Rabu, Maret 12, 2025
24.4 C
Palangkaraya

Nur Azizah, Generasi Muda yang Mencintai Al-Qur’an Sejak Dini (12)

Ingin Jadi Ustazah, Targetkan Hafal 30 Juz sebelum Lulus SMA

Keikhlasan hati Nur Azizah, seorang santriwati kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah (MI) Hidayatul Insan, mengantarkannya bisa menghafal 5 juz pada usia yang masih muda. Meski menghadapi berbagai tantangan, ia tetap bertekad menuntaskan hafalan.

MUTOHAROH, Palangka Raya

MESKI masuk pondok pesantren (ponpes) karena dorongan atau permintaan orang tua, tetapi ia menjalani pendidikan di MI Hidayatul Insan dengan ikhlas dan penuh semangat. Gadis yang akrab disapa Azizah ini berasal dari Palangka Raya, tepatnya sekitar Jalan Pasir Panjang.

“Dahulu masuk sini karena disuruh orang tua, tetapi aku enggak keberatan, ikhlas saja. Selesai TK, langsung masuk sini. Alhamdulillah sekarang sudah hafal 5 juz,” kata Azizah saat ditemui.

Menghafal Al-Qur’an bukanlah perkara mudah. Apalagi bagi anak yang masih duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar (SD).

Namun, dengan tekad yang kuat, Azizah yakin akan menyelesaikan hafalan hingga 30 juz. Proses menghafalnya pun berjalan lancar. Namun kadang kala ada saatnya merasa malas.

“Kalau lagi malas, berat banget rasanya, tapi kalau lagi rajin, ya enak aja, biasanya yang bikin malas itu kalau keasyikan ngobrol atau main, tapi kalau sudah niat, insyaallah bisa,” tuturnya sambil tersenyum.

Gadis kelahiran 27 Maret itu mengaku ibunya bekerja sebagai pedagang, sementara ayah telah meninggal dunia.

Namun sebelum mengembuskan napas terakhir, sang ayah sempat mengutarakan keinginannya, berharap Azizah dapat menjadi seorang hafiz Al-Qur’an.

Pesan itu yang menjadi penyemangat Azizah untuk terus menghafal Al-Qur’an, karena rasa cinta dan sayangnya terhadap sang ayah.

“Mama dan ayah memang pengen aku jadi penghafal Al-Qur’an, meski mereka bukan dari kalangan penghafal Al-Qur’an, tetapi akau pengen buat mereka bangga,” ungkapnya.

Baca Juga :  Menghafal Al-Quran tanpa Paksaan, Rahma Bercita-Cita Ingin Menjadi Ustazah

Karena tidak tinggal bersama orang tua, Azizah hanya bisa bertemu ibunya tiap dua minggu sekali.

Saat menjenguk, ibunya biasa membawa serta makanan, pakaian, dan keperluan lain. Ia pun berharap kelak sang adik dapat mengikuti jejaknya menjadi penghafal ayah-ayat suci Al-Qur’an.

 

Dalam keseharian, Azizah memiliki cara tersendiri untuk menghafal. Baginya, waktu terbaik untuk menghafal adalah pagi hari. Dalam sehari ia dapat menghafal satu hingga tiga ayat, tergantung panjang pendek ayat yang dihafal.

“Otak masih encer kalau pagi, jadi lebih cepat hafal dibandingkan siang atau malam. Kalau ayatnya pendek, bisa sampai tiga ayat sekali hafal. Tapi kalau panjang, satu ayat saja,” katanya.

Dari lima juz yang telah dihafalnya, Azizah merasa juz 2 yang paling sulit diingat. Meski begitu, anak pertama dari tiga bersaudara itu membagikan trik menghafal ayat yang sulit, yakni dengan cara diulang terus hingga benar-benar menghafal.

“Ayat-ayatnya susah-susah, tetapi kalau diulang terus, pasti bisa hafal, biasanya aku ngulang 15 sampai 20 kali sampai benar-benar hafal,” tambahnya.

Di sekolah, proses menghafal dilakukan bersama-sama. Biasanya ustazah terlebih dahulu membacakan satu ayat, lalu santri mengulang bersama-sama. Dengan metode ini, tidak ada yang tertinggal atau lebih dahulu dari yang lain.

