Sabtu, Oktober 5, 2024
26.7 C
Palangkaraya

Tujuh Tahun Olah Keripik Ikan, Diganjar 15 Penghargaan

Melihat Geliat UMKM di Palangka Raya Pascapandemi (10)

Dari segi usia, Yuliatma sudah tidak muda lagi. 5 Juli nanti genap 54 tahun. Dalam tempo tujuh tahun berjalan, ia berhasil melambungkan nama Tampung Parei Palangka Raya, produk keripik ikan olahannya.

*FAUZANNUR, Palangka Raya

RUMAH produksi persis berada di samping kiri tempat tinggalnya, Gang Bukit Pengharapan, Jalan Tingang Vll B, Palangka Raya. Masih satu pagar. Tiap hari aktivitas produksi dilakukan di situ. Bermacam-macam olahan ikan endemik Kalimantan Tengah. Mulai dari ikan lais, sepat, dan patin, dan saluang. Nama ikan terakhir merupakan produk yang paling diburu pelanggan. Semua jenis ikan itu diolah menjadi keripik dan amplang.

Yuliatma, owner Tampung Parei Palangka Raya, menyebut bahwa produk olahan ikan miliknya sudah beredar luas di pasar Palangka Raya dan beberapa kota di Pulau Jawa. Bahkan pelanggannya juga dari kota-kota besar di Pulau Sumatera dan Papua.

Satu kemasan ukuran 100 gram keripik ikan saluang crispy dijual Rp25 ribu. Sedangkan keripik ikan lais dipatok harga Rp30 ribu. Keripik dan amplang jenis ikan lain juga tak lebih mahal dari dua produk itu. Dalam satu bulan omzet yang didapatkan dari usaha itu mencapai Rp20-25 juta.

Baca Juga :  Pererat Persaudaraan, Hormati Adat Istiadat

Meski makanan ringan sejenis banyak beredar di pasaran, tapi wanita kelahiran 1968 itu meyakini produknya berbeda dengan yang lain, baik kualitas rasa maupun aroma. Bahkan orang nomor satu di Bumi Tambun Bungai saat ini pun pernah mencicipi produknya dan memberi apresiasi. Begitu juga para pelanggannya.

“Saya memang sangat memperhatikan kualitas produk. Dari segi rasa, harus konsisten. Bagaimana pun caranya, saya harus menyiapkan bahan yang berkualitas. Mulai dari ikan, bumbu tradisonal, dan tentunya kemasan yang menarik,” beber istri dari Krisna I Nigam itu.

Terkait bahan baku ikan saluang dan lais, Yuliatma tak menampik jika belakangan ini ikan air tawar khas Kalteng makin sulit didapatkan. Sejauh ini ia bisa mendapatkan ikan dari para pencari ikan di daerah Katingan dan Buntok. Meski harganya sedikit mahal, tapi dari segi kualitas, tak perlu diragukan lagi.

“Biasanya saya pesan ikan saluang dan lais dari Katingan dan Buntok. Sekali beli bisa satu boks yang berisi 20-50 kilogram ikan,” sebutnya.

Yuliatma tak menyangka usahanya bisa berkembang seperti sekarang ini. Ia pun sangat bersyukur. Awalnya, angan-angan menjadi pelaku usaha yang sukses hanya sebatas mimpi. Maklum, selama delapan tahun ia hanya sebagai owner kantin di Universitas Palangka Raya.

Baca Juga :  Pertanyaan Seputar Tupoksi dan Pengalaman Kerja

Kemudian ia coba membuat keripik berbahan ikan. Ternyata keluarga dan teman-temannya menyebut hasil gorengannya enak. Lalu muncullah niat untuk memproduksi lebih banyak dan dipasarkan. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan, Yuliatma mengikuti pelatihan-pelatihan UMKM yang diselenggarakan pemerintah. Alhasil membawa dampak positif. Usahanya kini makin maju. Tiap berkunjung ke kota-kota besar di Pulau Jawa, lulusan Fakultas Kehutanan Non Gelar (Amd) Universitas Palangka Raya tak lupa untuk mempromosikan olahan ikan khas Kalteng yang diproduksinya.

Dari ketekunannya mengembangkan bisnis ini, ada 15 piagam penghargaan diterima. Terpajang di dinding rumah produksinya. Di antaranya penghargaan dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kalteng kategori terbaik ikon produk makanan khas Kalteng dan penghargaan Siddhakarya tahun 2018 dari Pemprov Kalteng. Siddhakarya merupakan penghargaan tertinggi tingkat provinsi di bidang produktivitas, yang diberikan kepada pengusaha yang dinilai mampu menerapkan konsep dan metode produktivitas secara baik. Selain itu, ada juga penghargaan the best 17 inovasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak tahun 2019. “Puji Tuhan, berkat kerja keras saya dan dukungan keluarga, usaha yang saya tekuni bisa berkembang dan diterima masyarakat,” ujarnya kepada Kalteng Pos, beberapa waktu lalu. (ce/ram/ko)

Melihat Geliat UMKM di Palangka Raya Pascapandemi (10)

Dari segi usia, Yuliatma sudah tidak muda lagi. 5 Juli nanti genap 54 tahun. Dalam tempo tujuh tahun berjalan, ia berhasil melambungkan nama Tampung Parei Palangka Raya, produk keripik ikan olahannya.

