RAKSASA sepak bola Spanyol Real Madrid harus mengakui kehebatan wakil Prancis Paris Saint-Germain (PSG), setelah takluk 0-4 pada laga semifinal Piala Dunia Antarklub yang digelar di MetLife Stadium, Kamis (10/7) dini hari WIB.
Pertandingan yang diharapkan menyajikan tontonan menarik dengan adegan jual beli serangan, justru memperlihatkan dominasi Les Parisiens atas Los Blancos, sehingga memberi kesan laga ini menjadi pincang alias berat sebelah.
Tim asuhan Xabi Alonso sudah tertekan sejak menit awal dan hal itu terlihat saat Ousmane Dembélé melakukan tusukan untuk menaklukkan Raúl Asensio sebelum Fabián Ruiz mencetak gol.
Dan PSG menggandakan keunggulan mereka di menit kesembilan, dengan Antonio Rüdiger memberikan umpan dan memberikan Dembélé kesempatan untuk mencetak gol.
Sang juara Eropa terus menekan Madrid, dengan tim asal Spanyol itu tidak mampu mendapatkan pijakan sebelum serangan balik PSG yang luar biasa membuat Achraf Hakimi memberi umpan kepada Ruiz untuk mencetak gol ketiga.
Dan kehancuran telah terjadi di babak pertama, saat Madrid berusaha keras namun tidak dapat mengejar ketertinggalan mereka saat Parisians menutup pertandingan dengan gol keempat dari Gonçalo Ramos di menit-menit akhir.
Dengan kemenangan ini, PSG melaju ke babak final Piala Dunia Antarklub di mana mereka akan menghadapi Chelsea, sementara waktu Real Madrid di Amerika Serikat telah berakhir.
Dilansir dari laman SI, berikut adalah tiga kesalahan fatal yang dibuat Real Madrid setelah dibantai oleh PSG di semifinal Piala Dunia Antarklub 2025:
Blunder Lini Pertahanan
Ketika Real Madrid terlihat telah berhasil melupakan kelemahan-kelemahan di lini pertahanan mereka di masa lalu, sebuah kesalahan yang terjadi membuat tim asuhan Alonso harus kebobolan dua gol dalam sembilan menit pertama di MetLife Stadium.
Upaya Raúl Asensio yang buruk dalam melakukan sapuan dan kemudian terpeleset cukup buruk untuk memberikan gol pertama bagi PSG, tetapi kemudian Rüdiger melanjutkannya dengan kesalahan yang sangat buruk kurang dari tiga menit kemudian.
Terlepas dari itu, PSG jauh lebih baik daripada Real Madrid yang menampilkan penampilan defensif yang mengingatkan kita pada era Carlo Ancelotti. Indikasi terbesarnya adalah seberapa seringnya Jude Bellingham terjebak dalam menutup ruang gerak rekan setimnya.
Pertandingan mimpi buruk bagi Los Blancos menyoroti betapa banyak pekerjaan yang masih harus dilakukan oleh Alonso untuk membawa sang runner-up La Liga kembali ke bentuk permainan yang layak untuk menjadi juara.
Eksperimen Xabi Alonso Gagal Total
Alonso membuat kejutan ketika ia memainkan tiga pemain depan yang terdiri dari Mbappé, Gonzalo García dan Vinícius Júnior. Mantan pelatih Bayer Leverkusen ini menempatkan sayap kiri, yang biasanya menjadi milik Vinícius Júnior, kepada Mbappé, sehingga memaksa pemain asal Brasil ini bermain di sayap kanan.
Keputusan eksperimen itu tidak membuahkan hasil. Serangan begitu terputus-putus di babak pertama sehingga Vinícius Júnior harus bermain di tengah pada babak kedua untuk terlibat dalam permainan.
Usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil; pemain berusia 24 tahun itu ditarik keluar pada menit ke-64 dengan hanya mencatatkan 10 operan yang berhasil diselesaikan setelah menciptakan nol peluang dan hanya melakukan satu tembakan.
Sementara itu, Gonzalo García terlihat tidak berada di posisi yang tepat di sisi kanan dan tidak berhasil menembus lini depan Alonso. Beberapa dari usahanya merupakan hasil dari pelayanan yang buruk dari rekan-rekan setimnya, namun ia tidak mampu melakukan apapun.
Pressing Tidak Jalan
Selain eksperimen tidak berhasil, strategi yang diusung Xabi Alonso tidak berjalan lantaran beberapa pemain tidak menjalankan pressing ketika sedang dalam fase bertahan.
Diketahui Kylian Mbappé dan Vinícius merupakan dua pemain yang terlihat ‘malas’ untuk membantu lini pertahanan. Alhasil, bek kiri yaitu Fran García bekerja lebih keras untuk menambal lubang yang ditinggal kedua pemain tersebut. (jpc)