Jumat, Februari 21, 2025
27 C
Palangkaraya

Titik Balik

Oleh; Rohansyah 

HAI, saya Rohan. Disclaimer, saya bukan Ustaz. Dan catatan ini bukan ceramah. Hanya mencoba berbagi cerita di hari Jumat yang Berkah ini.

Kenapa catatan ini dinamakan TIME OUT! Yes, saya coba mengajak kita rehat sebentar dari hiruk-pikuk dunia. Lelah juga bestie, hehehe.

Sesekalilah kita cerita tentang akhirat. Berat? Ah, enggak kok! Cerita yang ringan-ringan saja.

Bismillah. Seri perdana ini, saya ingin cerita tentang titik balik.

Momen titik balik tiap orang tentunya berbeda-beda. Saya pun merasakannya. Lupa kapan persisnya. Namun yang pasti pada akhir tahun 2016. Saat itu, dalam perjalanan balik dari kuliah magister ilmu komunikasi di Banjarmasin.

Dalam mobil, saya bersama dua orang teman seperjuangan. Waktu itu sudah lebih dari setahun berjalan studi kami.

Hampir saban dua minggu sekali, tepatnya akhir pekan, kami harus bolak-balik menempuh perjalanan 386 kilometer Palangka Raya-Banjarmasin (PP).

Selama setahun lebih itu pula topik hangat yang menemani perjalanan kami adalah diskusi soal ketaatan kepada Allah.

Topiknya silih berganti, tetapi selalu tidak jauh dari agama. Menarik memang. Namun tak mengubah diri saya ke arah lebih baik. Selama itu pula, saya hanya melihat kedua kawan ini aktif melaksanakan salat lima waktu di masjid, tanpa tergerak untuk ikut.

Baca Juga :  Mengenal Psikosomatis

Terlebih pada waktu subuh. Sering kali saat berangkat kuliah, kami singgah dan bermalam di Kota Air, Kuala Kapuas.

Tepatnya di depan Masjid Besar Darul Muttaqin atau dikenal masyarakat luas dengan sebutan Masjid Jodoh. Mungkin karena masjid ini sering menjadi saksi peristiwa akad nikah jemaah di Kecamatan Selat, Kabupaten Kapuas.

Saat waktu Subuh menghampiri, dua kawan ini selalu bangun dan menuju masjid yang jaraknya hanya selemparan batu.

Lucunya, saya hanya mengiyakan saat diajak, lalu tidur lagi. Kejadian ini terus berulang. Astagfirullah, ampuni saya ya Allah.

Singkat cerita, akhir tahun 2016, saat perjalanan pulang, sekitar jam 10 malam dan sudah dekat Palangka Raya, persisnya setelah Kelurahan Kalampangan, diskusinya kami mengerucut soal salat lima waktu.

Salah satu kawan tiba-tiba berucap: “Gini aja Han, panjang lebar kita diskusi soal agama selama ini, coba besok Subuh kamu niatkan bangun, kemudian pakai baju salat terbaikmu dan paksakan diri melangkah ke masjid, itu aja,” katanya dengan nada cukup tegas.

Entah bagaimana, saat itu saya menangkapnya seperti tantangan dan menggugah jiwa korelis saya untuk menjawabnya. Seumur hidup saya, rasa-rasanya bisa dihitung jari saya pernah salat Subuh berjemaah di masjid.

Baca Juga :  Penanganan Perkara Pengadaan Barjas Dilihat dari Optik Keadilan Restoratif

Besok subuhnya, betul saja. Dengan izin Allah, saya bangun pas azan subuh. Seperti bergerak otomatis, saya mengenakan baju gamis berwarna putih, lalu bergegas menuju Masjid As Syifa di Jalan Manjuhan IV untuk menunaikan salat Subuh setelah sekian lama. Lama sekali atau mungkin hampir tidak pernah.

Usai salat dan keluar dari masjid, saya seperti senyum sendiri. Rasanya bahagia dan tenang sekali. Aneh memang, tetapi itulah yang saya rasakan.

Sejak itulah, Allah memudahkan langkah saya untuk lanjut melaksanakan salat lima waktu secara kontinu hingga sekarang.

Momen titik balik ini sangat MAHAL dan BERHARGA. Rasanya perlu waktu yang sangat lama saya bertemu titik itu, titik di mana, melalui lisan kawan ini, saya seperti tertantang untuk bangun dan bergerak untuk salat Subuh berjemaah di masjid untuk pertama kalinya.

Bukan hanya saya. Tentu banyak juga yang sudah bertemu dengan momen titik balik. Namun, bagi yang belum, bismillah. Jangan berputus asa dan teruslah berdoa.

Kapan momen titik balik itu terjadi? Saya pun tidak tahu. “Hidayah itu milikKu,” kata Allah. (*)

 

*) Penulis adalah Redaktur Senior Kalteng Pos

Oleh; Rohansyah 

HAI, saya Rohan. Disclaimer, saya bukan Ustaz. Dan catatan ini bukan ceramah. Hanya mencoba berbagi cerita di hari Jumat yang Berkah ini.

