Rabu, Juli 9, 2025
25.1 C
Palangkaraya

Kopi Jete, Usaha Racikan Kopi Rumahan Jadi Favorite Pengunjung Car Free Night

DI bawah tenda sederhana di Bundaran Besar Palangka Raya, aroma kopi gula aren menyeruak, memikat para pengunjung Car Free Night (CFN) Huma Betang Night.

Di balik racikan itu, ada kisah cinta, hobi, dan perjuangan sepasang suami istri yang menjadikan kopi bukan sekadar minuman, tapi jalan hidup.

Itulah cerita di balik hadirnya Kopi Jete, UMKM yang kini jadi primadona setiap malam minggu.

Malam minggu di Bundaran Besar Palangka Raya kini punya aroma yang khas, paduan harum kopi gula aren, semangat muda, dan geliat ekonomi kreatif.

Di salah satu sudut CFN Huma Betang Night, Sabtu (5/7) tampak sepasang suami istri sibuk melayani pelanggan.

Mereka adalah Dewi dan suaminya, pemilik Kopi Jete, usaha racikan kopi rumahan yang menjelma menjadi favorit pengunjung. Dari sekadar hobi ngopi berdua, kini pasangan muda itu menyeduh mimpi jadi kenyataan.

Kisah Kopi Jete dimulai dari meja sederhana berpayung, bukan dari gerobak atau sepeda seperti kebanyakan pelapak lain.

“Awalnya kami jualan soto Banjar dan es teh biasa, itu bulan Januari 2025, setelah kami baru menikah Desember tahun sebelumnya,” tutur Dewi membuka cerita, ditemui di tengah ramainya pengunjung Sabtu malam (5/7).

Baca Juga :  Ketua TP-PKK Kalteng Meninjau UMKM di Kobar

Namun kecintaan mereka terhadap kopi membuat arah bisnis bergeser. Setiap akhir pekan, pasangan ini selalu menghabiskan waktu di kedai kopi. Dari situ, ide muncul, kenapa tidak mencoba meracik sendiri?

“Suami saya memang paham jenis-jenis kopi. Dari iseng-iseng racik, akhirnya coba jualan waktu long weekend di akhir Januari. Pertama kali cuma laku satu cup di car free day,” kenang Dewi sambil tersenyum.

Tak patah semangat, mereka mencoba lokasi lain. Dari Bundaran Jalan Seth Adji, Kopi Jete bertahan walau harus menyesuaikan aturan kawasan hijau.

Kini, mereka menetap di area semi permanen di Jalan Cempaka dan rutin hadir di Car Free Night Huma Betang.

Car Free Night menjadi momentum penting bagi Kopi Jete. Dalam empat minggu penyelenggaraan, mereka tidak pernah absen.

Bahkan, omzet yang didapat bisa lima kali lipat dibanding hari biasa.

“Paling ramai itu malam pertama dan ketiga, apalagi kalau ada artis. Alhamdulillah, menyala,” ucap Dewi antusias.

Menu andalan mereka? Kopi gula aren dan vanila. Selain kopi, tersedia juga varian segar seperti green tea, thai tea, lemon tea, dan lychee tea. Semua ditawarkan dengan harga mulai dari Rp10 ribu. “Konsepnya semi cafe, tapi tetap ekonomis,” ujarnya.

Baca Juga :  BNNP Apresiasi Gumas, Tes Urine dan Pasang Spanduk Solialisasi Terbanyak

Kopi Jete bukan sekadar bisnis. Ia adalah perpanjangan dari hobi, chemistry pasangan muda, dan kerja keras merintis dari nol.

Meski Dewi sehari-hari bekerja sebagai pegawai kontrak di salah satu Kantor Pemerintah Kota Palangka Raya, semangat wirausahanya tak padam. Bahkan, ia juga menerima pesanan catering nasi kotak.

Nama Jete sendiri diambil dari bahasa Jawa yang berarti ampas kopi. “Awalnya bingung mau pakai nama apa, akhirnya kita pilih Jete. Sederhana, tapi unik. Kalau dibaca lokal, bisa juga Ijete yang artinya satu,” jelas Dewi.

Ia pun menyampaikan apresiasinya kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan khususnya Gubernur Agustiar Sabran atas dukungan terhadap UMKM.

“Terima kasih untuk Bapak Gubernur. Dengan adanya Car Free Night ini, Kopi Jete bisa tampil, dikenal, dan berkembang. Harapannya, UMKM di Kalteng makin maju, dan PAD juga ikut meningkat,” ucapnya.

Kopi Jete menjadi bukti bahwa dari kecintaan terhadap sesuatu yang sederhana kopi dan waktu berdua, bisa tumbuh sesuatu yang luar biasa. Dan CFN Huma Betang Night adalah panggung di mana mimpi-mimpi kecil seperti itu menemukan penontonnya. (*/ala)

DI bawah tenda sederhana di Bundaran Besar Palangka Raya, aroma kopi gula aren menyeruak, memikat para pengunjung Car Free Night (CFN) Huma Betang Night.

Di balik racikan itu, ada kisah cinta, hobi, dan perjuangan sepasang suami istri yang menjadikan kopi bukan sekadar minuman, tapi jalan hidup.

Itulah cerita di balik hadirnya Kopi Jete, UMKM yang kini jadi primadona setiap malam minggu.

Malam minggu di Bundaran Besar Palangka Raya kini punya aroma yang khas, paduan harum kopi gula aren, semangat muda, dan geliat ekonomi kreatif.

Di salah satu sudut CFN Huma Betang Night, Sabtu (5/7) tampak sepasang suami istri sibuk melayani pelanggan.

Mereka adalah Dewi dan suaminya, pemilik Kopi Jete, usaha racikan kopi rumahan yang menjelma menjadi favorit pengunjung. Dari sekadar hobi ngopi berdua, kini pasangan muda itu menyeduh mimpi jadi kenyataan.

Kisah Kopi Jete dimulai dari meja sederhana berpayung, bukan dari gerobak atau sepeda seperti kebanyakan pelapak lain.

“Awalnya kami jualan soto Banjar dan es teh biasa, itu bulan Januari 2025, setelah kami baru menikah Desember tahun sebelumnya,” tutur Dewi membuka cerita, ditemui di tengah ramainya pengunjung Sabtu malam (5/7).

Baca Juga :  Ketua TP-PKK Kalteng Meninjau UMKM di Kobar

Namun kecintaan mereka terhadap kopi membuat arah bisnis bergeser. Setiap akhir pekan, pasangan ini selalu menghabiskan waktu di kedai kopi. Dari situ, ide muncul, kenapa tidak mencoba meracik sendiri?

“Suami saya memang paham jenis-jenis kopi. Dari iseng-iseng racik, akhirnya coba jualan waktu long weekend di akhir Januari. Pertama kali cuma laku satu cup di car free day,” kenang Dewi sambil tersenyum.

Tak patah semangat, mereka mencoba lokasi lain. Dari Bundaran Jalan Seth Adji, Kopi Jete bertahan walau harus menyesuaikan aturan kawasan hijau.

Kini, mereka menetap di area semi permanen di Jalan Cempaka dan rutin hadir di Car Free Night Huma Betang.

Car Free Night menjadi momentum penting bagi Kopi Jete. Dalam empat minggu penyelenggaraan, mereka tidak pernah absen.

Bahkan, omzet yang didapat bisa lima kali lipat dibanding hari biasa.

“Paling ramai itu malam pertama dan ketiga, apalagi kalau ada artis. Alhamdulillah, menyala,” ucap Dewi antusias.

Menu andalan mereka? Kopi gula aren dan vanila. Selain kopi, tersedia juga varian segar seperti green tea, thai tea, lemon tea, dan lychee tea. Semua ditawarkan dengan harga mulai dari Rp10 ribu. “Konsepnya semi cafe, tapi tetap ekonomis,” ujarnya.

Baca Juga :  BNNP Apresiasi Gumas, Tes Urine dan Pasang Spanduk Solialisasi Terbanyak

Kopi Jete bukan sekadar bisnis. Ia adalah perpanjangan dari hobi, chemistry pasangan muda, dan kerja keras merintis dari nol.

Meski Dewi sehari-hari bekerja sebagai pegawai kontrak di salah satu Kantor Pemerintah Kota Palangka Raya, semangat wirausahanya tak padam. Bahkan, ia juga menerima pesanan catering nasi kotak.

Nama Jete sendiri diambil dari bahasa Jawa yang berarti ampas kopi. “Awalnya bingung mau pakai nama apa, akhirnya kita pilih Jete. Sederhana, tapi unik. Kalau dibaca lokal, bisa juga Ijete yang artinya satu,” jelas Dewi.

Ia pun menyampaikan apresiasinya kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan khususnya Gubernur Agustiar Sabran atas dukungan terhadap UMKM.

“Terima kasih untuk Bapak Gubernur. Dengan adanya Car Free Night ini, Kopi Jete bisa tampil, dikenal, dan berkembang. Harapannya, UMKM di Kalteng makin maju, dan PAD juga ikut meningkat,” ucapnya.

Kopi Jete menjadi bukti bahwa dari kecintaan terhadap sesuatu yang sederhana kopi dan waktu berdua, bisa tumbuh sesuatu yang luar biasa. Dan CFN Huma Betang Night adalah panggung di mana mimpi-mimpi kecil seperti itu menemukan penontonnya. (*/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/