Rabu, April 30, 2025
33.4 C
Palangkaraya

Akademisi Dukung Larangan Wisuda dan Study Tour  Diterapkan di Kalteng

 

PALANGKA RAYA—Kebijakan larangan pelaksanaan wisuda dan study tour bagi siswa TK, SD, SMP, dan SMA/K yang tengah dibahas di Provinsi Jawa Barat menuai beragam tanggapan.

Wacana ini mencuat sebagai bentuk respons atas banyaknya keluhan masyarakat mengenai biaya tinggi yang harus dikeluarkan untuk kegiatan tersebut, terutama oleh orang tua dari kalangan menengah ke bawah.

Jika kebijakan serupa diterapkan di Kalimantan Tengah (Kalteng), akademisi dari Universitas PGRI Palangka Raya (UPPR) menyatakan dukungannya, dengan sejumlah catatan penting.

 

Wakil Rektor I UPPR, Dr. Dhanu Pitoyo, M.Si., menilai kebijakan ini sebagai langkah positif apabila benar-benar bertujuan untuk meringankan beban finansial masyarakat, khususnya mereka yang ekonominya terbatas.

 

“Saya memahami jika kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban finansial, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah. Jika kebijakan ini berlaku di Kalimantan Tengah, saya mendukung langkah tersebut dengan catatan perlu adanya program pengganti yang tetap menghargai prestasi siswa serta memberikan pengalaman belajar di luar kelas,” ujar Dhanu saat diwawancarai Kalteng Pos.

 

Menurutnya, wisuda dan study tour di jenjang pendidikan dasar hingga menengah bukanlah kegiatan yang wajib. Meski demikian, kedua kegiatan tersebut dapat memberikan dampak psikologis yang positif, seperti rasa pencapaian, kebanggaan, dan motivasi bagi para siswa.

 

“Esensinya, masa TK sampai SMA harus lebih mengutamakan proses pembinaan kepribadian dan mentalitas anak-anak. Wisuda dan study tour bukan keharusan, namun memang bisa memberi makna emosional,” jelasnya.

 

Lebih lanjut, Dhanu menekankan perlunya alternatif kegiatan yang tetap menjunjung nilai edukatif dan sosial, tanpa menimbulkan beban biaya tinggi. Ia mencontohkan kegiatan seperti berkemah di lingkungan sekolah, yang bisa diisi dengan aktivitas pembelajaran, kerja sama tim, dan interaksi sosial antarsiswa.

 

“Banyak kegiatan yang bisa menjadi alternatif wisuda dan study tour. Misalnya, kegiatan berkemah yang edukatif dan bersifat sosial. Ini bisa menciptakan momen kebersamaan dan kenangan tanpa harus menyewa gedung atau bepergian jauh,” imbuhnya.

 

Ia juga menyoroti pentingnya peran pemerintah daerah dan dinas pendidikan dalam merancang dan menyediakan program-program pengganti yang tetap mendukung pengembangan karakter siswa.

Menurutnya, perlu ada panduan yang jelas bagi sekolah dalam menyusun kegiatan penghargaan siswa yang kreatif, edukatif, dan terjangkau.

 

“Sekolah perlu didorong untuk lebih kreatif dalam menciptakan momen penghargaan dan pengalaman belajar yang membangun. Pemerintah daerah juga perlu memberi arahan serta melibatkan orang tua dan masyarakat dalam merancang kegiatan ini,” kata Dhanu.

 

Baca Juga :  Lagi, Buaya di Sebangau Kuala Terkam Warga

Dirinya juga menyampaikan dengan menekankan pentingnya sosialisasi yang menyeluruh agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.

 

“Yang perlu ditekankan adalah bahwa yang ditiadakan itu biaya tinggi yang tidak esensial, bukan penghargaan atas capaian siswa. Sosialisasi harus dilakukan secara menyeluruh agar semua pihak memahami tujuan utamanya,” pungkasnya.