Keinginan Azizah untuk menghafal Al-Qur’an tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk bisa mengajarkan kepada orang lain di masa mendatang.

Baca Juga :  Para Penghuni Panti Diajak Berkebun hingga Bermain Musik

Cita-cita Azizah adalah menjadi seorang ustazah yang bermanfaat bagi orang banyak dalam mempelajari Islam, terutama dalam menghafal Al-Qur’an. Cita-cita mulianya itu mendapat dukungan penuh dari sang ibu.

“Orang tua gak maksa aku jadi apa, terserah aku aja, yang penting aku mau dan bisa bertanggung jawab atas apa yang aku pilih,” ungkapnya.

Karena itu, setelah lulus dari MI Hidayatul Insan, Azizah berencana melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Hidayatul Insan.

Menurutnya itu lebih nyaman, karena hanya tinggal melanjutkan saja. Ia pun berharap bisa menyelesaikan hafalan 30 juz sebelum lulus pendidikan sekolah menengah atas (SMA).

“Insyaallah nanti tetap lanjutkan, kalau sudah hafal 30 juz, tinggal murajaah (mengulang hafalan) aja,” katanya.

Bagi Azizah, belajar dan menghafal Al-Qur’an di ponpes punya banyak kelebihan dibandingkan di sekolah formal ataupun menghafal mandiri.

Menurutnya, di ponpes para santri tidak hanya mendapatkan ilmu dunia dan akhirat, tetapi juga mendapat saudara atau teman seperjuangan, karena mereka sama-sama menghafal.

“Di sini banyak dapat ilmu, banyak teman, dan kalau menghafal itu enggak terganggu. Kalau di rumah, ada adik-adik yang kadang bikin susah fokus,” katanya sambil tertawa.

Proses murajaah juga dinilai lebih nyaman dilakukan bersama teman-teman saat di pondok, karena sesama teman akan saling mendukung.

Meski begitu, proses penghafalan untuk mencapai 30 juz masih sangat panjang. Namun, Azizah yakin dengan niat yang kuat dan usaha yang terus-menerus, ia bisa menggapai impiannya itu. (bersambung/ce/ala)

Keikhlasan hati Nur Azizah, seorang santriwati kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah (MI) Hidayatul Insan, mengantarkannya bisa menghafal 5 juz pada usia yang masih muda. Meski menghadapi berbagai tantangan, ia tetap bertekad menuntaskan hafalan.

MUTOHAROH, Palangka Raya

MESKI masuk pondok pesantren (ponpes) karena dorongan atau permintaan orang tua, tetapi ia menjalani pendidikan di MI Hidayatul Insan dengan ikhlas dan penuh semangat. Gadis yang akrab disapa Azizah ini berasal dari Palangka Raya, tepatnya sekitar Jalan Pasir Panjang.

“Dahulu masuk sini karena disuruh orang tua, tetapi aku enggak keberatan, ikhlas saja. Selesai TK, langsung masuk sini. Alhamdulillah sekarang sudah hafal 5 juz,” kata Azizah saat ditemui.

Menghafal Al-Qur’an bukanlah perkara mudah. Apalagi bagi anak yang masih duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar (SD).

Namun, dengan tekad yang kuat, Azizah yakin akan menyelesaikan hafalan hingga 30 juz. Proses menghafalnya pun berjalan lancar. Namun kadang kala ada saatnya merasa malas.

“Kalau lagi malas, berat banget rasanya, tapi kalau lagi rajin, ya enak aja, biasanya yang bikin malas itu kalau keasyikan ngobrol atau main, tapi kalau sudah niat, insyaallah bisa,” tuturnya sambil tersenyum.

Gadis kelahiran 27 Maret itu mengaku ibunya bekerja sebagai pedagang, sementara ayah telah meninggal dunia.

Namun sebelum mengembuskan napas terakhir, sang ayah sempat mengutarakan keinginannya, berharap Azizah dapat menjadi seorang hafiz Al-Qur’an.

Pesan itu yang menjadi penyemangat Azizah untuk terus menghafal Al-Qur’an, karena rasa cinta dan sayangnya terhadap sang ayah.

