Selasa, November 26, 2024
23.8 C
Palangkaraya

Mutasi Covid-19 Terdeteksi di 60 Negara

Sudah sekuat tenaga dihalangi, tetap lolos juga. Usaha berbagai negara memblokade masuknya varian baru virus SARS-CoV-2 ternyata tak efektif.

Rabu (20/1), Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, varian mutasi yang berasal dari Inggris, B.1.1.7, terdeteksi berada di 60 negara dan teritorial. Varian dari Afrika Selatan, 501Y.V2, kini sudah tersebar di 23 negara dan teritorial. Dua varian itu sama-sama memiliki kemampuan penularan yang lebih tinggi ketimbang yang sebelumnya.

Sejak Covid-19 kali pertama muncul di Wuhan, Tiongkok, ada 100 juta orang yang terinfeksi. Virus tersebut juga merenggut lebih dari 2 juta nyawa secara global. Vaksin menjadi harapan terakhir untuk keluar dari masalah yang berkepanjangan ini.

Pfizer-BioNTech menyatakan, vaksin buatan mereka efektif untuk mengatasi virus B.1.1.7. Mereka sudah melakukan penelitian. Hasilnya, antibodi dalam darah 16 relawan berhasil menetralkan virus tersebut. Para relawan yang lebih dari separonya berusia di atas 55 tahun itu menerima vaksin dalam uji coba sebelumnya. Meski begitu, semuanya tak lantas aman.

Baca Juga :  Jokowi: Informasi Intelijen Harus Cepat

”Mutasi SARS-CoV-2 yang sedang terjadi perlu dipantau terus untuk mempertahankan perlindungan yang diberikan vaksin yang ada saat ini,” bunyi makalah penelitian tentang efektivitas vaksin Pfizer-BioNTech pada varian B.1.1.7.

Para peneliti di Afrika Selatan memiliki pendapat berbeda terkait dengan kemampuan perlindungan vaksin pada mutasi 501Y.V2. Dilansir CNN, hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang sudah pernah terpapar Covid-19 maupun yang sudah divaksin masih bisa tertular lagi jika virus yang menjangkiti adalah 501Y.V2.

”Saya pikir kita harus waspada,” ujar Penny Moore, kepala di National Institute for Communicable Diseases, Afrika Selatan. Dia termasuk salah seorang yang meneliti 501Y.V2. Vaksin kurang efektif untuk mengatasi virus yang sudah bermutasi tersebut. Namun, seberapa jauh berkurangnya kemampuan perlindungan vaksin masih diteliti.

Baca Juga :  Pacu Pertumbuhan Ekspor, Kemendag Sosialisasi Program GDI di Yogyakarta

Ahli virus di Duke University Medical Center David Montefiori menegaskan, orang-orang tetap harus divaksin meski nanti ia tak terlalu efektif untuk mutasi virus. Saat ini virus varian lama masih beredar luas dan tetap mematikan jika tak ditangani dengan baik. Vaksin akan memberikan perlindungan kepada penggunanya.

Terpisah, Tiongkok yang selama ini berhasil mengendalikan penularan juga harus kembali memberlakukan aturan ketat. Sebab, infeksi di negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu kembali merangkak naik.

Kemarin mereka memberlakukan lockdown di sebagian wilayah Beijing. Sekitar 1,6 juta penduduk dilarang bepergian. Salah satunya adalah penduduk di Distrik Daxing.

Dilansir The Washington Post, pemerintah Tiongkok saat ini mempercepat pembangunan kamp karantina. Lokasinya di Shijiazhuang, Provinsi Hebei.

Kamp tersebut mampu menampung lebih dari 4.000 orang. Shijiazhuang berdekatan dengan Beijing. Pembangunan kamp yang dimulai pada 13 Januari lalu itu selesai sebagian.(jpc/bud) 

Sudah sekuat tenaga dihalangi, tetap lolos juga. Usaha berbagai negara memblokade masuknya varian baru virus SARS-CoV-2 ternyata tak efektif.

Rabu (20/1), Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, varian mutasi yang berasal dari Inggris, B.1.1.7, terdeteksi berada di 60 negara dan teritorial. Varian dari Afrika Selatan, 501Y.V2, kini sudah tersebar di 23 negara dan teritorial. Dua varian itu sama-sama memiliki kemampuan penularan yang lebih tinggi ketimbang yang sebelumnya.

Sejak Covid-19 kali pertama muncul di Wuhan, Tiongkok, ada 100 juta orang yang terinfeksi. Virus tersebut juga merenggut lebih dari 2 juta nyawa secara global. Vaksin menjadi harapan terakhir untuk keluar dari masalah yang berkepanjangan ini.

Pfizer-BioNTech menyatakan, vaksin buatan mereka efektif untuk mengatasi virus B.1.1.7. Mereka sudah melakukan penelitian. Hasilnya, antibodi dalam darah 16 relawan berhasil menetralkan virus tersebut. Para relawan yang lebih dari separonya berusia di atas 55 tahun itu menerima vaksin dalam uji coba sebelumnya. Meski begitu, semuanya tak lantas aman.

Baca Juga :  Jokowi: Informasi Intelijen Harus Cepat

”Mutasi SARS-CoV-2 yang sedang terjadi perlu dipantau terus untuk mempertahankan perlindungan yang diberikan vaksin yang ada saat ini,” bunyi makalah penelitian tentang efektivitas vaksin Pfizer-BioNTech pada varian B.1.1.7.

Para peneliti di Afrika Selatan memiliki pendapat berbeda terkait dengan kemampuan perlindungan vaksin pada mutasi 501Y.V2. Dilansir CNN, hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang sudah pernah terpapar Covid-19 maupun yang sudah divaksin masih bisa tertular lagi jika virus yang menjangkiti adalah 501Y.V2.

”Saya pikir kita harus waspada,” ujar Penny Moore, kepala di National Institute for Communicable Diseases, Afrika Selatan. Dia termasuk salah seorang yang meneliti 501Y.V2. Vaksin kurang efektif untuk mengatasi virus yang sudah bermutasi tersebut. Namun, seberapa jauh berkurangnya kemampuan perlindungan vaksin masih diteliti.

Baca Juga :  Pacu Pertumbuhan Ekspor, Kemendag Sosialisasi Program GDI di Yogyakarta

Ahli virus di Duke University Medical Center David Montefiori menegaskan, orang-orang tetap harus divaksin meski nanti ia tak terlalu efektif untuk mutasi virus. Saat ini virus varian lama masih beredar luas dan tetap mematikan jika tak ditangani dengan baik. Vaksin akan memberikan perlindungan kepada penggunanya.

Terpisah, Tiongkok yang selama ini berhasil mengendalikan penularan juga harus kembali memberlakukan aturan ketat. Sebab, infeksi di negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping itu kembali merangkak naik.

Kemarin mereka memberlakukan lockdown di sebagian wilayah Beijing. Sekitar 1,6 juta penduduk dilarang bepergian. Salah satunya adalah penduduk di Distrik Daxing.

Dilansir The Washington Post, pemerintah Tiongkok saat ini mempercepat pembangunan kamp karantina. Lokasinya di Shijiazhuang, Provinsi Hebei.

Kamp tersebut mampu menampung lebih dari 4.000 orang. Shijiazhuang berdekatan dengan Beijing. Pembangunan kamp yang dimulai pada 13 Januari lalu itu selesai sebagian.(jpc/bud) 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/