 

Dhanu berharap jika kebijakan tersebut diberlakukan di Kalimantan Tengah, maka pelaksanaannya harus tetap memperhatikan aspek edukatif dan keadilan ekonomi bagi seluruh pihak.

 

Merespon mengenai maraknya tradisi perpisahan sekolah, Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur (Disdik Kotim) memilih jalur berbeda. Alih-alih merayakan kelulusan dengan toga dan panggung mewah, Disdik justru mengajak para sekolah untuk merayakannya dengan hal sederhana.

 

Melalui Surat Edaran Nomor 420/253/DISDIK-1/2025, Disdik Kotim secara resmi melarang seluruh sekolah tingkat TK, SD, dan SMP menggelar seremoni wisuda. Kebijakan ini berlaku serentak menjelang akhir tahun ajaran 2024/2025 dan menegaskan pula larangan terhadap pungutan liar (pungli) dalam bentuk apapun.

 

“Kami ingin mengembalikan semangat pendidikan pada nilai-nilai yang lebih substansial, bukan seremonial. Kelulusan bukan ajang pamer, tapi momen refleksi,” kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kotim, Muhammad Irfansyah, Kamis (17/4/2025).

 

Sebagai pengganti seremoni wisuda yang selama ini umum digelar bahkan di tingkat TK dan PAUD, Disdik menyarankan kegiatan sederhana seperti pelepasan dasi atau topi sekolah sebagai simbol perpisahan. Irfansyah menegaskan, larangan ini sejalan dengan aturan dari pusat.

 

“Surat edaran dari Kemendikbud Ristek sudah keluar sejak 2023. Jadi tidak ada alasan lagi bagi sekolah untuk melanjutkan tradisi ini, apalagi sampai menarik biaya dari orang tua,” jelasnya.

 

Meski demikian, pihaknya masih menerima laporan sejumlah sekolah yang mencoba mengajukan izin menggelar wisuda dengan dalih telah memesan atribut toga. Bahkan, beberapa beralasan sekadar untuk keperluan dokumentasi.

 

“Kami tidak ingin ada kebingungan di tengah masyarakat. Wisuda itu untuk perguruan tinggi, bukan untuk jenjang dasar. Kalau dibiarkan, nanti anak-anak menganggap itu hal wajib di tiap kelulusan,” ujarnya.

 

Lebih jauh, Irfansyah juga menyoroti maraknya praktik pungli yang kerap muncul menjelang masa penerimaan murid baru. Ia mengimbau masyarakat berani melapor jika merasa dirugikan.

 

“Jika ada pungutan yang tidak sesuai, segera laporkan. Kami sudah bekerja sama dengan Tim Saber Pungli Polres Kotim. Sanksinya jelas dan tegas,” tandasnya.

 

Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada regulasi resmi yang diterbitkan terkait pengaturan kegiatan tersebut.

Baca Juga :  2.268 Dukungan untuk Bidan Sean

 

Pernyataan ini disampaikan oleh Wali Kota Palangka Raya, Fairid Naparin melalui Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kota Palangka Raya, Arbert Tombak.

“Regulasi belum kami terbitkan. Namun kami tetap mengacu pada arahan Presiden Republik Indonesia untuk menekan pengeluaran yang bersifat pemborosan anggaran,” ujar Arbert di Kantor Wali Kota Palangka Raya, Senin (29/4).

 

Meski demikian, Arbert menjelaskan bahwa kegiatan perpisahan yang dilaksanakan secara swadaya dan tidak membebani pihak sekolah maupun siswa, dapat saja dilakukan.

 

Namun, ia menegaskan bahwa Pemko tidak menganjurkan perpisahan yang berpotensi membebani orang tua siswa secara finansial.

“Selama tidak menimbulkan risiko bagi anak-anak dan tidak menyusahkan pihak sekolah, silakan saja. Tetapi jika justru memberatkan orang tua atau wali siswa, maka kegiatan seperti ini kurang kami rekomendasikan,” tegasnya.