“Mama dan ayah memang pengen aku jadi penghafal Al-Qur’an, meski mereka bukan dari kalangan penghafal Al-Qur’an, tetapi akau pengen buat mereka bangga,” ungkapnya.

Baca Juga :  Menghafal Al-Quran tanpa Paksaan, Rahma Bercita-Cita Ingin Menjadi Ustazah

Karena tidak tinggal bersama orang tua, Azizah hanya bisa bertemu ibunya tiap dua minggu sekali.

Saat menjenguk, ibunya biasa membawa serta makanan, pakaian, dan keperluan lain. Ia pun berharap kelak sang adik dapat mengikuti jejaknya menjadi penghafal ayah-ayat suci Al-Qur’an.

 

Dalam keseharian, Azizah memiliki cara tersendiri untuk menghafal. Baginya, waktu terbaik untuk menghafal adalah pagi hari. Dalam sehari ia dapat menghafal satu hingga tiga ayat, tergantung panjang pendek ayat yang dihafal.

“Otak masih encer kalau pagi, jadi lebih cepat hafal dibandingkan siang atau malam. Kalau ayatnya pendek, bisa sampai tiga ayat sekali hafal. Tapi kalau panjang, satu ayat saja,” katanya.

Dari lima juz yang telah dihafalnya, Azizah merasa juz 2 yang paling sulit diingat. Meski begitu, anak pertama dari tiga bersaudara itu membagikan trik menghafal ayat yang sulit, yakni dengan cara diulang terus hingga benar-benar menghafal.

“Ayat-ayatnya susah-susah, tetapi kalau diulang terus, pasti bisa hafal, biasanya aku ngulang 15 sampai 20 kali sampai benar-benar hafal,” tambahnya.

Di sekolah, proses menghafal dilakukan bersama-sama. Biasanya ustazah terlebih dahulu membacakan satu ayat, lalu santri mengulang bersama-sama. Dengan metode ini, tidak ada yang tertinggal atau lebih dahulu dari yang lain.

Keinginan Azizah untuk menghafal Al-Qur’an tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk bisa mengajarkan kepada orang lain di masa mendatang.

Baca Juga :  Para Penghuni Panti Diajak Berkebun hingga Bermain Musik

Cita-cita Azizah adalah menjadi seorang ustazah yang bermanfaat bagi orang banyak dalam mempelajari Islam, terutama dalam menghafal Al-Qur’an. Cita-cita mulianya itu mendapat dukungan penuh dari sang ibu.

“Orang tua gak maksa aku jadi apa, terserah aku aja, yang penting aku mau dan bisa bertanggung jawab atas apa yang aku pilih,” ungkapnya.

Karena itu, setelah lulus dari MI Hidayatul Insan, Azizah berencana melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Hidayatul Insan.

Menurutnya itu lebih nyaman, karena hanya tinggal melanjutkan saja. Ia pun berharap bisa menyelesaikan hafalan 30 juz sebelum lulus pendidikan sekolah menengah atas (SMA).

“Insyaallah nanti tetap lanjutkan, kalau sudah hafal 30 juz, tinggal murajaah (mengulang hafalan) aja,” katanya.

Bagi Azizah, belajar dan menghafal Al-Qur’an di ponpes punya banyak kelebihan dibandingkan di sekolah formal ataupun menghafal mandiri.

Menurutnya, di ponpes para santri tidak hanya mendapatkan ilmu dunia dan akhirat, tetapi juga mendapat saudara atau teman seperjuangan, karena mereka sama-sama menghafal.

“Di sini banyak dapat ilmu, banyak teman, dan kalau menghafal itu enggak terganggu. Kalau di rumah, ada adik-adik yang kadang bikin susah fokus,” katanya sambil tertawa.

Proses murajaah juga dinilai lebih nyaman dilakukan bersama teman-teman saat di pondok, karena sesama teman akan saling mendukung.

Meski begitu, proses penghafalan untuk mencapai 30 juz masih sangat panjang. Namun, Azizah yakin dengan niat yang kuat dan usaha yang terus-menerus, ia bisa menggapai impiannya itu. (bersambung/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru