Jumat, November 22, 2024
24.6 C
Palangkaraya

Z Muchtar, Pencipta Ratusan Lagu Dangdut Asal Kalimantan (2) 

Menguasai Beberapa Alat Musik, Memudakannya Merangkai Nada

Bakat Z Muchtar dalam merangkai nada dimulai sejak 1972 saat menempuh pendidikan di Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim). Kala itu ia masih berusia 20 tahun. Di Kota Pahlawan inilah Z Muchtar bertemu banyak seniman berbaka. Kepiawaiannya merangkai nada, mengubah kata menjadi lirik, dan menentukan garpu tala kian terasah.  

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

TAK hanya sejak kuliah, rupanya ketertarikan Z Muchtar menekuni seni mencipta lagu telah lahir sejak duduk di bangku pendidikan dasar. Kepiawaian Muchtar mencipta lagu merupakan “kawin silang” dari bakat mengenal nada dan hobi mendengar musik dangdut. Meski aksen bicara Muchtar kental dengan logat Martapura, sedikit-sedikit terdengar celetukan ngapak dengan aksen Jawa Timur yang renyah terdengar.

Ayah beranak lima itu mengatakan, setelah lulus pendidikan sekolah menengah atas (SMA) di kampung halamannya, ia melanjutkan kuliah keguruan di Surabaya. Sebelum tahun 1973 yang merupakan debutnya dalam mencipta lagu, rupanya sebelum itu ia sudah mengenal dunia musik, meski bukan pada tahap praktik.

Muchtar mengungkapkan sebelum terjun secara penuh ke dunia seni cipta musik di tahun 1973, ia sering mendengar musik India. Dengan mendengarkan lagu-lagu Bollywood, Z Muchtar mulai melakukan improvisasi nada sembari merangkai lirik. Kendati tak punya basic sekolah musik, tapi dari rutinitas itu, keterampilan Muchtar dalam mencipta lagu makin terasah. Ia punya bakat yang luar biasa dalam mengenal nada.

“Lagu India itu kan musiknya musik dangdut ya, itu yang saya sering dengar, selesai mendengarkan, saya coba pahami pola-pola nada, sesekali mencipta nada dan merangkai lirik sendiri,” ungkapnya.

Kegemaran Muchtar mendengarkan musik dangdut muncul sejak usia remaja. Masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya, Martapura, cukup menggandrungi jenis musik dangdut dan gemaran menonton film India. Tidak terkecuali dengan Muchtar. Tak ayal, jenis musik yang merupakan perpaduan musik Melayu, India, dan Arab itu menjadi akrab di telinga pria yang berulang tahun tiap tanggal 25 Oktober itu. “Dengar musik-musik India, lalu akrab di telinga, dari situ sempat kepikiran untuk jadi musisi,” tuturnya.

Pria kelahiran tahun 1954 itu memang sempat berpikir untuk menjadi musisi. Bakat mengenal nada yang ia miliki cukup memudahkannya dalam memainkan berbagai jenis alat musik. Seperti gitar, piano, keyboard, dan tabla.

“Karena saya sudah akrab dengan nada-nada dasar, memudahkan saya untuk langsung bisa memainkan beberapa alat musik,” ucapnya.

Namun kepercayaan diri Muchtar seketika sirna saat melihat ada banyak musisi yang jauh lebih hebat darinya. Keinginan untuk menjadi musisi pun langsung hilang. Ia memutuskan untuk menjadi penulis lagu, alih-alih musisi yang menyanyikan lagu.

Baca Juga :  Pemkab Mendukung Event Musik di Kobar

“Telanjur minder, waktu saya di Surabaya melihat ada banyak orang yang pandai bermain musik, jauh melebihi saya, membuat saya langsung minder dan memilih menjadi penulis lagu saja, saya kira itu lebih cocok untuk saya,” bebernya.

Muchtar mengaku, menjadi penulis lagu merupakan profesi yang cocok untuknya. Keterampilannya dalam mengenal nada serta insting yang baik untuk menyesuaikan lirik-lirik lagu sesuai bentuk nada yang ia ciptakan, mendorongnya untuk tak berpikir panjang melabuhkan karier dalam seni mencipta lagu.

Bukanlah hal yang mengherankan jika Muchtar memiliki keterampilan mumpuni dalam mengenal nada-nada. Pasalnya, sudah sejak kecil ia mengagumi dunia musik teori. Waktu duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar, ia sangat kagum dengan partitur musik yang diajarkan oleh guru seninya. Sejak itulah muncul rasa penasaran yang tinggi untuk menciptakan sebuah musik berdasarkan nada-nada dasar yang telah dipelajari. Tertarik membuat komposisi musik dari nada-nada yang ia pahami.

