Jumat, November 22, 2024
24.1 C
Palangkaraya

UPR Unggul Berbasis Integrated Governance

PALANGKA RAYA-Menjadikan Universitas Palangka Raya (UPR) sebagai lembaga pendidikan tinggi unggul, mandiri, dan adaptif berbasis integrated governance merupakan visi yang diusung oleh bakal calon rektor nomor urut 10, Dr Agus Satrya Wibowo SE MSi. Tak mudah untuk mewujudkannya, tapi ia sudah menyiapkan langkah-langkah strategis.

“Kenapa integrated governance, karena keunggulan perguruan tinggi harus mencakup tiga hal, yakni academic governance, business governance, corporate governance,” kata Agus dalam paparannya saat sosialisasi di Fakultas Teknik UPR, pekan lalu.

Agus menerangkan academic governance melaksanakan tri dharma perguruan tinggi, yakni pendidikan pengajaran, penelitian, dan pengembangan, pengabdian masyarakat, serta pengembangan karier yang unggul dan adaptif.

Sedangkan business governance diperlukan dalam mencapai kinerja dan kemandirian keuangan lembaga. Hal ini penting untuk menyambut pelaksanaan UPR menjadi Badan Layanan Umum (BLU).

Sementara corporate governance sebagai kontrol dan jaminan mekanisme lembaga yang sehat, agar berjalan sesuai aturan yang ada. Mesti ada pengawasan internal yang kuat.

“Harus ada integrated govarnance untuk menciptakan good university governace ini. Artinya, academik, bisnis, dan corporate harus saling berinteraksi,” ujar Agus yang merupakan Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan FEB UPR ini.

Dia mendukung adanya carrier academic center untuk mendukung karier dosen. Skema karier dosen di lembaga pendidikan dimulai sejak awal masuk sampai menjadi guru besar.

Sedangkan dalam business governance, Agus berencana membuat unit academic income generating dan non-academic income generating. Unit ini yang nantinya melaksanakan bisnis untuk kepentingan UPR, mendapatkan dana untuk pembiayaan.

Agus juga memotret kondisi UPR secara makro, mulai dari tingkat universitas dan fakultas. Khususnya terkait kondisi tenaga pendidikan atau dosen. Hal ini berhubungan dengan upaya membawa UPR untuk memiliki program studi unggul. Data yang didapatkan Agus, dari jumlah keseluruhan dosen sebanyak 712 orang, yang sudah S-3 atau bergelar doktor hanya 205 orang atau 28,8 persen. Sementara 503 dosen lainnya berpendidikan S-2  atau 70,6 persen. Padahal jabatan fungsional lektor, lektor kepala, dan guru besar menjadi salah satu pengungkit akreditasi unggul. UPR baru memiliki guru besar dengan persentase 2,9 persen, lektor kepala 35 persen, dan lektor 42 persen.

Baca Juga :  Kunjungi Ruang Cetak Koran, Mengenal Langsung Proses Pembuatan Koran

“Untuk jabatan fungsional ini, UPR sudah ada peluang untuk unggul. Namun masih berat di hal ini (pendidikan dosen S-3),” ujar Agus yang merupakan lulusan S-2 Universitas Padjajaran Bandung.

Selain soal dosen, menurut Agus, tantangan lain bagi UPR dalam mengejar akreditasi unggul adalah perihal publikasi. Dia mengambil contoh, jika mengejar target publikasi seperti perguruan tinggi lain yang setahun 400 publikasi, maka delapan fakultas di UPR harus mampu menghasilkan 50 publikasi tiap fakultas.

“Satu publikasi perlu biaya Rp40 juta, lantas berapa total biaya yang diperlukan? UPR Harus hadir di sini untuk memberikan insentif publikasi,” ujar Agus yang merupakan reviewer jurnal di sejumlah perguruan tinggi.

Agus mencoba membedah kondisi Fakultas Teknik UPR. Karena dia tak ingin rektor ke depan tidak mengenali kondisi fakultas. Menurutnya, salah satu syarat agar bisa menjadi universitas unggul, maka lektor, lektor kepala, dan guru besar harus berjumlah di atas 70 persen. Menurutnya Fakultas Teknik sudah lumayan bagus. Jurusan Arsitektur sudah 90 persen, Teknik Sipil 95 persen, dan Teknik Informatika 95 persen.

