Kamis, Januari 2, 2025
26.5 C
Palangkaraya

Sidang MK Menjadi Pembuktian Tuduhan Kecurangan TSM dalam Pilkada

PALANGKA RAYA-Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menetapkan sidang gugatan pilkada dimulai pada 8 Januari mendatang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan. Para pengamat memprediksi sidang di MK bakal berlangsung sengit, mengingat isi gugatan berkaitan dengan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, masif (TSM).

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR) Farid Zaky menyebut, dalam kasus pembuktian TSM akan dihadang oleh tembok besar dalam perjalanannya. Dimana ada banyak struktural yang akan terlibat di dalamnya. Selain itu dalam kacamata publik yang akan disorot yakni hasil putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.

“Yang paling ditunggu adalah hasilnya sidang perkara tersebut. Apakah akan dilaksanakan PSU atau diskualifikasi pasangan calon. Dan itu yang akan ramai di publik,” tegas Farid Zaky, Minggu (29/12).

Sedangkan para struktural yang terlibat nantinya akan menemui benteng tinggi. Dimana tidak akan tersentuh hal-hal tersebut. Karena terkait dengan jabatan dan kekuatannya. Dalam hal itu menurut Farid Zaky akan memudar dengan sendirinya. Karena akan terbentuk dengan faktor X yang ada di luar MK.

“Ya kita ketahui bersama itu akan sulit ditegakan. Walaupun dalam aturan dan sosialisasi yang selama ini kita dengar bahwa akan ada sanksi bagi aparatur-aparatur yang terlibat,” tegas Farid Zaky.

Selanjutnya, terkait dengan sidang MK menurut Farid Zaky nantinya akan bergantung pada konfigurasi partai politik. Dimana pertarungan politiknya ada pada koalisi indonesia maju (KIM) plus dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sehingga yang tergabung pada KIM Plus akan mendapatkan angin segar untuk memenangakan sengketa.

“Bukan tendesi terhadap MK tapi power itu sudah kita rasakan sekarang betapa terhimpitnya calon dari PDIP, sehingga pola ini akan terulang pada sidang MK nantinya,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa tuduhan kecurangan TSM adalah persoalan serius. Melihat dari sejarah Pilkada, dia menyebut peluang tersebut masih terbuka. “Asalkan punya indikasi kuat, bukti yang kuat, dengan selisih suara yang tipis, saya kira peluang itu ada,” bebernya.

Baca Juga :  Agustiar Prioritas Tingkatkan Kualitas SDM dengan Kartu Huma Betang Sejahtera

Namun, Farid juga mengingatkan bahwa membuktikan dugaan TSM bukan perkara mudah. Pemohon, menurutnya, harus memiliki energi, kapasitas, dan logistik yang kuat untuk mendukung gugatannya.

“Untuk membuktikan TSM ini cukup sulit. Ada tiga unsur yang harus terpenuhi: Terstruktur, Sistematis, dan Masif,” jelas Farid.

Ia juga mencatat adanya tantangan baru di lapangan, terutama dengan meningkatnya kreativitas pasangan calon dalam menghindari celah hukum, seperti politik uang.

“Sekarang banyak yang mengganti dengan sarung, bansos, atau barang lainnya. Jadi, kreativitas paslon semakin dinamis, dan itu yang harus mampu didalilkan pemohon nantinya,” katanya.

Farid menilai sengketa ini akan berjalan seru, terutama karena adanya dukungan kuat di balik para kandidat.

Selain itu praktisi hukum Ari Yunus Hendrawan menjelaskan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, kriteria administratif TSM  pada pelanggaran politik uang (money politics). Dan pembuktianya harus terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif.

“Hal ini berupa perbuatan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih,” tegasnya Ari.

Selain itu sanksi TSM, jika pelanggaran TSM terbukti, pasangan calon yang melakukan pelanggaran dapat dijatuhi sanksi berupa pembatalan sebagai pasangan calon. Dalam konteks sengketa hasil pemilu yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jika terbukti terjadi pelanggaran TSM yang memengaruhi hasil suara, MK dapat membatalkan hasil pemilu atau memerintahkan pemungutan suara ulang di wilayah tertentu.

