Sabtu, Juli 5, 2025
23.2 C
Palangkaraya

Integritas Riset? Lima Kampus Besar Indonesia Masuk ‘Watch List’ versi RI2

SETELAH delapan universitas ternama Indonesia sebelumnya terseret dalam kategori Red Flag dan High Risk dalam pemeringkatan Research Integrity Risk Index (RI²), kini muncul lima kampus besar lainnya yang masuk daftar Watch List—kategori risiko sedang yang juga memerlukan perhatian.

RI² adalah sistem pemeringkatan global yang dirancang untuk mendeteksi risiko potensi pelanggaran integritas akademik, khususnya dalam dunia penelitian.

Kategori Risiko RI²:

  • Red Flag (Skor > 0.251): Risiko tertinggi. Menandakan potensi pelanggaran sistemik.
  • High Risk (0.176 – < 0.251): Penyimpangan serius dari standar global.
  • Watch List (0.099 – < 0.176): Risiko sedang. Perlu perhatian ekstra.
  • Normal Variation (0.049 – < 0.099): Masih dalam batas wajar.
  • Low Risk (< 0.049): Risiko rendah. Patuh terhadap etika riset global.

Berikut lima perguruan tinggi top Indonesia yang masuk Watch List RI²:

  1. Universitas Gadjah Mada (UGM) — Skor RI²: 0.117
  2. Institut Pertanian Bogor (IPB) — Skor RI²: 0.119
  3. Institut Teknologi Bandung (ITB) — Skor RI²: 0.120
  4. Universitas Indonesia (UI) — Skor RI²: 0.154
  5. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) — Skor RI²: 0.168

Skandal Riset? Delapan Kampus Top Indonesia Masuk Daftar Red Flag dan High Risk

Apa Itu RI2?

Perlu diketahui, RI2 adalah alat ukur pertama di dunia yang dirancang untuk mengidentifikasi risiko terhadap integritas penelitian di tingkat institusi. Dikembangkan oleh Profesor Lokman Meho dari American University of Beirut, RI2 hadir sebagai solusi atas kekhawatiran bahwa sistem peringkat universitas global sering hanya mengejar jumlah publikasi dan kutipan, tanpa mempertimbangkan kualitas dan kejujuran akademik.

Baca Juga :  Wisuda UGM Tak Biasa, Mahasiswa Gaungkan Keadilan untuk Argo “JusticeforArgo”

Apa Fungsi RI2?

RI2 mengevaluasi institusi pendidikan berdasarkan dua indikator kunci yang bisa diverifikasi:

  1. R Rate: Jumlah artikel yang ditarik kembali (*retracted) per 1.000 publikasi, yang menunjukkan pelanggaran metodologi, etika, atau kepenulisan.
  2. D Rate: Persentase publikasi suatu institusi di jurnal yang dikeluarkan dari Scopus atau Web of Science karena tidak memenuhi standar kualitas.

Kedua indikator ini digabungkan untuk menghasilkan skor 0-1, yang mengelompokkan institusi ke dalam 5 tingkat risiko (dari Red Flag hingga Low Risk). Hasilnya bisa dilihat di peringkat RI2 yang membandingkan 1.000 universitas paling produktif di dunia.

Semakin tinggi skor RI2, semakin tinggi pula risiko pelanggaran integritas. Meski bukan alat untuk menjatuhkan reputasi, RI2 adalah sistem peringatan dini agar kampus melakukan evaluasi dan perbaikan.

Mengapa RI2 Penting?

Sistem peringkat tradisional sering mengabaikan praktik tidak sehat seperti:

– Publikasi di jurnal predator atau tidak terpercaya.

Baca Juga :  Roy Suryo Ingin Uji Karbon Kertas Ijazah UGM Jokowi, Mungkin kah Dilakukan?

– Manipulasi kutipan atau afiliasi ganda untuk mengejar angka.

– Ketergantungan pada penulis luar untuk meningkatkan produktivitas.

RI2 mengalihkan fokus dari kuantitas ke integritas, memberikan alat transparan yang bisa membantu mendeteksi kerentanan dalam sistem penelitian.

Namun penting juga untuk diingat bahwa sifat Indikator Risiko RI2 adalah “indeks risiko“, yang berarti ia mengidentifikasi potensi masalah dan anomali yang mungkin memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Ini bukan penilaian definitif tentang pelanggaran integritas, tetapi lebih sebagai sistem peringatan dini.

Masalah kualitas penelitian atau publikasi ilmiah sempat jadi sorotan tahun 2024 lalu.
Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam menyatakan kualitas publikasi jurnal akan mempengaruhi reputasi perguruan tinggi dan dosen Indonesia di kancah internasional.

“Makanya sangat penting untuk memastikan jurnal tempat kita publikasi betul-betul berkualitas, bukan abal-abal dan bukan predator,” katanya dalam acara Indonesia Research Summit-Editage di Jakarta pada awal 2024 lalu, seperti dikutip dari Antara.