“Waktu itu kami lagi belajar seni musik, saya ingat sekali waktu guru saya menulis bentuk-bentuk nada dalam gambar partitur musik, masing-masing bagian nada pada gambar partitur mengeluarkan nada yang khas, nada itu dilantunkan oleh guru saya dengan baik, sejak itulah saya penasaran, bagaimana sih cara membuat musik,” kenang Muchtar.

Putra dari pasangan Darham dan Kumala ini makin penasaran dengan dunia musik. Lembaran-lembaran buku sekolahnya dipenuhi nada-nada hasil gubahannya. Terselip rasa kagum yang terlihat dari raut wajah Muchtar tatkala menceritakan kisah awal dirinya mengenal partitur musik.

“Kalau saya baca nada yang saya gubah sambil saya dendangkan, maka terciptalah apa yang sekarang kita namakan dengan musik itu. Jujur, saat awal saya mengenal cara membuat komposisi musik, saya kagum sekali karena bisa menulis nada, lalu tulisan itu saya dendangkan,” ungkapnya.

Semenjak mengenal cara menggubah musik, menulis dan merangkai nada menjadi rutinitasnya sehari-hari. Tak terhitung sudah berapa banyak kertas yang dihabiskan untuk menulis komposisi. Sembari menjalani rutinitas menciptakan nada, Muchtar juga sering mendengar musik dangdut dan qasidah. Itulah yang membuat pikirannya terlintas untuk menciptakan lagu. Tak hanya sebatas membuat komposisi, tapi Muchtar juga menambahkan lirik dalam komposisi itu. “Komposisi yang sudah saya buat, kemudian saya bikin liriknya, lalu saya cocokkan lirik itu ke komposisi yang sudah dibuat,” bebernya.

Baca Juga :  “Dengan Menjadi Seorang Dokter, Saya Bisa Menolong Sesama”

Menciptakan lagu pun menjadi hobi Muchtar sejak saat itu. Tiap hari menggubah komposisi dan nada. Tahun 1973, lagu pertamanya masuk dapur rekaman. Kala itu dinyanyikan oleh artis lokal Surabaya. Sebelum sukses melahirkan lagu pertama, Muchtar mengaku sudah digodok oleh seniman-seniman ulung asal Kota Pahlawan itu.

Sembari kuliah, ia terus mengasah bakatnya. Konsistensi dalam mengasah bakat itu kemudian mempertemukannya dengan banyak seniman hebat. Dari musisi, pencipta lagu, hingga musisi yang merangkap jadi pencipta lagu. Tinggal di Surabaya menyediakan banyak kesempatan bagi Muchtar muda untuk mengasah bakat dengan belajar dari banyak seniman andal. Akses yang mudah ke dapur rekaman, membuat ia makin bersemangat.

“Waktu itu saya banyak belajar dari seniman di sana (Surabaya, red), saya perhatikan gubahan lagu mereka, dari komposisi sampai lirik hingga pola-pola nada unik yang mereka gunakan, saya belajar banyak hal dari mereka,” kenangnya.

Lingkungan yang mendukung membuat Muchtar makin semangat menghasilkan karya. Jadi lebih produktif menulis lagu. Inspirasi terus muncul ke kepalanya. Saat sementara makan, saat ingin tidur, saat buang air, ataupun aktivitas lainnya, jika bait lagu atau komposisi musik berdendang di kepalanya, aktivitas apapun langsung dihentikannya, lalu bergegas menyalurkan inspirasi yang datang itu.

“Inspirasi yang datang seketika tidak bisa dibiarkan, kalau mendadak datang, dalam rutinitas apapun, saya selalu berusaha untuk segera menuliskannya, karena kalau tidak begitu, bisa hilang lagi,” tuturnya.

Hingga kini kebiasaan menulis inspirasi yang terlintas di kepalanya masih dipertahankan. Tak heran pada usianya yang sudah tujuh dekade lebih, saat rambut sudah memutih dan kerutan di wajah makin jelas terlihat, produktivitas menciptakan lagu tak pernah padam. Sampai saat ini Muchtar masih aktif menggubah lagu.

Kini pencipta lagu Kabar dan Dosa itu pun memikirkan filosofi yang lebih mendalam di usianya yang sudah senja. Filosofi itu adalah filosofi kebermanfaatan. Jamak dipahami sebagai idealisme seseorang untuk memberi manfaat dari kemampuan yang ia miliki kepada orang banyak. Itu pula yang dipikirkan Muchtar. Tak hanya berpikir untuk diri sendiri, tapi bagaimana cara memberdayakan seniman dan musisi lokal agar bisa go nasional. Karena itulah Muchtar sempat melontarkan beberapa kritik membangun, agar musisi dan seniman lokal lainnya dapat bersaing di level nasional. (*/bersambung/ce/ala)

Bakat Z Muchtar dalam merangkai nada dimulai sejak 1972 saat menempuh pendidikan di Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim). Kala itu ia masih berusia 20 tahun. Di Kota Pahlawan inilah Z Muchtar bertemu banyak seniman berbaka. Kepiawaiannya merangkai nada, mengubah kata menjadi lirik, dan menentukan garpu tala kian terasah.  

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

TAK hanya sejak kuliah, rupanya ketertarikan Z Muchtar menekuni seni mencipta lagu telah lahir sejak duduk di bangku pendidikan dasar. Kepiawaian Muchtar mencipta lagu merupakan “kawin silang” dari bakat mengenal nada dan hobi mendengar musik dangdut. Meski aksen bicara Muchtar kental dengan logat Martapura, sedikit-sedikit terdengar celetukan ngapak dengan aksen Jawa Timur yang renyah terdengar.

Ayah beranak lima itu mengatakan, setelah lulus pendidikan sekolah menengah atas (SMA) di kampung halamannya, ia melanjutkan kuliah keguruan di Surabaya. Sebelum tahun 1973 yang merupakan debutnya dalam mencipta lagu, rupanya sebelum itu ia sudah mengenal dunia musik, meski bukan pada tahap praktik.

Muchtar mengungkapkan sebelum terjun secara penuh ke dunia seni cipta musik di tahun 1973, ia sering mendengar musik India. Dengan mendengarkan lagu-lagu Bollywood, Z Muchtar mulai melakukan improvisasi nada sembari merangkai lirik. Kendati tak punya basic sekolah musik, tapi dari rutinitas itu, keterampilan Muchtar dalam mencipta lagu makin terasah. Ia punya bakat yang luar biasa dalam mengenal nada.

“Lagu India itu kan musiknya musik dangdut ya, itu yang saya sering dengar, selesai mendengarkan, saya coba pahami pola-pola nada, sesekali mencipta nada dan merangkai lirik sendiri,” ungkapnya.

Kegemaran Muchtar mendengarkan musik dangdut muncul sejak usia remaja. Masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya, Martapura, cukup menggandrungi jenis musik dangdut dan gemaran menonton film India. Tidak terkecuali dengan Muchtar. Tak ayal, jenis musik yang merupakan perpaduan musik Melayu, India, dan Arab itu menjadi akrab di telinga pria yang berulang tahun tiap tanggal 25 Oktober itu. “Dengar musik-musik India, lalu akrab di telinga, dari situ sempat kepikiran untuk jadi musisi,” tuturnya.

Pria kelahiran tahun 1954 itu memang sempat berpikir untuk menjadi musisi. Bakat mengenal nada yang ia miliki cukup memudahkannya dalam memainkan berbagai jenis alat musik. Seperti gitar, piano, keyboard, dan tabla.

“Karena saya sudah akrab dengan nada-nada dasar, memudahkan saya untuk langsung bisa memainkan beberapa alat musik,” ucapnya.

Namun kepercayaan diri Muchtar seketika sirna saat melihat ada banyak musisi yang jauh lebih hebat darinya. Keinginan untuk menjadi musisi pun langsung hilang. Ia memutuskan untuk menjadi penulis lagu, alih-alih musisi yang menyanyikan lagu.

Baca Juga :  Pemkab Mendukung Event Musik di Kobar

“Telanjur minder, waktu saya di Surabaya melihat ada banyak orang yang pandai bermain musik, jauh melebihi saya, membuat saya langsung minder dan memilih menjadi penulis lagu saja, saya kira itu lebih cocok untuk saya,” bebernya.

Muchtar mengaku, menjadi penulis lagu merupakan profesi yang cocok untuknya. Keterampilannya dalam mengenal nada serta insting yang baik untuk menyesuaikan lirik-lirik lagu sesuai bentuk nada yang ia ciptakan, mendorongnya untuk tak berpikir panjang melabuhkan karier dalam seni mencipta lagu.

Bukanlah hal yang mengherankan jika Muchtar memiliki keterampilan mumpuni dalam mengenal nada-nada. Pasalnya, sudah sejak kecil ia mengagumi dunia musik teori. Waktu duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar, ia sangat kagum dengan partitur musik yang diajarkan oleh guru seninya. Sejak itulah muncul rasa penasaran yang tinggi untuk menciptakan sebuah musik berdasarkan nada-nada dasar yang telah dipelajari. Tertarik membuat komposisi musik dari nada-nada yang ia pahami.