Selain itu ia mengambil contoh Bawaslu Provinsi Lampung memutuskan Calon Wali Kota Bandar Lampung Nomor Urut 03 Eva Dwiana, terbukti melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif. Putusan itu sekaligus membatalkan yang bersangkutan sebagai pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung.

Baca Juga :  Warga Olung Balo Bertekad Menangkan Hebat

“Sedangkan saksi buat Aparatur yang terlibat yang terberat adalah Pemberhentian dengan Tidak Hormat. Hal ini jika terbukti melakukan pelanggaran berat, seperti berpihak pada calon tertentu atau terlibat dalam politik praktis yang memengaruhi hasil pemilu,” tegasnya.

Selain itu jika penyelenggara pemilu (seperti KPU, Bawaslu, atau DKPP) terlibat dalam pelanggaran pemilu, terutama pelanggaran TSM, maka hal ini dianggap pelanggaran serius karena mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga integritas proses demokrasi.

Jika dugaan pelanggaran melibatkan tindakan pidana (seperti manipulasi hasil pemilu), kasus tersebut dapat dilaporkan ke Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) untuk diproses lebih lanjut.

“Dan DKPP bisa memproses dengan sanksi terberat Pemberhentian Tetap, jika terbukti Berpihak kepada salah satu peserta pemilu dan memanipulasi hasil pemilu,” tambahnya.

Selanjutnya Amar Putusan Mahkamah terdiri dari Permohonan tidak dapat diterima, apabila Pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat formil permohonan. Selain itu ada permohonan ditolak, apabila permohonan telah memenuhi syarat formil dan pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum. Atau permohonan dikabulkan untuk sebagian atau seluruhnya, apabila permohonan telah memenuhi syarat formil dan pokok permohonan beralasan menurut hukum untuk sebagian atau seluruhnya.

“Hal ini bisa juga berupa penetapan apabila yang diajukan bukan merupakan selisih suara yaitu Permohonan bukan merupakan kewenangan Mahkamah,” tegasnya.

“Jika TSM terbukti maka Permohonan dikabulkan berupa diskualifikasi atau PSU, tergantung Petitum Permohonan Calon. Intinya MK mengadili sengketa tentang selisih Suara yang ditetapkan KPU,” tegasnya. (irj/ala)

PALANGKA RAYA-Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menetapkan sidang gugatan pilkada dimulai pada 8 Januari mendatang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan. Para pengamat memprediksi sidang di MK bakal berlangsung sengit, mengingat isi gugatan berkaitan dengan adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, masif (TSM).

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR) Farid Zaky menyebut, dalam kasus pembuktian TSM akan dihadang oleh tembok besar dalam perjalanannya. Dimana ada banyak struktural yang akan terlibat di dalamnya. Selain itu dalam kacamata publik yang akan disorot yakni hasil putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.

“Yang paling ditunggu adalah hasilnya sidang perkara tersebut. Apakah akan dilaksanakan PSU atau diskualifikasi pasangan calon. Dan itu yang akan ramai di publik,” tegas Farid Zaky, Minggu (29/12).

Sedangkan para struktural yang terlibat nantinya akan menemui benteng tinggi. Dimana tidak akan tersentuh hal-hal tersebut. Karena terkait dengan jabatan dan kekuatannya. Dalam hal itu menurut Farid Zaky akan memudar dengan sendirinya. Karena akan terbentuk dengan faktor X yang ada di luar MK.

“Ya kita ketahui bersama itu akan sulit ditegakan. Walaupun dalam aturan dan sosialisasi yang selama ini kita dengar bahwa akan ada sanksi bagi aparatur-aparatur yang terlibat,” tegas Farid Zaky.

Selanjutnya, terkait dengan sidang MK menurut Farid Zaky nantinya akan bergantung pada konfigurasi partai politik. Dimana pertarungan politiknya ada pada koalisi indonesia maju (KIM) plus dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sehingga yang tergabung pada KIM Plus akan mendapatkan angin segar untuk memenangakan sengketa.

“Bukan tendesi terhadap MK tapi power itu sudah kita rasakan sekarang betapa terhimpitnya calon dari PDIP, sehingga pola ini akan terulang pada sidang MK nantinya,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa tuduhan kecurangan TSM adalah persoalan serius. Melihat dari sejarah Pilkada, dia menyebut peluang tersebut masih terbuka. “Asalkan punya indikasi kuat, bukti yang kuat, dengan selisih suara yang tipis, saya kira peluang itu ada,” bebernya.