 

Kebijakan ini, lanjut Arbert, sejalan dengan semangat efisiensi anggaran yang sedang digencarkan oleh pemerintah, khususnya untuk kegiatan yang tidak langsung menyentuh kepentingan masyarakat luas.

 

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya, Jayani melalui Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya, Aprae Vico Manan menegaskan sekolah negeri, tidak diperbolehkan membebankan biaya perpisahan kepada orang tua siswa.

 

Vico menekankan bahwa meskipun pelaksanaan acara perpisahan diizinkan, sekolah tidak boleh melakukan pungutan dalam bentuk apapun kepada orang tua.

“Saya tegaskan, pihak sekolah negeri tidak boleh membebankan. Maksud dari membebankan ialah, sekolah tidak boleh memungut biaya satu rupiah pun kepada orang tua,” tegasnya.

 

Kebijakan ini diambil sebagai refleksi dari pengalaman tahun 2023, di mana banyak laporan dari orang tua siswa yang mengeluhkan anak mereka tidak diperbolehkan mengikuti acara perpisahan lantaran tidak mampu membayar biaya yang ditentukan.

“Ijazah tetap diberikan kepada anak-anak. Karena dalam regulasi, tidak boleh menahan ijazah. Tetapi orang tua mengeluh karena anak-anaknya tidak diperkenankan ikut acara perpisahan,” lanjut Vico.

 

Lebih jauh, Vico juga menyoroti perihal uang komite. Ia menegaskan bahwa sekolah tidak berhak menetapkan nominal tertentu dalam sumbangan komite.

“Ini sama halnya dengan uang komite. Sekolah tidak boleh menetapkan jumlah. Karena sifatnya adalah sumbangan, bukan pungutan wajib,” imbuhnya.

 

Untuk mengatur lebih rinci, Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya berencana mengeluarkan surat edaran kepada seluruh sekolah dalam waktu dekat. Surat edaran tersebut akan mengatur regulasi pelaksanaan acara perpisahan, termasuk mengenai lokasi kegiatan.

“Regulasi masih kami susun dan akan dikeluarkan pada awal bulan Mei, tepatnya di minggu pertama,” pungkasnya. (ovi/mif/ham/ala)

 

PALANGKA RAYA—Kebijakan larangan pelaksanaan wisuda dan study tour bagi siswa TK, SD, SMP, dan SMA/K yang tengah dibahas di Provinsi Jawa Barat menuai beragam tanggapan.

Wacana ini mencuat sebagai bentuk respons atas banyaknya keluhan masyarakat mengenai biaya tinggi yang harus dikeluarkan untuk kegiatan tersebut, terutama oleh orang tua dari kalangan menengah ke bawah.

Jika kebijakan serupa diterapkan di Kalimantan Tengah (Kalteng), akademisi dari Universitas PGRI Palangka Raya (UPPR) menyatakan dukungannya, dengan sejumlah catatan penting.

 

Wakil Rektor I UPPR, Dr. Dhanu Pitoyo, M.Si., menilai kebijakan ini sebagai langkah positif apabila benar-benar bertujuan untuk meringankan beban finansial masyarakat, khususnya mereka yang ekonominya terbatas.

 

“Saya memahami jika kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban finansial, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah. Jika kebijakan ini berlaku di Kalimantan Tengah, saya mendukung langkah tersebut dengan catatan perlu adanya program pengganti yang tetap menghargai prestasi siswa serta memberikan pengalaman belajar di luar kelas,” ujar Dhanu saat diwawancarai Kalteng Pos.

 

Menurutnya, wisuda dan study tour di jenjang pendidikan dasar hingga menengah bukanlah kegiatan yang wajib. Meski demikian, kedua kegiatan tersebut dapat memberikan dampak psikologis yang positif, seperti rasa pencapaian, kebanggaan, dan motivasi bagi para siswa.

 

“Esensinya, masa TK sampai SMA harus lebih mengutamakan proses pembinaan kepribadian dan mentalitas anak-anak. Wisuda dan study tour bukan keharusan, namun memang bisa memberi makna emosional,” jelasnya.

