“Memang dalam sejarah jabatan petinggi kerajaan termasuk juga takhta kerajaan, jabatan seorang petinggi, bahkan raja sekalipun, baru akan berakhir setelah sang pejabat maupun raja meninggal/ wafat ataupun turun takhta karena mengundurkan diri. Selanjutnya jabatan ataupun takhta itu akan digantikan oleh keturunan penerus,” kata pemerhati sejarah, Lonce, saat berbincang dengan Kalteng Pos.
Berdasarkan data Pusat Pengelolaan Jurnal dan Penerbitan (PPJP) Lambung Mangkurat, Kiai Gede diperkirakan wafat pada 1650 atau pada usia 89 tahun. Dengan demikian Kiai Gede diperkirakan lahir pada tahun 1559.
Selama mengabdi di Kesultanan Kutaringin, Kiai Gede diketahui dua kali menjabat sebagai Mangkubumi I, yakni pada masa pamerintahan Pangeran Adipati Antakusuma (raja pertama) dan masa kepemimpinan Pangeran Ratu (PR) Amas (raja kedua) yang naik takhta pada tahun 1647.
BACA JUGA: Pemprov Berencana Memugarkan Makam, Lahan Parkir Bakal Diperluas
“Setelah Kiai Gede wafat pada tahun 1650, jabatan Mangkubumi II digantikan oleh cucunya bernama Pangeran Aria Wiraraja yang merupakan anak keturunan dari raja banjar yang menikah dengan anak perempuan Kiai Gede,” jelasnya.
Jika dilihat dari timeline-nya, Pengeran Aria Wiraraja sempat menjabat Mangkubumi II di Kesultanan Kutaringin selama 13 tahun.
Kemudian ia diangkat menjadi Mangkubumi di Kesultanan Banjar tahun 1663, menggantikan Raden Halit yang tak lain adalah pamannya, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Agung/Pangeran Kusuma Lelana.