PALANGKA RAYA–Jagung bakar menjadi salah satu menu favorit masyarakat dalam perayaan malam pergantian tahun. Ini telah menjadi cara masyarakat merayakan sukacita bersama keluarga, kerabat, dan rekan. Jagung sebagai bahan utama dalam tradisi ini kaya akan berbagai nutrisi penting bagi kesehatan tubuh.
Menjelang tahun baru, permintaan terhadap tanaman serealia dari famili rumput-rumputan (Poaceae) ini melonjak, terutama dari para petani lokal.
Mama Ana, seorang petani jagung di Tangkiling, bersama suaminya, Budi, telah berkebun jagung selama puluhan tahun. Menjelang tahun baru kali ini, mereka telah menerima pesanan sebanyak 1.000 buah jagung dari pengepul yang akan dijual di kawasan Bukit Rawi.
“Jagung kami panen setiap dua bulan sekali. Puji Tuhan, meski banyak petani lain yang gagal panen karena penyakit, kami masih bisa memanen lebih dari 5.000 jagung kali untuk tahun baru ini,” ujarnya, Minggu (29/12).
Jagung yang ditanam Mama Ana adalah jenis eksotis yang memiliki rasa manis alami. Dengan lahan yang cukup luas, mereka mampu menanam hingga enam bungkus bibit jagung, di mana setiap bungkus menghasilkan sekitar 1.700 buah jagung. Bibit jagung diperoleh dari pemasok di Palangka Raya atau Tangkiling.
“Pengepul biasanya langsung datang ke kebun untuk membeli hasil panen kami, jadi kami tidak perlu memasarkan sendiri. Menjelang tahun baru, kami juga memotong jagung dengan tangkai agar lebih mudah dipegang saat dibakar,” tambahnya.
Harga jagung yang dijual pun berbeda antara hari biasa dan menjelang tahun baru.
“Kalau tahun baru, harga per biji Rp4 ribu. Sedangkan di hari biasa, kami jual per kilogram dengan harga Rp7 ribu,” jelas Mama Ana.
Sementara itu, Ratna, petani sekaligus pedagang jagung lainnya, juga merasakan lonjakan permintaan menjelang malam tahun baru. Ia menjual jagung baik di kebun maupun di kios miliknya yang berada di tepi jalan Tjilik Riwut, Tangkiling.
“Harga jagung eceran biasanya Rp40 ribu hingga Rp50 ribu per ikat, tergantung ukuran. Satu ikat berisi sepuluh buah jagung. Untuk pembelian partai besar, pengepul membayar dengan harga Rp35 ribu hingga Rp45 ribu per ikat,” katanya, Minggu (29/12).
Namun, tahun ini Ratna menghadapi tantangan akibat cuaca buruk yang menyebabkan gagal panen.
“Jumlah panen dari kebun kami sedikit sekali, jadi kami harus membeli jagung dari petani lain di sekitar Tangkiling,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, permintaan jagung meningkat drastis menjelang tahun baru. Ratna mengungkapkan, penjualan bisa mencapai lebih dari 1.000 buah jagung selama perayaan. Lokasi kios yang strategis di jalan lintas turut mendongkrak penjualan.
“Menjelang malam tahun baru, jagung biasanya dipanen mendadak untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Masyarakat umumnya lebih memilih jagung segar yang baru dipetik karena rasanya lebih manis dan cocok untuk dibakar. Keuntungan kami bisa mencapai 50 persen dari penjualan,” ungkap Ratna.
Oleh sebab itu, tradisi membakar jagung ini telah menjadi simbol kebersamaan dalam menyambut tahun baru, menjadikan jagung sebagai komoditas yang tidak pernah sepi peminat. Seakan, jagung menjadi menu wajib yang ada saat malam pergantian tahun.
Sementara itu, meski Kota Palangka Raya terus diguyur hujan, sektor pertanian masyarakat tetap berjalan normal. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Palangka Raya, Sugianto, memastikan bahwa musim hujan saat ini tidak berdampak signifikan pada lahan pertanian.
“Musim tanam berlangsung dari Oktober hingga Maret. Hujan tidak terlalu berdampak terhadap tanaman, kecuali jika terjadi banjir di lahan pertanian,” ujarnya saat dihubungi Kalteng Pos, Jumat (27/12).
Diketahui awal Desember lalu, sekitar 25 hektar lahan pertanian di Kelurahan Kalampangan sempat terendam banjir. Namun, kondisi tersebut kini sudah pulih, dan petani mulai kembali menanam, khususnya tanaman hortikultura seperti sawi dan kangkung.
Meskipun demikian, potensi banjir masih mengintai di daerah Kelurahan Bereng Bengkel, terutama di bantaran sungai. Namun, para petani telah mempelajari pola musim dan menyesuaikan jadwal tanam mereka untuk mengantisipasi potensi banjir.
“Petani sudah bisa memprediksi musim hujan, sehingga mereka tinggal mengatur waktu tanam saja,” tambahnya.
Sugianto juga menjelaskan bahwa tanaman jangka panjang seperti cabai dan jagung tidak terpengaruh signifikan oleh musim hujan. Kecuali jika tanaman tersebut baru berusia satu atau dua minggu dan terendam air. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman.
“Kami pastikan musim hujan saat ini tidak menjadi hambatan bagi komoditas pangan, selama tidak ada banjir,” tegasnya.
Untuk mendukung para petani, DPKP Kota Palangka Raya telah menyiapkan penyuluh yang terus mendampingi petani di lapangan. Penyuluh ini berperan aktif dalam memberikan bimbingan, termasuk mengatur jadwal tanam untuk mencegah kerugian akibat banjir.
“Kami selalu berkomunikasi dengan petani. Jika ada lahan yang terendam, kami sebagai pihak terkait akan membantu mencari solusi,” tegasnya sembarik menyebut dengan pendampingan yang optimal, para petani di Palangka Raya kini dapat kembali berproduksi, memastikan kebutuhan pangan masyarakat tetap terpenuhi meski musim hujan terus berlangsung. (ovi/ham/ala)