Site icon KaltengPos

Kimia Farma Tunda Vaksinasi Berbayar

ilustrasi

JAKARTA-Pro kontra yang berkembang sejak adanya vaksinasi berbayar atau vaksin gotong royong (VGR) individu membuat Kimia Farma menunda wacana tersebut. Sekertaris PT Kimia Farma Tbk Ganti Winarno Putro membenarkan penundaan itu.

“Jadwal vaksinasi gotong royong individu yang semula dimulai hari Senin (12/7) akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya,” ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin.

Ganti menjelaskan, besarnya animo serta banyaknya pertanyaan yang masuk membuat manajemen memperpanjang masa sosialisasi VGR individu serta pengaturan pendaftaran calon peserta. “Terima kasih atas pemahaman para pelanggan serta animo untuk bersama-sama mendorong tercapainya kekebalan komunal herd immunity yang lebih cepat di Indonesia,” tambahnya.

Wacana tersebut memang mengundang banyak pihak bereaksi. Beberapa menyampaikan penolakannya karena dikhawatirkan akan terjadi komersialisasi vaksin. Namun, ada juga yang setuju karena menganggap VGR individu merupakan pilihan yang tidak memaksa.

Usai ditunda, Kimia Farma juga memberikan pemberitahuan di fasyankes. “Ditunda sampai waktu yang tidak bisa ditentukan. Menunggu informasi dari pemerintah dan Kementerian BUMN,” tulis salah satu pengumuman yang terpasang di salah satu klinik Kimia Farma di Sidoarjo.

Polemik jual beli vaksin Covid-19 ini menurut LaporCovid-19 harus dihentikan. Sudah selayaknya vaksin Covid-19 didapatkan masyarakat dengan gratis. “Belum semua nakes mendapatkan vaksin,” kata Co-Inisiator LaporCovid-19 Ahmad Arif kemarin. Dia memperlihatkan data dari badan kesehatan dunia (WHO) yang rilis akhir Juni lalu. Arif memaparkan, di Aceh ada 6000an tenaga kesehatan yang belum divaksin. 5000an nakes juga belum divaksin di Papua. Hal serupa juga terjadi di berbagai wilayah lain. “Tidak etis kalau vaksin akhirnya dijual,” imbuhnya.

Dia menyarankan agar vaksin yang terlanjur dibeli pemerintah untuk program Gotong Royong itu disebarkan untuk masyarakat dengan cuma-cuma. Terutama untuk masyarakat kelompok rentan termasuk nakes. “Kalau alasannya untuk mempercepat vaksinasi, ya tidak mungkin vaksin dijual,” bebernya.

Pendiri Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Saminarsih dalam kesempatan yang sama menegaskan bahwa WHO mengeluarkan prinsip vaccine equity atau  prinsip distribusi vaksin yang adil. Menurutnya, WHO sudah memperkirakan bahwa suplay vaksin dunia tidak akan cukup pada awal pandemi. Sehingga akan ads perebutan antar negara. “Yang terjadi, belum berhasil (vaccine equity),” katanya.

Dia menegaskan vaksinasi Covid-19 harus merata. Jika vakasinasi Covid-19 dalam tingkat nasional ada, maka kelompok rentan harus mendapatkan vaksin. “Kalau mau pindah ke berbayar, apakah kewajiban memvaksin kelompok rentan itu sudah dilakuman,” ujarnya. Dia menegaskan sejauh ini tidak ada alasan untuk membebankan biaya vaksin pada masyarakat. “Seharusnya tervaksin dulu. Kalau suplay vaksin sudah berlebih baru ada opsi berbayar,” imbuhnya.

Di sisi lain, kemarin Indonesia mendapatkan 10 juta dosis bahan bali vaksin Covid-19 dari Sinovac.  Kedatangan vaksin ini merupakan tahap ke-21. Dengan kedatangan vaksin ini, jumlah vaksin Sinovac dalam bentuk bahan baku bertambah menjadi 115.500.280 dosis. Nanti akan diolah oleh Bio Farma menjadi 93 juta dosis vaksin jadi Sinovac yang siap diberikan kepada masyarakat. “Vaksin yang terbaik adalah vaksin yang sudah tersedia. Mari segerakan vaksinasi untuk percepatan mencapai kekebalan komunal,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Pada kesempatan lain, Budi mengatakan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan vaksinasi ketiga untuk nakes. Kini Kemenkes tengah berdiskusi dengan organisasi dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan yang lain. Vaksin yang akan digunakan dari Moderna. “Akan dimulai secepat-cepatnya untuk melindungi garda terdepan kita,” kata Budi. (dee/lyn/jpg)

Exit mobile version