Di era kekinian, informasi dan pengetahuan tak hanya dicari ke ‘mbah Google’. Melalui buku juga kita bisa menemukan segudang pengetahuan.
ANISA B WAHDAH, Palangka Raya
WAJAHNYA sudah tidak asing lagi dalam beberapa waktu terakhir. Para petugas di Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Kalteng banyak yang mengenalnya. Dalam seminggu, wajah Steven Nathaniel Munthe tidak pernah absen dari pandangan. Lebih sering di jam pertama. Sekitar pukul 09.00 WIB hingga menjelang waktu istirahat.
Ketika berkunjung ke Dinas Perpustakaan dan Arsip (Dispursip) Kalteng beberapa waktu lalu, saya (penulis, red) mendapat kesempatan berkenalan dengan salah satu pemustaka pada perpustakaan yang terletak di Jalan AIS Nasution Nomor 11, Kota Palangka Raya ini. Steven, sapaannya, menjadi salah satu pemustaka yang sering datang ke perpustakaan untuk membaca.
Terlebih dalam satu bulan terakhir, bisa empat hingga lima kali berkunjung ke perpustakaan dalam seminggu. Tujuannya datang dan membaca bukan hanya karena hobi, tetapi memang ada banyak hal yang tengah dicari. Khususnya buku-buku bertemakan psikologi.
Ada banyak hal yang ia gali sebagai modal membangun pekerjaan di bidang human relation (HR). Buku-buku tentang psikologi dianggapnya penting dibaca agar bisa memahami karakter dan kepribadian seseorang maupun beberapa pengetahuan lainnya.
“Saya berencana membangun keterampilan di bidang HR, buku psikologi cocok untuk itu,” kata pria lulusan Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen Universitas Palangka Raya (UPR) ini.
Memang samasa kuliah sudah dibahas soal ini. Namun untuk lebih memperdalam, ia mencari pengetahuan baru melalui buku-buku. Kebetulan skripsi yang ditulisnya berjudul Pengaruh Iklim Organisasi dan Stres Kerja terhadap Kinerja. Biasanya, HR dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menempati bidang HRD.
“Konsentrasi program studi saya terkait SDM, jadi ingin lebih memperdalam lagi sebagai modal bekerja. Dari membaca buku-buku psikologi, saya mulai memamhami karakter dan kepribadian orang,” katanya saat dibincangi di perpustakaan, beberapa waktu lalu.
Meski saat ini tengah bekerja di salah satu perusahaan swasta bidang marketing, pria kelahiran Prabumulih 27 Mei 1997 ini tetap menyempatkan waktu untuk membaca. Namun jenis buku bacaan yang dibaca mulai berkurang. Dahulu ia suka membaca buku komik dan novel. Kemudian menyesuaikan buku yang dibaca sesuai kebutuhan.
“Dulu membaca sesuai kesenangan, seperti komik dan novel, tapi semenjak kuliah, jenis buku yang dibaca sudah berubah sesuai keperluan,” jelasnya.
Kegemarannya membaca buku bermula dari kebiasaan membaca komik saat kecil. Saat itu masih duduk di kelas dua sekolah dasar (SD). Orang tuanya rutin membelikan komik setiap minggu. Akhirnya membaca menjadi hobinya hingga saat ini.
“Saya memang suka membaca, dimulai dari membaca komik, karena menurut saya cukup asyik membaca yang ada gambarnya, saya mengoleksi banyak komik sampai SMA, tapi kebiasaan membaca komik dan novel perlahan berkurang saat menempuh kuliah,” ujar pria berusia 25 tahun ini.
Keaktifan Steven mengunjungi perpustakaan daerah dimulai sejak awal kuliah. Terlebih saat mengerjakan tugas akhir skripsi pada 2019 lalu. Setiap hari berada di perpustakaan. Sejak perpustakaan dibuka hingga tutup sore hari.
“Bisa dibilang full skripsi saya dikerjakan di perpustakaan ini, selain tempatnya yang nyaman, juga punya akses yang mencukupi, baik buku-buku maupun akses internet yang tersedia,” tuturnya.
Untuk membaca, lanjutnya, lebih nyaman saat berada di perpustakaan dibadningkan di rumah. Apalagi setelah perpustakaan selesai direnovasi.
Bagi Steven, membaca buku merupakan hal yang mengasyikkan. Saking keranjingan membaca, menghabiskan hari tanpa membaca bak sayur kurang garam. Seperti ada sesuatu yang kurang. Terlebih bagi tipe orang pendiam seperti Steven. Tidak mudah bergaul dengan orang baru dan tidak suka berbincang. Ia lebih suka berdiam diri.
“Saya orangnya pendiam, tidak mudah akrab dengan orang, juga tidak suka mengobrol, lebih suka diam, jadi lebih sering menggunakan waktu untuk membaca,” tutupnya. (ce/ram)