Kenapa catatan ini dinamakan TIME OUT! Yes, saya coba mengajak kita rehat sebentar dari hiruk-pikuk dunia. Lelah juga bestie, hehehe.

Sesekalilah kita cerita tentang akhirat. Berat? Ah, enggak kok! Cerita yang ringan-ringan saja.

Bismillah. Seri perdana ini, saya ingin cerita tentang titik balik.

Momen titik balik tiap orang tentunya berbeda-beda. Saya pun merasakannya. Lupa kapan persisnya. Namun yang pasti pada akhir tahun 2016. Saat itu, dalam perjalanan balik dari kuliah magister ilmu komunikasi di Banjarmasin.

Dalam mobil, saya bersama dua orang teman seperjuangan. Waktu itu sudah lebih dari setahun berjalan studi kami.

Hampir saban dua minggu sekali, tepatnya akhir pekan, kami harus bolak-balik menempuh perjalanan 386 kilometer Palangka Raya-Banjarmasin (PP).

Selama setahun lebih itu pula topik hangat yang menemani perjalanan kami adalah diskusi soal ketaatan kepada Allah.

Topiknya silih berganti, tetapi selalu tidak jauh dari agama. Menarik memang. Namun tak mengubah diri saya ke arah lebih baik. Selama itu pula, saya hanya melihat kedua kawan ini aktif melaksanakan salat lima waktu di masjid, tanpa tergerak untuk ikut.

Baca Juga :  Mengenal Psikosomatis

Terlebih pada waktu subuh. Sering kali saat berangkat kuliah, kami singgah dan bermalam di Kota Air, Kuala Kapuas.

Tepatnya di depan Masjid Besar Darul Muttaqin atau dikenal masyarakat luas dengan sebutan Masjid Jodoh. Mungkin karena masjid ini sering menjadi saksi peristiwa akad nikah jemaah di Kecamatan Selat, Kabupaten Kapuas.

Saat waktu Subuh menghampiri, dua kawan ini selalu bangun dan menuju masjid yang jaraknya hanya selemparan batu.

Lucunya, saya hanya mengiyakan saat diajak, lalu tidur lagi. Kejadian ini terus berulang. Astagfirullah, ampuni saya ya Allah.

Singkat cerita, akhir tahun 2016, saat perjalanan pulang, sekitar jam 10 malam dan sudah dekat Palangka Raya, persisnya setelah Kelurahan Kalampangan, diskusinya kami mengerucut soal salat lima waktu.

Salah satu kawan tiba-tiba berucap: “Gini aja Han, panjang lebar kita diskusi soal agama selama ini, coba besok Subuh kamu niatkan bangun, kemudian pakai baju salat terbaikmu dan paksakan diri melangkah ke masjid, itu aja,” katanya dengan nada cukup tegas.

Entah bagaimana, saat itu saya menangkapnya seperti tantangan dan menggugah jiwa korelis saya untuk menjawabnya. Seumur hidup saya, rasa-rasanya bisa dihitung jari saya pernah salat Subuh berjemaah di masjid.

Baca Juga :  Penanganan Perkara Pengadaan Barjas Dilihat dari Optik Keadilan Restoratif

Besok subuhnya, betul saja. Dengan izin Allah, saya bangun pas azan subuh. Seperti bergerak otomatis, saya mengenakan baju gamis berwarna putih, lalu bergegas menuju Masjid As Syifa di Jalan Manjuhan IV untuk menunaikan salat Subuh setelah sekian lama. Lama sekali atau mungkin hampir tidak pernah.

Usai salat dan keluar dari masjid, saya seperti senyum sendiri. Rasanya bahagia dan tenang sekali. Aneh memang, tetapi itulah yang saya rasakan.

Sejak itulah, Allah memudahkan langkah saya untuk lanjut melaksanakan salat lima waktu secara kontinu hingga sekarang.

Momen titik balik ini sangat MAHAL dan BERHARGA. Rasanya perlu waktu yang sangat lama saya bertemu titik itu, titik di mana, melalui lisan kawan ini, saya seperti tertantang untuk bangun dan bergerak untuk salat Subuh berjemaah di masjid untuk pertama kalinya.

Bukan hanya saya. Tentu banyak juga yang sudah bertemu dengan momen titik balik. Namun, bagi yang belum, bismillah. Jangan berputus asa dan teruslah berdoa.

Kapan momen titik balik itu terjadi? Saya pun tidak tahu. “Hidayah itu milikKu,” kata Allah. (*)

 

*) Penulis adalah Redaktur Senior Kalteng Pos

Artikel Terkait

Ganti Kaus Kaki

Aspal Lumpur

 Seleraku Seleramu

Katanya Hari Tenang

Terpopuler

Artikel Terbaru

/