Saat ini dosen dengan kualifikasi pendidikan S-2 dan S-3 di Fakultas Teknik terbilang banyak. Jurusan Arsitek S-2 ada 16 orang, Jurusan Teknik Sipil 30 orang, Jurusan Teknik Informatika 18 orang. Tantangannya adalah selama dua tahun ini akan ada empat orang dosen yang akan pensiun.

Baca Juga :  IGTKI Batara Serahkan Trophy Lomba Mewarna di Koran

Khusus soal status UPR yang tak lama lagi akan jadi BLU, menurutnya ini merupakan tantangan berat bagi UPR. Harus memiliki standar pelayanan. Minimal punya renstra bisnis dan punya laporan keuangan pokok. Karena itu Agus berharap Fakultas Teknik berkontribusi terhadap pengembangan BLU.

Menyangkut keuangan saat UPR telah menjadi BLU, menurut dosen di FEB ini, seorang rektor harus paham perihal pengelolaan keuangan, seperti mengelola APBN. Rektor harus paham dalam mengelola anggaran UPR, seperti defisit atau suprlus. 

“Jika defisit, dalam aturan BLU, perguruan tinggi diperbolehkan meminjam dana atau efisiensi, banyak strategi atau model-model yang bisa digunakan,” ujar lulusan S-3 Universitas Diponegoro ini.

Selanjutnya mengenai sarana prasarana, sudah masuk dalam misi pertama yang ditawarkan Agus. Yakni harus menaati 11 standar sarana dan prasarana yang ditetapkan. Bagaimana supaya disukai, UPR ke depan tidak menjual komoditas, tapi menjual experience. Ia mencontohkan menjual komiditas itu seperti menjual pisang goreng, harganya murah. Namun menjual experience seperti menjual kopi yang dilakukan oleh starbuck, bisa mahal.

“Saya mendukung penambahan laboratorium. Itu akan menambah experience learning dari mahasiswa. Jadi kita tidak menjual komiditas lagi, tapi kita menjual experience,” ujar lulusan terbaik angkatan 145 tahun 2017 Universitas Diponegoro.

Lalu bagaimana untuk pendanaannya? Agus menawarkan konsep bussines governance. Kehadiran unit academic income generating dan non-academic generating bisa menjadi jawaban untuk mendapatkan dana untuk UPR. (sma/ce/ala/ko)

PALANGKA RAYA-Menjadikan Universitas Palangka Raya (UPR) sebagai lembaga pendidikan tinggi unggul, mandiri, dan adaptif berbasis integrated governance merupakan visi yang diusung oleh bakal calon rektor nomor urut 10, Dr Agus Satrya Wibowo SE MSi. Tak mudah untuk mewujudkannya, tapi ia sudah menyiapkan langkah-langkah strategis.

“Kenapa integrated governance, karena keunggulan perguruan tinggi harus mencakup tiga hal, yakni academic governance, business governance, corporate governance,” kata Agus dalam paparannya saat sosialisasi di Fakultas Teknik UPR, pekan lalu.

Agus menerangkan academic governance melaksanakan tri dharma perguruan tinggi, yakni pendidikan pengajaran, penelitian, dan pengembangan, pengabdian masyarakat, serta pengembangan karier yang unggul dan adaptif.

Sedangkan business governance diperlukan dalam mencapai kinerja dan kemandirian keuangan lembaga. Hal ini penting untuk menyambut pelaksanaan UPR menjadi Badan Layanan Umum (BLU).

Sementara corporate governance sebagai kontrol dan jaminan mekanisme lembaga yang sehat, agar berjalan sesuai aturan yang ada. Mesti ada pengawasan internal yang kuat.

“Harus ada integrated govarnance untuk menciptakan good university governace ini. Artinya, academik, bisnis, dan corporate harus saling berinteraksi,” ujar Agus yang merupakan Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan FEB UPR ini.

Dia mendukung adanya carrier academic center untuk mendukung karier dosen. Skema karier dosen di lembaga pendidikan dimulai sejak awal masuk sampai menjadi guru besar.

Sedangkan dalam business governance, Agus berencana membuat unit academic income generating dan non-academic income generating. Unit ini yang nantinya melaksanakan bisnis untuk kepentingan UPR, mendapatkan dana untuk pembiayaan.

