PALANGKA RAYA– Tidak dapat dipungkiri, jika globalisasi membawa dampak positif dari segi ekonomi, politik dan kemudahan interaksi. Meski memberi dampak positif, globalisasi juga memberi dampak negatif terhadap penggunaan bahasa daerah yang sejatinya mencerminkan budaya dan bahasa bangsa Indonesia.
“Masuknya bahasa asing melalui berbagai macam media membuat bahasa daerah menjadi terpinggirkan. Dengan begitu penggunaannya sudah mulai luntur dengan drastis,” kata anggota Komisi I DPRD Kalimantan Tengah Hj Rusita Irma kepada Kalteng.co, Rabu (6/10).
Wakil rakyat yang membidangi hukum, pemerintahan dan keuangan ini menilai, lunturnya bahasa daerah disebabkan oleh beberapa faktor. Seperti lingkungan keluarga, penggunaan bahasa dalam pendidikan, serta kurangnya menciptakan generasi muda untuk berbahasa daerah.
“Dalam lingkungan keluarga contohnya, orangtua cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari dengan keluarga dan anak-anaknya. Penggunaan bahasa daerah justru tidak digunakan dan diajarkan kepada anak-anaknya. Ini menjadi salah satu penyebab bahasa daerah terpinggirkan,” tegas Rusita Irma.
Wakil rakyat asal dapil V Kalteng yang meliputi Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau ini menegaskan, adanya stigma bahasa daerah adalah bahasa kuno dan kampungan harus dihilangkan. Semua harus menyadari, jika warisan budaya luhur ini wajib untuk dilestarikan.
“Penggunaan bahasa Indonesia dan menguasai bahasa asing memang tidak ada salahnya. Karena kebutuhan dunia kerja yang berdaya saing global dan mengharuskan menguasai berbagai bahasa,” ungkapnya.
Meski demikian, tambahnya, bukan berati penggunaan bahasa daerah harus dilupakan, yang notabene merupakan bahasa daerah sendiri. Tapi harus tetap dilestarikan.
“Mari sama-sama kita lestarikan bahasa daerah dengan menggunakannya dari lingkup keluarga di samping bahasa nasional dan bahasa asing,” tutup politikus perempuan dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kalteng ini. (pra/ens)