Site icon KaltengPos

Belajar Autodidak dari YouTube, Paling Rumit Membuat Bunga Pojok

Nik Maturodiah memperlihatkan kerajinan akrilik yang dijual di kawasan CFD, Yos Sudarso, Palangka Raya, Minggu (9/2/2025). ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

Nik Maturodiah (39), seorang single parent yang telah menekuni usaha kerajinan akrilik selama 10 tahun terakhir. Di balik senyum ramahnya, ia merupakan sosok ibu tangguh yang berjuang untuk menghidupi tiga anak.

NOVIA NADYA CLAUDIA, Palangka Raya

 

MINGGU pagi (9/2) yang syahdu di kawasan car free day (CFD), Jalan Yos Sudarso, Palangka Raya, udara terasa sejuk dengan riuh rendah pengunjung yang berjalan santai. Di antara banyaknya lapak yang berjajar, ada satu yang menarik perhatian. Warna-warni kerajinan akrilik yang tertata rapi di meja, seolah memanjakan mata siapa saja yang melintas.

Di balik lapak sederhana itu, seorang ibu bernama Nik Maturodiah (39) tampak tekun merangkai kerajinan berbahan akrilik. Tangannya dengan cekatan menyusun potongan akrilik, merakitnya menjadi bentuk yang indah. Di sebelahnya, anak sulung dengan sabar membantu merapikan dagangan, sementara dua anak lainnya sibuk bermain dengan ceria.

Nik bukan hanya seorang perajin, tetapi juga seorang ibu tunggal yang berjuang untuk menghidupi tiga anaknya. Sehari-hari, ia mengandalkan hasil penjualan kerajinan akrilik untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Meski perjalanan bisnisnya tidak selalu mulus, semangatnya tak pernah surut.

Sebelum menekuni kerajinan akrilik, Nik sempat memiliki usaha kuliner. Ia menjual berbagai menu makanan, tetapi persaingan yang ketat membuatnya berpikir ulang. Bisnis makanan memang menguntungkan, tetapi juga punya tantangan, seperti risiko makanan basi jika tidak terjual.

Suatu hari, ia melihat temannya membuat kerajinan akrilik. Terinspirasi, ia mencoba membuatnya sendiri untuk hiasan di rumah. Tak disangka, teman lain yang melihat hasil karyanya langsung tertarik untuk membeli. Dari situlah ia mulai serius mendalami kerajinan ini.

Berbekal ketekunan dan keinginan untuk belajar, Nik mengasah keterampilannya secara autodidak melalui video-video YouTube. Ia mencari berbagai ide baru untuk menciptakan desain unik agar menarik minat pelanggan.

Kini, ia telah menghasilkan berbagai produk akrilik, mulai dari tempat air mineral, tempat tisu, tempat pensil, tempat sendok dan garpu, hingga berbagai hiasan seperti bunga meja, bunga dinding, dan bunga gantung.

“Harganya bervariasi, dari yang paling murah 5 ribu rupiah untuk gantungan kunci hingga 1,5 juta rupiah untuk produk hiasan berukuran besar. Saya juga menerima pesanan sesuai permintaan pelanggan dengan harga yang bisa disesuaikan,” ucapnya ramah.

Nik berjualan di dua tempat. Pada Minggu pagi, ia membuka lapak di lokasi CFD, Jalan Yos Sudarso, dimulai pukul 05.00 WIB hingga 10.00 WIB. Sedangkan tiap malam ia berjualan di kawasan pujasera, Jalan Yos Sudarso, mulai magrib hingga larut malam.

Di lapak dagangnya, Nik tak hanya menawarkan produk jadi, tetapi juga menerima pesanan khusus. Saat ini ia memiliki banyak pelanggan, bukan hanya dari Palangka Raya, tetapi juga dari berbagai daerah di Kalimantan Tengah. Bahkan, ada yang membeli dalam jumlah besar untuk dijual kembali.

“Tidak ada yang sulit dalam membuat kerajinan ini. Tantangannya adalah apakah kita rajin atau tidak,” ujarnya sambil tersenyum.

Keuletannya dalam berbisnis membuahkan hasil. Meski ada hari-hari di mana dagangannya kurang laku, tetapi rata-rata ia bisa mendapatkan omzet sekitar 150 ribu rupiah per hari. Saat menjelang hari besar keagamaan atau libur panjang, penjualan bisa meningkat drastis. Pernah dalam satu hari, ia meraup keuntungan hingga 2 juta rupiah, karena banyak pembeli dari luar daerah yang mencari kerajinan berukuran besar.

Dalam menjalankan usahanya, Nik tidak bekerja sendiri. Anak pertamanya selalu setia menemani. Membantu menyusun barang dagangan dan melayani pembeli. Kadang-kadang, orang tuanya pun ikut membantu.

“Bahan baku akrilik untuk kerajinan ini saya beli dari Jakarta, karena harganya lebih terjangkau,” tambahnya.

Salah satu produk yang paling rumit dibuat adalah bunga pojok, yang bisa memakan waktu hingga satu minggu. Meski begitu, ia tetap menikmati pekerjaannya itu, karena hasil akhirnya selalu memuaskan.

Sebagai seorang single parent, Nik tak pernah menyerah. Baginya, tiap tantangan adalah ujian yang harus dihadapi dengan kesabaran dan kerja keras. Saat pandemi Covid-19 melanda, ia justru mendapatkan berkah tersendiri. Saat banyak pengusaha kesulitan, ia justru banjir pesanan pelanggan dari luar daerah yang rutin membeli barang dagangannya untuk dijual kembali.

“Saya percaya ini rezeki anak-anak. Kalau kita tetap berusaha dan tidak menyerah, pasti ada jalan,” terangnya.

Bagi Nik, kebahagiaan terbesar adalah bisa tetap berkarya dan mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Meski hidup penuh perjuangan, ia selalu bersyukur atas rezeki, kesehatan, dan kekuatan yang didapatkan.

Nik kini memasarkan produknya melalui lapak maupun media sosial, khususnya Facebook. Ia masih terus berusaha mengembangkan usahanya agar lebih dikenal luas.

Nik bukan sekadar pedagang, tetapi juga merupakan sosok inspiratif tentang ketekunan dan kegigihan. Sebagai orang tua tunggal, ia membuktikan bahwa perempuan bisa mandiri dan kuat, menjalani peran ganda sebagai ibu sekaligus kepala keluarga.

“Saya hanya ingin anak-anak tetap bisa sekolah dan punya masa depan lebih baik,” ucapnya.

Ada harapan yang disulam di balik tiap helai akrilik yang ia rangkai. Harapan untuk keluarga kecilnya, untuk kehidupan yang lebih baik, dan untuk masa depan yang lebih cerah.

Di bawah lampu jalan di kompleks pujasera ataupun di tengah keramaian CFD, Nik terus berkarya. Di tiap potongan akrilik yang ia susun, ada harapan, semangat, dan cinta seorang ibu untuk anak-anaknya. (*/ce/ala)

Exit mobile version