Agus juga memotret kondisi UPR secara makro, mulai dari tingkat universitas dan fakultas. Khususnya terkait kondisi tenaga pendidikan atau dosen. Hal ini berhubungan dengan upaya membawa UPR untuk memiliki program studi unggul. Data yang didapatkan Agus, dari jumlah keseluruhan dosen sebanyak 712 orang, yang sudah S-3 atau bergelar doktor hanya 205 orang atau 28,8 persen. Sementara 503 dosen lainnya berpendidikan S-2  atau 70,6 persen. Padahal jabatan fungsional lektor, lektor kepala, dan guru besar menjadi salah satu pengungkit akreditasi unggul. UPR baru memiliki guru besar dengan persentase 2,9 persen, lektor kepala 35 persen, dan lektor 42 persen.

Baca Juga :  Kunjungi Ruang Cetak Koran, Mengenal Langsung Proses Pembuatan Koran

“Untuk jabatan fungsional ini, UPR sudah ada peluang untuk unggul. Namun masih berat di hal ini (pendidikan dosen S-3),” ujar Agus yang merupakan lulusan S-2 Universitas Padjajaran Bandung.

Selain soal dosen, menurut Agus, tantangan lain bagi UPR dalam mengejar akreditasi unggul adalah perihal publikasi. Dia mengambil contoh, jika mengejar target publikasi seperti perguruan tinggi lain yang setahun 400 publikasi, maka delapan fakultas di UPR harus mampu menghasilkan 50 publikasi tiap fakultas.

“Satu publikasi perlu biaya Rp40 juta, lantas berapa total biaya yang diperlukan? UPR Harus hadir di sini untuk memberikan insentif publikasi,” ujar Agus yang merupakan reviewer jurnal di sejumlah perguruan tinggi.

Agus mencoba membedah kondisi Fakultas Teknik UPR. Karena dia tak ingin rektor ke depan tidak mengenali kondisi fakultas. Menurutnya, salah satu syarat agar bisa menjadi universitas unggul, maka lektor, lektor kepala, dan guru besar harus berjumlah di atas 70 persen. Menurutnya Fakultas Teknik sudah lumayan bagus. Jurusan Arsitektur sudah 90 persen, Teknik Sipil 95 persen, dan Teknik Informatika 95 persen.

Saat ini dosen dengan kualifikasi pendidikan S-2 dan S-3 di Fakultas Teknik terbilang banyak. Jurusan Arsitek S-2 ada 16 orang, Jurusan Teknik Sipil 30 orang, Jurusan Teknik Informatika 18 orang. Tantangannya adalah selama dua tahun ini akan ada empat orang dosen yang akan pensiun.

Baca Juga :  IGTKI Batara Serahkan Trophy Lomba Mewarna di Koran

Khusus soal status UPR yang tak lama lagi akan jadi BLU, menurutnya ini merupakan tantangan berat bagi UPR. Harus memiliki standar pelayanan. Minimal punya renstra bisnis dan punya laporan keuangan pokok. Karena itu Agus berharap Fakultas Teknik berkontribusi terhadap pengembangan BLU.

Menyangkut keuangan saat UPR telah menjadi BLU, menurut dosen di FEB ini, seorang rektor harus paham perihal pengelolaan keuangan, seperti mengelola APBN. Rektor harus paham dalam mengelola anggaran UPR, seperti defisit atau suprlus. 

“Jika defisit, dalam aturan BLU, perguruan tinggi diperbolehkan meminjam dana atau efisiensi, banyak strategi atau model-model yang bisa digunakan,” ujar lulusan S-3 Universitas Diponegoro ini.

Selanjutnya mengenai sarana prasarana, sudah masuk dalam misi pertama yang ditawarkan Agus. Yakni harus menaati 11 standar sarana dan prasarana yang ditetapkan. Bagaimana supaya disukai, UPR ke depan tidak menjual komoditas, tapi menjual experience. Ia mencontohkan menjual komiditas itu seperti menjual pisang goreng, harganya murah. Namun menjual experience seperti menjual kopi yang dilakukan oleh starbuck, bisa mahal.

“Saya mendukung penambahan laboratorium. Itu akan menambah experience learning dari mahasiswa. Jadi kita tidak menjual komiditas lagi, tapi kita menjual experience,” ujar lulusan terbaik angkatan 145 tahun 2017 Universitas Diponegoro.

Lalu bagaimana untuk pendanaannya? Agus menawarkan konsep bussines governance. Kehadiran unit academic income generating dan non-academic generating bisa menjadi jawaban untuk mendapatkan dana untuk UPR. (sma/ce/ala/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/