Nizam menuturkan selama ini jumlah publikasi jurnal Indonesia sangat banyak bahkan melampaui negara-negara lain terutama di Asia. Di sisi lain, publikasi tersebut kurang berkualitas sehingga masih perlu ditingkatkan agar membawa dampak baik bagi nama perguruan tinggi dan dosen Indonesia.(*)

SETELAH delapan universitas ternama Indonesia sebelumnya terseret dalam kategori Red Flag dan High Risk dalam pemeringkatan Research Integrity Risk Index (RI²), kini muncul lima kampus besar lainnya yang masuk daftar Watch List—kategori risiko sedang yang juga memerlukan perhatian.

RI² adalah sistem pemeringkatan global yang dirancang untuk mendeteksi risiko potensi pelanggaran integritas akademik, khususnya dalam dunia penelitian.

Kategori Risiko RI²:

  • Red Flag (Skor > 0.251): Risiko tertinggi. Menandakan potensi pelanggaran sistemik.
  • High Risk (0.176 – < 0.251): Penyimpangan serius dari standar global.
  • Watch List (0.099 – < 0.176): Risiko sedang. Perlu perhatian ekstra.
  • Normal Variation (0.049 – < 0.099): Masih dalam batas wajar.
  • Low Risk (< 0.049): Risiko rendah. Patuh terhadap etika riset global.

Berikut lima perguruan tinggi top Indonesia yang masuk Watch List RI²:

  1. Universitas Gadjah Mada (UGM) — Skor RI²: 0.117
  2. Institut Pertanian Bogor (IPB) — Skor RI²: 0.119
  3. Institut Teknologi Bandung (ITB) — Skor RI²: 0.120
  4. Universitas Indonesia (UI) — Skor RI²: 0.154
  5. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) — Skor RI²: 0.168

Skandal Riset? Delapan Kampus Top Indonesia Masuk Daftar Red Flag dan High Risk

Apa Itu RI2?

Perlu diketahui, RI2 adalah alat ukur pertama di dunia yang dirancang untuk mengidentifikasi risiko terhadap integritas penelitian di tingkat institusi. Dikembangkan oleh Profesor Lokman Meho dari American University of Beirut, RI2 hadir sebagai solusi atas kekhawatiran bahwa sistem peringkat universitas global sering hanya mengejar jumlah publikasi dan kutipan, tanpa mempertimbangkan kualitas dan kejujuran akademik.

Baca Juga :  Wisuda UGM Tak Biasa, Mahasiswa Gaungkan Keadilan untuk Argo “JusticeforArgo”

Apa Fungsi RI2?

RI2 mengevaluasi institusi pendidikan berdasarkan dua indikator kunci yang bisa diverifikasi:

  1. R Rate: Jumlah artikel yang ditarik kembali (*retracted) per 1.000 publikasi, yang menunjukkan pelanggaran metodologi, etika, atau kepenulisan.
  2. D Rate: Persentase publikasi suatu institusi di jurnal yang dikeluarkan dari Scopus atau Web of Science karena tidak memenuhi standar kualitas.

Kedua indikator ini digabungkan untuk menghasilkan skor 0-1, yang mengelompokkan institusi ke dalam 5 tingkat risiko (dari Red Flag hingga Low Risk). Hasilnya bisa dilihat di peringkat RI2 yang membandingkan 1.000 universitas paling produktif di dunia.

Semakin tinggi skor RI2, semakin tinggi pula risiko pelanggaran integritas. Meski bukan alat untuk menjatuhkan reputasi, RI2 adalah sistem peringatan dini agar kampus melakukan evaluasi dan perbaikan.

Mengapa RI2 Penting?

Sistem peringkat tradisional sering mengabaikan praktik tidak sehat seperti:

– Publikasi di jurnal predator atau tidak terpercaya.

Baca Juga :  Roy Suryo Ingin Uji Karbon Kertas Ijazah UGM Jokowi, Mungkin kah Dilakukan?

– Manipulasi kutipan atau afiliasi ganda untuk mengejar angka.

– Ketergantungan pada penulis luar untuk meningkatkan produktivitas.

RI2 mengalihkan fokus dari kuantitas ke integritas, memberikan alat transparan yang bisa membantu mendeteksi kerentanan dalam sistem penelitian.

Namun penting juga untuk diingat bahwa sifat Indikator Risiko RI2 adalah “indeks risiko“, yang berarti ia mengidentifikasi potensi masalah dan anomali yang mungkin memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Ini bukan penilaian definitif tentang pelanggaran integritas, tetapi lebih sebagai sistem peringatan dini.

Masalah kualitas penelitian atau publikasi ilmiah sempat jadi sorotan tahun 2024 lalu.
Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam menyatakan kualitas publikasi jurnal akan mempengaruhi reputasi perguruan tinggi dan dosen Indonesia di kancah internasional.

“Makanya sangat penting untuk memastikan jurnal tempat kita publikasi betul-betul berkualitas, bukan abal-abal dan bukan predator,” katanya dalam acara Indonesia Research Summit-Editage di Jakarta pada awal 2024 lalu, seperti dikutip dari Antara.

Nizam menuturkan selama ini jumlah publikasi jurnal Indonesia sangat banyak bahkan melampaui negara-negara lain terutama di Asia. Di sisi lain, publikasi tersebut kurang berkualitas sehingga masih perlu ditingkatkan agar membawa dampak baik bagi nama perguruan tinggi dan dosen Indonesia.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/