 

Lebih lanjut, Dhanu menekankan perlunya alternatif kegiatan yang tetap menjunjung nilai edukatif dan sosial, tanpa menimbulkan beban biaya tinggi. Ia mencontohkan kegiatan seperti berkemah di lingkungan sekolah, yang bisa diisi dengan aktivitas pembelajaran, kerja sama tim, dan interaksi sosial antarsiswa.

 

“Banyak kegiatan yang bisa menjadi alternatif wisuda dan study tour. Misalnya, kegiatan berkemah yang edukatif dan bersifat sosial. Ini bisa menciptakan momen kebersamaan dan kenangan tanpa harus menyewa gedung atau bepergian jauh,” imbuhnya.

 

Ia juga menyoroti pentingnya peran pemerintah daerah dan dinas pendidikan dalam merancang dan menyediakan program-program pengganti yang tetap mendukung pengembangan karakter siswa.

Menurutnya, perlu ada panduan yang jelas bagi sekolah dalam menyusun kegiatan penghargaan siswa yang kreatif, edukatif, dan terjangkau.

 

“Sekolah perlu didorong untuk lebih kreatif dalam menciptakan momen penghargaan dan pengalaman belajar yang membangun. Pemerintah daerah juga perlu memberi arahan serta melibatkan orang tua dan masyarakat dalam merancang kegiatan ini,” kata Dhanu.

 

Baca Juga :  Lagi, Buaya di Sebangau Kuala Terkam Warga

Dirinya juga menyampaikan dengan menekankan pentingnya sosialisasi yang menyeluruh agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat.

 

“Yang perlu ditekankan adalah bahwa yang ditiadakan itu biaya tinggi yang tidak esensial, bukan penghargaan atas capaian siswa. Sosialisasi harus dilakukan secara menyeluruh agar semua pihak memahami tujuan utamanya,” pungkasnya.

 

Dhanu berharap jika kebijakan tersebut diberlakukan di Kalimantan Tengah, maka pelaksanaannya harus tetap memperhatikan aspek edukatif dan keadilan ekonomi bagi seluruh pihak.

 

Merespon mengenai maraknya tradisi perpisahan sekolah, Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur (Disdik Kotim) memilih jalur berbeda. Alih-alih merayakan kelulusan dengan toga dan panggung mewah, Disdik justru mengajak para sekolah untuk merayakannya dengan hal sederhana.

 

Melalui Surat Edaran Nomor 420/253/DISDIK-1/2025, Disdik Kotim secara resmi melarang seluruh sekolah tingkat TK, SD, dan SMP menggelar seremoni wisuda. Kebijakan ini berlaku serentak menjelang akhir tahun ajaran 2024/2025 dan menegaskan pula larangan terhadap pungutan liar (pungli) dalam bentuk apapun.

 

“Kami ingin mengembalikan semangat pendidikan pada nilai-nilai yang lebih substansial, bukan seremonial. Kelulusan bukan ajang pamer, tapi momen refleksi,” kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kotim, Muhammad Irfansyah, Kamis (17/4/2025).

 

Sebagai pengganti seremoni wisuda yang selama ini umum digelar bahkan di tingkat TK dan PAUD, Disdik menyarankan kegiatan sederhana seperti pelepasan dasi atau topi sekolah sebagai simbol perpisahan. Irfansyah menegaskan, larangan ini sejalan dengan aturan dari pusat.

 

“Surat edaran dari Kemendikbud Ristek sudah keluar sejak 2023. Jadi tidak ada alasan lagi bagi sekolah untuk melanjutkan tradisi ini, apalagi sampai menarik biaya dari orang tua,” jelasnya.

 

Meski demikian, pihaknya masih menerima laporan sejumlah sekolah yang mencoba mengajukan izin menggelar wisuda dengan dalih telah memesan atribut toga. Bahkan, beberapa beralasan sekadar untuk keperluan dokumentasi.

