Oleh; Agus Pramono
HAMPIR dua dekade, tidak pernah melihat pertunjukan musik dangdut. Terakhir, waktu masih duduk di bangku SMA. Saya menjadi bagian dari tim pemburu Inul, yang saat ininsudah menjadi artis dangdut papan atas.
Saat itu, suami dari Adam Suseno itu masih mengharapkan uang saweran saat manggung.
Kemarin, atau Jumat malam, momen akan masa-masa itu terulang. Saya hadir di lapangan Makorem 102/Panju Panjung. Ada acara syukuran HUT ke-66 Kodam XII Tanjung Pura, yang kebetulan Lala Widy jadi pengisi acara.
Saya enggak bahas lebih jauh soal sosok penyanyi kelahiran Krian, Sidoarjo ini. Cari saya di YouTube. Yang pasti, suaranya empuk. Ssstt… jangan tanya yang lain.
Saya merangsek ke depan. Joget tipis-tipis. Tubuh sudah tak gemulai seperti waktu masih muda. Lagu-lagu Jawa yang lagi trending dilantunkan.
Sedikitnya delapan lagu, termasuk rungkad, pamer bojo, dan ikan dalam kolam. Lautan prajurit TNI dan Polri larut dalam lagu-lagu yang dibawakan.
Nah, momen menarik terlihat ketika Lala Widy menyebut cendol dawet, bla..bla..bla. Arasemen tambahan itu membuat lagu pamer bojo semakin hidup. Pukulan gendang menghentak menggerakkan pinggul penonton. Penyanyinya juga. Wkwkwkw
Nah, jika cendol dawet malam itu bisa sampai menggerakkan pinggul, ada juga cendol dawet di dunia politik yang bikin orang meriang.
Di jagad perpolitikan Kalimantan Tengah, keberadaan cendol dan dawet menjadi bualan hangat yang tak bisa dihindari.
Mereka hadir dengan gestur lembut yang tidak mencurigakan. Meski tidak mengumbar kemesraan secara terbuka, tetap saja menyisakan tanya di benak banyak orang.
Kini, mereka dengan mudah mulai dapat ditemukan di setiap belokan jalan, simpul-simpul persimpangan, bahkan di tepi jalan yang ramai.
Namun, cendol dawet yang menjadi buah bibir di kalangan masyarakat ini tidak diterima dengan baik oleh sebagian kalangan yang lebih konservatif.
Salah satunya kelapa muda, yang secara umum sudah dikenal. Lebih muda dicari. Sering muncul, meski tidak lagi musim. Rasanya juga tak diragukan. Intinya merakyat lah.
Kelapa muda juga mendapat tempat di lidah masyarakat. Masyarakat tua maksudnya, yang tidak tahu akan rasa.(*)
*) Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos.