobosan itu juga diapresiasi oleh pemerintah. “Ini bukan soal sedikit atau banyak, tetapi bagaimana kita memasukkan kepentingan kita dalam skema-skema pemerintahan. Saya ingin memastikan kita memiliki landasan kuat pada layanan sosial, ekonomi, dan kesehatan, termasuk asuransi kesehatan bagi warga negara,” ujar Staf Khusus Deputi V Presiden Bidang Isu Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan HAM Strategis Sunarman Sukamto.

Sementara itu, Chief Executive Officer Asa Ren Aloysius Liang, sangat gembira atas kolaborasi pemanfaatan teknologi WGS untuk mengungkap kondisi langka dan kompleks seperti CdLS.

“Pencapaian ini menandai hal penting bagi komunitas CdLS dan bidang diagnostik pada umumnya. Kami mengundang rekan-rekan yayasan bekerja sama dengan Asa Ren dalam mengeksplorasi dasar genetik penyakit lain sehingga mendorong hasil pasien lebih baik,” ujarnya.

“Melalui upaya penelitian berkelanjutan, kami berkomitmen mempercepat penemuan obat, menyesuaikan perawatan yang dipersonalisasi, dan memberikan dukungan penelitian penting, yang pada akhirnya mengubah kehidupan,” tutupnya. (dls/aza)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/