 

“Kami tidak ingin ada kebingungan di tengah masyarakat. Wisuda itu untuk perguruan tinggi, bukan untuk jenjang dasar. Kalau dibiarkan, nanti anak-anak menganggap itu hal wajib di tiap kelulusan,” ujarnya.

 

Lebih jauh, Irfansyah juga menyoroti maraknya praktik pungli yang kerap muncul menjelang masa penerimaan murid baru. Ia mengimbau masyarakat berani melapor jika merasa dirugikan.

 

“Jika ada pungutan yang tidak sesuai, segera laporkan. Kami sudah bekerja sama dengan Tim Saber Pungli Polres Kotim. Sanksinya jelas dan tegas,” tandasnya.

 

Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada regulasi resmi yang diterbitkan terkait pengaturan kegiatan tersebut.

Baca Juga :  2.268 Dukungan untuk Bidan Sean

 

Pernyataan ini disampaikan oleh Wali Kota Palangka Raya, Fairid Naparin melalui Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kota Palangka Raya, Arbert Tombak.

“Regulasi belum kami terbitkan. Namun kami tetap mengacu pada arahan Presiden Republik Indonesia untuk menekan pengeluaran yang bersifat pemborosan anggaran,” ujar Arbert di Kantor Wali Kota Palangka Raya, Senin (29/4).

 

Meski demikian, Arbert menjelaskan bahwa kegiatan perpisahan yang dilaksanakan secara swadaya dan tidak membebani pihak sekolah maupun siswa, dapat saja dilakukan.

 

Namun, ia menegaskan bahwa Pemko tidak menganjurkan perpisahan yang berpotensi membebani orang tua siswa secara finansial.

“Selama tidak menimbulkan risiko bagi anak-anak dan tidak menyusahkan pihak sekolah, silakan saja. Tetapi jika justru memberatkan orang tua atau wali siswa, maka kegiatan seperti ini kurang kami rekomendasikan,” tegasnya.

 

Kebijakan ini, lanjut Arbert, sejalan dengan semangat efisiensi anggaran yang sedang digencarkan oleh pemerintah, khususnya untuk kegiatan yang tidak langsung menyentuh kepentingan masyarakat luas.

 

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya, Jayani melalui Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya, Aprae Vico Manan menegaskan sekolah negeri, tidak diperbolehkan membebankan biaya perpisahan kepada orang tua siswa.

 

Vico menekankan bahwa meskipun pelaksanaan acara perpisahan diizinkan, sekolah tidak boleh melakukan pungutan dalam bentuk apapun kepada orang tua.

“Saya tegaskan, pihak sekolah negeri tidak boleh membebankan. Maksud dari membebankan ialah, sekolah tidak boleh memungut biaya satu rupiah pun kepada orang tua,” tegasnya.

 

Kebijakan ini diambil sebagai refleksi dari pengalaman tahun 2023, di mana banyak laporan dari orang tua siswa yang mengeluhkan anak mereka tidak diperbolehkan mengikuti acara perpisahan lantaran tidak mampu membayar biaya yang ditentukan.

“Ijazah tetap diberikan kepada anak-anak. Karena dalam regulasi, tidak boleh menahan ijazah. Tetapi orang tua mengeluh karena anak-anaknya tidak diperkenankan ikut acara perpisahan,” lanjut Vico.

 

Lebih jauh, Vico juga menyoroti perihal uang komite. Ia menegaskan bahwa sekolah tidak berhak menetapkan nominal tertentu dalam sumbangan komite.

“Ini sama halnya dengan uang komite. Sekolah tidak boleh menetapkan jumlah. Karena sifatnya adalah sumbangan, bukan pungutan wajib,” imbuhnya.

 

Untuk mengatur lebih rinci, Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya berencana mengeluarkan surat edaran kepada seluruh sekolah dalam waktu dekat. Surat edaran tersebut akan mengatur regulasi pelaksanaan acara perpisahan, termasuk mengenai lokasi kegiatan.

“Regulasi masih kami susun dan akan dikeluarkan pada awal bulan Mei, tepatnya di minggu pertama,” pungkasnya. (ovi/mif/ham/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/