Selasa, September 17, 2024
24.2 C
Palangkaraya

Masa Transisi” Masa Remaja “ dalam Kesehatan Jiwa

Oleh : Ns. Mimin Lestari, M.Kep, Dosen Jurusan Keperawatan

————————-

Remaja adalah masa peralihan diri  dari anak – anak menuju dewasa, pada masa ini terjadi berbagai macam perubahan yang cukup bermakna baik secara fisik, biologis, mental dan emosional maupun psikososial. Biasanya remaja sering kali merasakan kelelahan baik secara fisik maupun mental. Transisi dari remaja menuju ke dewasa – yaitu antara usia 16-24 tahun ini merupakan masa di mana seseorang berhadapan dengan banyak tantangan dan pengalaman baru.

Selain mulai memiliki legalitas hukum dan tanggung jawab yang meningkat, remaja di periode ini juga masih mengalami perkembangan biologis, psikologis, dan emosional – bahkan hingga usia 20an.

Hasil Riset mendukung temuan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization (WHO)) yang mengatakan 1 dari 4 remaja di usia ini menderita gangguan kesehatan jiwa.

Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari aktifnya hormon reproduksi, perkembangan otak yang terus berlangsung, serta pembentukan identitas diri mereka. Hal ini tentu dapat disertai ketidakstabilan emosi atau pengambilan keputusan yang sering kali impulsif.  Untuk meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan, remaja tidak bisa hanya berfokus pada kesehatan fisik saja, karena kesehatan mental juga memainkan peran yang besar dalam kehidupan. Kesehatan mental menunjukkan kemampuan diri sendiri untuk mengelola perasaan dan menghadapi kesulitan sehari-hari.

Selama ini mungkin kita belum tahu  apa itu kesehatan mental bagi remaja, kesehatan mental bagi remaja adalah bagaimana remaja di kehidupannya merasa lebih bahagia  dan lebih positif tentang diri mereka sendiri dan menikmati hidup. Bangkit kembali dari kekesalan dan kekecewaan. memiliki hubungan yang lebih sehat dengan keluarga dan teman melakukan aktivitas fisik dan makan makanan yang sehat.

Usia 16-24 tahun adalah periode kritis

Riset di atas, yang dilakukan oleh tim Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Fakultas Kesehatan di Universitas Indonesia, mencoba untuk memetakan keresahan mental remaja di periode transisi 16-24 tahun dari seluruh Indonesia – terutama mahasiswa tahun pertama – melalui survey online.

Sebanyak 95,4% menyatakan bahwa mereka pernah mengalami gejala kecemasan (anxiety), dan 88% pernah mengalami gejala depresi dalam menghadapi permasalahan selama di usia ini.

Selain itu, dari seluruh responden, sebanyak 96,4% menyatakan kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang sering mereka alami.

Pada periode transisi ini misalnya, banyak remaja tiba-tiba harus menjelajahi lingkungan yang baru, lingkaran pertemanan yang semakin luas, tuntutan pendidikan atau karier yang semakin berat, hingga budaya yang bisa jadi sangat berbeda – disertai dengan berbagai masalah dan konflik yang kerap muncul dari berbagai perubahan ini.

Baca Juga :  Paradigma dan Visi Guru Penggerak

Penyelesaian masalah yang paling sering mereka lakukan adalah bercerita pada teman (98,7%), menghindari masalah tersebut (94,1%), mencari informasi tentang cara mengatasi masalah dari internet (89,8%). Namun, sebagian juga berakhir dengan menyakiti diri mereka sendiri (51,4%), atau bahkan menjadi putus asa serta ingin mengakhiri hidup (57,8%).

Berbagai masalah yang dalam masa transisi ini berisiko tinggi menjadi lebih buruk di kemudian hari apabila tidak ditangani dengan optimal.

Tidak banyak yang mencari bantuan ?

Meskipun remaja pada periode ini amat rentan mengalami masalah kesehatan jiwa, namun tidak banyak dari kelompok ini yang mengakses layanan kesehatan jiwa. Kurangnya layanan kesehatan mental di Indonesia, hanya sekitar 0,29 psikiater dan 0,18 psikolog per 100.000 penduduk – juga membawa tantangan tersendiri.

Tapi, faktor lain yang juga menjadi penghambat, antara lain adalah layanan yang kurang sesuai dengan kebutuhan remaja di usia mereka.

Dalam studi yang kami lakukan, misalnya, para remaja mengatakan bahwa mereka mengharapkan layanan bantuan kesehatan mental yang menjamin kerahasiaan (99,2%), tidak menghakimi (98,5%), berkelanjutan untuk periode waktu tertentu (96%), serta dapat diakses online (84,5%).

Mereka juga merasa berbagai layanan yang ada diisi oleh tenaga profesional yang kurang ramah (99,2%) dan belum terbuka untuk mendengarkan segala permasalahan yang mereka alami (99%).