Baca Juga :  Agustiar Prioritas Tingkatkan Kualitas SDM dengan Kartu Huma Betang Sejahtera

Namun, Farid juga mengingatkan bahwa membuktikan dugaan TSM bukan perkara mudah. Pemohon, menurutnya, harus memiliki energi, kapasitas, dan logistik yang kuat untuk mendukung gugatannya.

“Untuk membuktikan TSM ini cukup sulit. Ada tiga unsur yang harus terpenuhi: Terstruktur, Sistematis, dan Masif,” jelas Farid.

Ia juga mencatat adanya tantangan baru di lapangan, terutama dengan meningkatnya kreativitas pasangan calon dalam menghindari celah hukum, seperti politik uang.

“Sekarang banyak yang mengganti dengan sarung, bansos, atau barang lainnya. Jadi, kreativitas paslon semakin dinamis, dan itu yang harus mampu didalilkan pemohon nantinya,” katanya.

Farid menilai sengketa ini akan berjalan seru, terutama karena adanya dukungan kuat di balik para kandidat.

Selain itu praktisi hukum Ari Yunus Hendrawan menjelaskan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, kriteria administratif TSM  pada pelanggaran politik uang (money politics). Dan pembuktianya harus terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif.

“Hal ini berupa perbuatan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih,” tegasnya Ari.

Selain itu sanksi TSM, jika pelanggaran TSM terbukti, pasangan calon yang melakukan pelanggaran dapat dijatuhi sanksi berupa pembatalan sebagai pasangan calon. Dalam konteks sengketa hasil pemilu yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jika terbukti terjadi pelanggaran TSM yang memengaruhi hasil suara, MK dapat membatalkan hasil pemilu atau memerintahkan pemungutan suara ulang di wilayah tertentu.

Selain itu ia mengambil contoh Bawaslu Provinsi Lampung memutuskan Calon Wali Kota Bandar Lampung Nomor Urut 03 Eva Dwiana, terbukti melakukan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif. Putusan itu sekaligus membatalkan yang bersangkutan sebagai pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung.

Baca Juga :  Warga Olung Balo Bertekad Menangkan Hebat

“Sedangkan saksi buat Aparatur yang terlibat yang terberat adalah Pemberhentian dengan Tidak Hormat. Hal ini jika terbukti melakukan pelanggaran berat, seperti berpihak pada calon tertentu atau terlibat dalam politik praktis yang memengaruhi hasil pemilu,” tegasnya.

Selain itu jika penyelenggara pemilu (seperti KPU, Bawaslu, atau DKPP) terlibat dalam pelanggaran pemilu, terutama pelanggaran TSM, maka hal ini dianggap pelanggaran serius karena mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga integritas proses demokrasi.

Jika dugaan pelanggaran melibatkan tindakan pidana (seperti manipulasi hasil pemilu), kasus tersebut dapat dilaporkan ke Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) untuk diproses lebih lanjut.

“Dan DKPP bisa memproses dengan sanksi terberat Pemberhentian Tetap, jika terbukti Berpihak kepada salah satu peserta pemilu dan memanipulasi hasil pemilu,” tambahnya.

Selanjutnya Amar Putusan Mahkamah terdiri dari Permohonan tidak dapat diterima, apabila Pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat formil permohonan. Selain itu ada permohonan ditolak, apabila permohonan telah memenuhi syarat formil dan pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum. Atau permohonan dikabulkan untuk sebagian atau seluruhnya, apabila permohonan telah memenuhi syarat formil dan pokok permohonan beralasan menurut hukum untuk sebagian atau seluruhnya.

“Hal ini bisa juga berupa penetapan apabila yang diajukan bukan merupakan selisih suara yaitu Permohonan bukan merupakan kewenangan Mahkamah,” tegasnya.

“Jika TSM terbukti maka Permohonan dikabulkan berupa diskualifikasi atau PSU, tergantung Petitum Permohonan Calon. Intinya MK mengadili sengketa tentang selisih Suara yang ditetapkan KPU,” tegasnya. (irj/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/