*FAUZANNUR, Palangka Raya

RUMAH produksi persis berada di samping kiri tempat tinggalnya, Gang Bukit Pengharapan, Jalan Tingang Vll B, Palangka Raya. Masih satu pagar. Tiap hari aktivitas produksi dilakukan di situ. Bermacam-macam olahan ikan endemik Kalimantan Tengah. Mulai dari ikan lais, sepat, dan patin, dan saluang. Nama ikan terakhir merupakan produk yang paling diburu pelanggan. Semua jenis ikan itu diolah menjadi keripik dan amplang.

Yuliatma, owner Tampung Parei Palangka Raya, menyebut bahwa produk olahan ikan miliknya sudah beredar luas di pasar Palangka Raya dan beberapa kota di Pulau Jawa. Bahkan pelanggannya juga dari kota-kota besar di Pulau Sumatera dan Papua.

Satu kemasan ukuran 100 gram keripik ikan saluang crispy dijual Rp25 ribu. Sedangkan keripik ikan lais dipatok harga Rp30 ribu. Keripik dan amplang jenis ikan lain juga tak lebih mahal dari dua produk itu. Dalam satu bulan omzet yang didapatkan dari usaha itu mencapai Rp20-25 juta.

Baca Juga :  Pererat Persaudaraan, Hormati Adat Istiadat

Meski makanan ringan sejenis banyak beredar di pasaran, tapi wanita kelahiran 1968 itu meyakini produknya berbeda dengan yang lain, baik kualitas rasa maupun aroma. Bahkan orang nomor satu di Bumi Tambun Bungai saat ini pun pernah mencicipi produknya dan memberi apresiasi. Begitu juga para pelanggannya.

“Saya memang sangat memperhatikan kualitas produk. Dari segi rasa, harus konsisten. Bagaimana pun caranya, saya harus menyiapkan bahan yang berkualitas. Mulai dari ikan, bumbu tradisonal, dan tentunya kemasan yang menarik,” beber istri dari Krisna I Nigam itu.

Terkait bahan baku ikan saluang dan lais, Yuliatma tak menampik jika belakangan ini ikan air tawar khas Kalteng makin sulit didapatkan. Sejauh ini ia bisa mendapatkan ikan dari para pencari ikan di daerah Katingan dan Buntok. Meski harganya sedikit mahal, tapi dari segi kualitas, tak perlu diragukan lagi.

“Biasanya saya pesan ikan saluang dan lais dari Katingan dan Buntok. Sekali beli bisa satu boks yang berisi 20-50 kilogram ikan,” sebutnya.

Yuliatma tak menyangka usahanya bisa berkembang seperti sekarang ini. Ia pun sangat bersyukur. Awalnya, angan-angan menjadi pelaku usaha yang sukses hanya sebatas mimpi. Maklum, selama delapan tahun ia hanya sebagai owner kantin di Universitas Palangka Raya.

Baca Juga :  Pertanyaan Seputar Tupoksi dan Pengalaman Kerja

Kemudian ia coba membuat keripik berbahan ikan. Ternyata keluarga dan teman-temannya menyebut hasil gorengannya enak. Lalu muncullah niat untuk memproduksi lebih banyak dan dipasarkan. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan, Yuliatma mengikuti pelatihan-pelatihan UMKM yang diselenggarakan pemerintah. Alhasil membawa dampak positif. Usahanya kini makin maju. Tiap berkunjung ke kota-kota besar di Pulau Jawa, lulusan Fakultas Kehutanan Non Gelar (Amd) Universitas Palangka Raya tak lupa untuk mempromosikan olahan ikan khas Kalteng yang diproduksinya.

Dari ketekunannya mengembangkan bisnis ini, ada 15 piagam penghargaan diterima. Terpajang di dinding rumah produksinya. Di antaranya penghargaan dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kalteng kategori terbaik ikon produk makanan khas Kalteng dan penghargaan Siddhakarya tahun 2018 dari Pemprov Kalteng. Siddhakarya merupakan penghargaan tertinggi tingkat provinsi di bidang produktivitas, yang diberikan kepada pengusaha yang dinilai mampu menerapkan konsep dan metode produktivitas secara baik. Selain itu, ada juga penghargaan the best 17 inovasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak tahun 2019. “Puji Tuhan, berkat kerja keras saya dan dukungan keluarga, usaha yang saya tekuni bisa berkembang dan diterima masyarakat,” ujarnya kepada Kalteng Pos, beberapa waktu lalu. (ce/ram/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/