Stigma negatif tentang kesehatan jiwa yang berkembang di masyarakat, juga semakin menghambat remaja untuk mencari bantuan ke layanan kesehatan jiwa.

Beberapa remaja usia transisi, misalnya, mengatakan takut menceritakan ke orang tua atau orang terdekat bahwa mereka datang ke layanan kesehatan mental karena takut dianggap sebagai orang dengan gangguan jiwa berat atau “kurang iman”.

Padahal, pemahaman remaja tentang kesehatan mental sangat penting agar mereka dapat mengidentifikasi masalah sejak dini, sehingga mendapatkan bantuan yang sesuai.

Meningkatnya ketahanan mental (resilience) seseorang pada periode ini akan berdampak positif tidak hanya terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan mereka, tapi juga keberhasilan mereka secara akademis, di lingkungan kerja, dan masyarakat.

Pentingnya menjaga kesehatan mental karena kesehatan mental memengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak. Dikutip dari Kemenkes, kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin seseorang berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga bisa menikmati kehidupan sehari-hari.

Beberapa langkah perubahan sederhana bisa diterapkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental. Dengan melakukan perubahan ini, maka dapat dipastikan hal ini memengaruhi semua aspek kehidupan. Untuk remaja yang merasa mudah mengalami stress atau gangguan kecemasan, berikut ini beberapa hal sederhana yang dapat meningkatkan kesehatan mental:

  • Katakan Hal Positif pada Diri Sendiri
Baca Juga :  Gengsi Dong

Penelitian menunjukkan bahwa cara kamu berpikir tentang diri sendiri dapat memiliki efek yang kuat pada kejiwaan kamu. Ketika kita memandang diri kita dan hidup kita secara negatif, maka kita juga merasakan efek negatifnya. Sebaliknya, jika membiasakan diri menggunakan kata-kata yang membuat lebih positif, maka hal ini membuat kamu lebih optimis.

  • Tuliskan Hal-Hal yang Patut Disyukuri

Rasa bersyukur dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan, kualitas kesehatan mental, serta kebahagiaan. Cara sederhana untuk meningkatkan rasa bersyukur adalah membuat jurnal dan menuliskan berbagai hal yang patut disyukuri setiap harinya. Secara umum merenungkan rasa terimakasih juga efektif, tetapi kamu perlu berlatih secara teratur untuk mendapatkan manfaat jangka panjang. Temukan sesuatu untuk disyukuri dan nikmati perasaan tersebut dalam hatimu.

  • Fokus pada Satu Hal pada Satu Waktu

Fokus kepada tujuan mampu melepaskan emosi negatif dari pengalaman masa lalu yang membebani. Mulailah dengan membawa kesadaran bahkan untuk hal-hal sederhana seperti mandi, makan siang, atau berjalan pulang. Memberi perhatian pada sensasi fisik, suara, bau, atau rasa dari pengalaman ini membantu kamu untuk fokus. Ketika pikiran kamu terbang melayang hingga menyebabkan kamu overthinking, maka bawa saja kembali ke sesuatu yang kini sedang kamu lakukan.

  • Olahraga

Tubuh akan melepaskan endorfin yang membantu menyingkirkan stres dan meningkatkan suasana hati kamu sebelum dan sesudah berolahraga. Itulah sebabnya olahraga adalah cara penangkal stress, kecemasan, dan depresi yang ampuh. Carilah cara-cara kecil untuk menambah aktivitas olahraga, seperti naik tangga, atau jalan kaki ke tempat yang dekat. Paparan sinar matahari juga membantu tubuh menghasilkan vitamin D, yang meningkatkan tingkat serotonin di otak.

  • Terbukalah pada Seseorang

Mengetahui bahwa kamu dihargai oleh orang lain adalah penting untuk membantu kamu berpikir lebih positif. Belajar terbuka kepada orang lain, yang membuat kamu lebih mampu berpikir positif dan semakin mengenal diri sendiri.

  • Tidur Tepat Waktu

Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur memiliki efek negatif yang signifikan pada suasana hati. Coba tidur pada waktu yang teratur setiap hari. Hindari bermain gadget sebelum waktu tidur dan membatasi minuman berkafein untuk pagi hari.