“Waktu itu kami lagi belajar seni musik, saya ingat sekali waktu guru saya menulis bentuk-bentuk nada dalam gambar partitur musik, masing-masing bagian nada pada gambar partitur mengeluarkan nada yang khas, nada itu dilantunkan oleh guru saya dengan baik, sejak itulah saya penasaran, bagaimana sih cara membuat musik,” kenang Muchtar.

Putra dari pasangan Darham dan Kumala ini makin penasaran dengan dunia musik. Lembaran-lembaran buku sekolahnya dipenuhi nada-nada hasil gubahannya. Terselip rasa kagum yang terlihat dari raut wajah Muchtar tatkala menceritakan kisah awal dirinya mengenal partitur musik.

“Kalau saya baca nada yang saya gubah sambil saya dendangkan, maka terciptalah apa yang sekarang kita namakan dengan musik itu. Jujur, saat awal saya mengenal cara membuat komposisi musik, saya kagum sekali karena bisa menulis nada, lalu tulisan itu saya dendangkan,” ungkapnya.

Semenjak mengenal cara menggubah musik, menulis dan merangkai nada menjadi rutinitasnya sehari-hari. Tak terhitung sudah berapa banyak kertas yang dihabiskan untuk menulis komposisi. Sembari menjalani rutinitas menciptakan nada, Muchtar juga sering mendengar musik dangdut dan qasidah. Itulah yang membuat pikirannya terlintas untuk menciptakan lagu. Tak hanya sebatas membuat komposisi, tapi Muchtar juga menambahkan lirik dalam komposisi itu. “Komposisi yang sudah saya buat, kemudian saya bikin liriknya, lalu saya cocokkan lirik itu ke komposisi yang sudah dibuat,” bebernya.

Baca Juga :  “Dengan Menjadi Seorang Dokter, Saya Bisa Menolong Sesama”

Menciptakan lagu pun menjadi hobi Muchtar sejak saat itu. Tiap hari menggubah komposisi dan nada. Tahun 1973, lagu pertamanya masuk dapur rekaman. Kala itu dinyanyikan oleh artis lokal Surabaya. Sebelum sukses melahirkan lagu pertama, Muchtar mengaku sudah digodok oleh seniman-seniman ulung asal Kota Pahlawan itu.

Sembari kuliah, ia terus mengasah bakatnya. Konsistensi dalam mengasah bakat itu kemudian mempertemukannya dengan banyak seniman hebat. Dari musisi, pencipta lagu, hingga musisi yang merangkap jadi pencipta lagu. Tinggal di Surabaya menyediakan banyak kesempatan bagi Muchtar muda untuk mengasah bakat dengan belajar dari banyak seniman andal. Akses yang mudah ke dapur rekaman, membuat ia makin bersemangat.

“Waktu itu saya banyak belajar dari seniman di sana (Surabaya, red), saya perhatikan gubahan lagu mereka, dari komposisi sampai lirik hingga pola-pola nada unik yang mereka gunakan, saya belajar banyak hal dari mereka,” kenangnya.

Lingkungan yang mendukung membuat Muchtar makin semangat menghasilkan karya. Jadi lebih produktif menulis lagu. Inspirasi terus muncul ke kepalanya. Saat sementara makan, saat ingin tidur, saat buang air, ataupun aktivitas lainnya, jika bait lagu atau komposisi musik berdendang di kepalanya, aktivitas apapun langsung dihentikannya, lalu bergegas menyalurkan inspirasi yang datang itu.

“Inspirasi yang datang seketika tidak bisa dibiarkan, kalau mendadak datang, dalam rutinitas apapun, saya selalu berusaha untuk segera menuliskannya, karena kalau tidak begitu, bisa hilang lagi,” tuturnya.

Hingga kini kebiasaan menulis inspirasi yang terlintas di kepalanya masih dipertahankan. Tak heran pada usianya yang sudah tujuh dekade lebih, saat rambut sudah memutih dan kerutan di wajah makin jelas terlihat, produktivitas menciptakan lagu tak pernah padam. Sampai saat ini Muchtar masih aktif menggubah lagu.

Kini pencipta lagu Kabar dan Dosa itu pun memikirkan filosofi yang lebih mendalam di usianya yang sudah senja. Filosofi itu adalah filosofi kebermanfaatan. Jamak dipahami sebagai idealisme seseorang untuk memberi manfaat dari kemampuan yang ia miliki kepada orang banyak. Itu pula yang dipikirkan Muchtar. Tak hanya berpikir untuk diri sendiri, tapi bagaimana cara memberdayakan seniman dan musisi lokal agar bisa go nasional. Karena itulah Muchtar sempat melontarkan beberapa kritik membangun, agar musisi dan seniman lokal lainnya dapat bersaing di level nasional. (*/bersambung/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/