Jadi mulai sekarang, kamu memiliki berbagai cara langkah-langkah positif sederhana untuk menjaga kesehatan mental kamu. Cara menjaga kesehatan mental seperti yang disebutkan di atas tidaklah sulit dilakukan, kamu hanya memerlukan menerapkannya secara bertahap dan penuh ketelatenan dalam menerapkannya supaya mendapatkan manfaat jangka panjang. (*)

 

Oleh : Ns. Mimin Lestari, M.Kep, Dosen Jurusan Keperawatan

————————-

Remaja adalah masa peralihan diri  dari anak – anak menuju dewasa, pada masa ini terjadi berbagai macam perubahan yang cukup bermakna baik secara fisik, biologis, mental dan emosional maupun psikososial. Biasanya remaja sering kali merasakan kelelahan baik secara fisik maupun mental. Transisi dari remaja menuju ke dewasa – yaitu antara usia 16-24 tahun ini merupakan masa di mana seseorang berhadapan dengan banyak tantangan dan pengalaman baru.

Selain mulai memiliki legalitas hukum dan tanggung jawab yang meningkat, remaja di periode ini juga masih mengalami perkembangan biologis, psikologis, dan emosional – bahkan hingga usia 20an.

Hasil Riset mendukung temuan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization (WHO)) yang mengatakan 1 dari 4 remaja di usia ini menderita gangguan kesehatan jiwa.

Penyebabnya bermacam-macam, mulai dari aktifnya hormon reproduksi, perkembangan otak yang terus berlangsung, serta pembentukan identitas diri mereka. Hal ini tentu dapat disertai ketidakstabilan emosi atau pengambilan keputusan yang sering kali impulsif.  Untuk meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan, remaja tidak bisa hanya berfokus pada kesehatan fisik saja, karena kesehatan mental juga memainkan peran yang besar dalam kehidupan. Kesehatan mental menunjukkan kemampuan diri sendiri untuk mengelola perasaan dan menghadapi kesulitan sehari-hari.

Selama ini mungkin kita belum tahu  apa itu kesehatan mental bagi remaja, kesehatan mental bagi remaja adalah bagaimana remaja di kehidupannya merasa lebih bahagia  dan lebih positif tentang diri mereka sendiri dan menikmati hidup. Bangkit kembali dari kekesalan dan kekecewaan. memiliki hubungan yang lebih sehat dengan keluarga dan teman melakukan aktivitas fisik dan makan makanan yang sehat.

Usia 16-24 tahun adalah periode kritis

Riset di atas, yang dilakukan oleh tim Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Fakultas Kesehatan di Universitas Indonesia, mencoba untuk memetakan keresahan mental remaja di periode transisi 16-24 tahun dari seluruh Indonesia – terutama mahasiswa tahun pertama – melalui survey online.

Sebanyak 95,4% menyatakan bahwa mereka pernah mengalami gejala kecemasan (anxiety), dan 88% pernah mengalami gejala depresi dalam menghadapi permasalahan selama di usia ini.

Selain itu, dari seluruh responden, sebanyak 96,4% menyatakan kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang sering mereka alami.

Pada periode transisi ini misalnya, banyak remaja tiba-tiba harus menjelajahi lingkungan yang baru, lingkaran pertemanan yang semakin luas, tuntutan pendidikan atau karier yang semakin berat, hingga budaya yang bisa jadi sangat berbeda – disertai dengan berbagai masalah dan konflik yang kerap muncul dari berbagai perubahan ini.

Baca Juga :  Paradigma dan Visi Guru Penggerak

Penyelesaian masalah yang paling sering mereka lakukan adalah bercerita pada teman (98,7%), menghindari masalah tersebut (94,1%), mencari informasi tentang cara mengatasi masalah dari internet (89,8%). Namun, sebagian juga berakhir dengan menyakiti diri mereka sendiri (51,4%), atau bahkan menjadi putus asa serta ingin mengakhiri hidup (57,8%).

Berbagai masalah yang dalam masa transisi ini berisiko tinggi menjadi lebih buruk di kemudian hari apabila tidak ditangani dengan optimal.

Tidak banyak yang mencari bantuan ?

Meskipun remaja pada periode ini amat rentan mengalami masalah kesehatan jiwa, namun tidak banyak dari kelompok ini yang mengakses layanan kesehatan jiwa. Kurangnya layanan kesehatan mental di Indonesia, hanya sekitar 0,29 psikiater dan 0,18 psikolog per 100.000 penduduk – juga membawa tantangan tersendiri.

Tapi, faktor lain yang juga menjadi penghambat, antara lain adalah layanan yang kurang sesuai dengan kebutuhan remaja di usia mereka.

Dalam studi yang kami lakukan, misalnya, para remaja mengatakan bahwa mereka mengharapkan layanan bantuan kesehatan mental yang menjamin kerahasiaan (99,2%), tidak menghakimi (98,5%), berkelanjutan untuk periode waktu tertentu (96%), serta dapat diakses online (84,5%).

Mereka juga merasa berbagai layanan yang ada diisi oleh tenaga profesional yang kurang ramah (99,2%) dan belum terbuka untuk mendengarkan segala permasalahan yang mereka alami (99%).

Stigma negatif tentang kesehatan jiwa yang berkembang di masyarakat, juga semakin menghambat remaja untuk mencari bantuan ke layanan kesehatan jiwa.

Beberapa remaja usia transisi, misalnya, mengatakan takut menceritakan ke orang tua atau orang terdekat bahwa mereka datang ke layanan kesehatan mental karena takut dianggap sebagai orang dengan gangguan jiwa berat atau “kurang iman”.

Padahal, pemahaman remaja tentang kesehatan mental sangat penting agar mereka dapat mengidentifikasi masalah sejak dini, sehingga mendapatkan bantuan yang sesuai.

Meningkatnya ketahanan mental (resilience) seseorang pada periode ini akan berdampak positif tidak hanya terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan mereka, tapi juga keberhasilan mereka secara akademis, di lingkungan kerja, dan masyarakat.

Pentingnya menjaga kesehatan mental karena kesehatan mental memengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak. Dikutip dari Kemenkes, kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin seseorang berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga bisa menikmati kehidupan sehari-hari.

Beberapa langkah perubahan sederhana bisa diterapkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental. Dengan melakukan perubahan ini, maka dapat dipastikan hal ini memengaruhi semua aspek kehidupan. Untuk remaja yang merasa mudah mengalami stress atau gangguan kecemasan, berikut ini beberapa hal sederhana yang dapat meningkatkan kesehatan mental:

  • Katakan Hal Positif pada Diri Sendiri
Baca Juga :  Gengsi Dong

Penelitian menunjukkan bahwa cara kamu berpikir tentang diri sendiri dapat memiliki efek yang kuat pada kejiwaan kamu. Ketika kita memandang diri kita dan hidup kita secara negatif, maka kita juga merasakan efek negatifnya. Sebaliknya, jika membiasakan diri menggunakan kata-kata yang membuat lebih positif, maka hal ini membuat kamu lebih optimis.

  • Tuliskan Hal-Hal yang Patut Disyukuri

Rasa bersyukur dikaitkan dengan peningkatan kesejahteraan, kualitas kesehatan mental, serta kebahagiaan. Cara sederhana untuk meningkatkan rasa bersyukur adalah membuat jurnal dan menuliskan berbagai hal yang patut disyukuri setiap harinya. Secara umum merenungkan rasa terimakasih juga efektif, tetapi kamu perlu berlatih secara teratur untuk mendapatkan manfaat jangka panjang. Temukan sesuatu untuk disyukuri dan nikmati perasaan tersebut dalam hatimu.

  • Fokus pada Satu Hal pada Satu Waktu

Fokus kepada tujuan mampu melepaskan emosi negatif dari pengalaman masa lalu yang membebani. Mulailah dengan membawa kesadaran bahkan untuk hal-hal sederhana seperti mandi, makan siang, atau berjalan pulang. Memberi perhatian pada sensasi fisik, suara, bau, atau rasa dari pengalaman ini membantu kamu untuk fokus. Ketika pikiran kamu terbang melayang hingga menyebabkan kamu overthinking, maka bawa saja kembali ke sesuatu yang kini sedang kamu lakukan.

  • Olahraga

Tubuh akan melepaskan endorfin yang membantu menyingkirkan stres dan meningkatkan suasana hati kamu sebelum dan sesudah berolahraga. Itulah sebabnya olahraga adalah cara penangkal stress, kecemasan, dan depresi yang ampuh. Carilah cara-cara kecil untuk menambah aktivitas olahraga, seperti naik tangga, atau jalan kaki ke tempat yang dekat. Paparan sinar matahari juga membantu tubuh menghasilkan vitamin D, yang meningkatkan tingkat serotonin di otak.

  • Terbukalah pada Seseorang

Mengetahui bahwa kamu dihargai oleh orang lain adalah penting untuk membantu kamu berpikir lebih positif. Belajar terbuka kepada orang lain, yang membuat kamu lebih mampu berpikir positif dan semakin mengenal diri sendiri.

  • Tidur Tepat Waktu

Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa kurang tidur memiliki efek negatif yang signifikan pada suasana hati. Coba tidur pada waktu yang teratur setiap hari. Hindari bermain gadget sebelum waktu tidur dan membatasi minuman berkafein untuk pagi hari.

Jadi mulai sekarang, kamu memiliki berbagai cara langkah-langkah positif sederhana untuk menjaga kesehatan mental kamu. Cara menjaga kesehatan mental seperti yang disebutkan di atas tidaklah sulit dilakukan, kamu hanya memerlukan menerapkannya secara bertahap dan penuh ketelatenan dalam menerapkannya supaya mendapatkan manfaat jangka panjang. (*)

 

Artikel Terkait

Parade Umbar Janji

 Gerobak Mahal

Gerobak Kuning

Kelapa Muda Gula Jawa

Cendol Dawet

Terpopuler

Artikel Terbaru

/