Minggu, Mei 18, 2025
26.3 C
Palangkaraya

Simak! Tanggapan Kristis Pakar Terkait MK Diskualifikasi Semua Paslon Batara

PALANGKA RAYA,KALTENG POS-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendiskualifikasi pasangan calon Gogo dan Gunadi dari kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Barito Utara menjadi sorotan utama di kalangan akademisi dan pemerhati hukum. Pakar hukum tata negara, Hilyatul Asfia, menegaskan bahwa keputusan MK bukan sekadar sanksi administratif, melainkan upaya menjaga integritas demokrasi lokal secara konstitusional.

“Putusan MK ini merupakan penegakan hukum elektoral yang krusial. Sebagai pengawal konstitusi, MK berwenang mendiskualifikasi pasangan calon jika ditemukan pelanggaran berat yang signifikan memengaruhi hasil Pilkada,” ujarnya, Kamis (15/5).

Menurut Hilyatul Asfia, diskualifikasi pasangan calon dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) kepala daerah bukan keputusan sembarangan. Diskualifikasi biasanya diberlakukan apabila ada pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), seperti politik uang, penyalahgunaan jabatan, atau manipulasi data.

Baca Juga :  Kericuhan di Kapal Awu, Dua Orang Tewas, Masalahnya Sepele

“Dari perspektif hukum, langkah diskualifikasi adalah koreksi penting terhadap proses demokrasi yang cacat secara substantif. Jika pelanggaran terbukti, MK berhak menjatuhkan sanksi diskualifikasi demi menjaga keadilan pemilu,” jelasnya.

Putusan MK yang bersifat final dan mengikat tersebut kini mewajibkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Hal ini sesuai Pasal 112 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang mengatur bahwa PSU harus digelar maksimal 90 hari setelah putusan dibacakan.

Lebih lanjut, PSU memberikan kesempatan bagi partai politik atau gabungan partai untuk mengajukan pasangan calon baru, sehingga menciptakan kompetisi Pilkada yang lebih sehat dan terbuka.

Baca Juga :  Tokoh Adat Seruyan Ajak Masyarakat Turut Sukseskan Pilkada 2024

“Diskualifikasi ini bukan represi politik, melainkan koreksi konstitusional terhadap penyimpangan proses elektoral. Ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh peserta Pilkada untuk menjaga asas demokrasi, integritas, dan supremasi hukum,” tambahnya.

Hilyatul Asfia juga menekankan pentingnya peran KPU dalam menjalankan tahapan lanjutan Pilkada dengan transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas penuh.

Keputusan MK ini menjadi preseden penting yang menegaskan bahwa hukum tetap menjadi panglima dalam demokrasi, serta tidak memberi ruang bagi praktik curang dalam Pilkada, sekecil apa pun. (irj)

PALANGKA RAYA,KALTENG POS-Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendiskualifikasi pasangan calon Gogo dan Gunadi dari kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Barito Utara menjadi sorotan utama di kalangan akademisi dan pemerhati hukum. Pakar hukum tata negara, Hilyatul Asfia, menegaskan bahwa keputusan MK bukan sekadar sanksi administratif, melainkan upaya menjaga integritas demokrasi lokal secara konstitusional.

“Putusan MK ini merupakan penegakan hukum elektoral yang krusial. Sebagai pengawal konstitusi, MK berwenang mendiskualifikasi pasangan calon jika ditemukan pelanggaran berat yang signifikan memengaruhi hasil Pilkada,” ujarnya, Kamis (15/5).

Menurut Hilyatul Asfia, diskualifikasi pasangan calon dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) kepala daerah bukan keputusan sembarangan. Diskualifikasi biasanya diberlakukan apabila ada pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), seperti politik uang, penyalahgunaan jabatan, atau manipulasi data.

Baca Juga :  Kericuhan di Kapal Awu, Dua Orang Tewas, Masalahnya Sepele

“Dari perspektif hukum, langkah diskualifikasi adalah koreksi penting terhadap proses demokrasi yang cacat secara substantif. Jika pelanggaran terbukti, MK berhak menjatuhkan sanksi diskualifikasi demi menjaga keadilan pemilu,” jelasnya.

Putusan MK yang bersifat final dan mengikat tersebut kini mewajibkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Hal ini sesuai Pasal 112 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang mengatur bahwa PSU harus digelar maksimal 90 hari setelah putusan dibacakan.

Lebih lanjut, PSU memberikan kesempatan bagi partai politik atau gabungan partai untuk mengajukan pasangan calon baru, sehingga menciptakan kompetisi Pilkada yang lebih sehat dan terbuka.

Baca Juga :  Tokoh Adat Seruyan Ajak Masyarakat Turut Sukseskan Pilkada 2024

“Diskualifikasi ini bukan represi politik, melainkan koreksi konstitusional terhadap penyimpangan proses elektoral. Ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh peserta Pilkada untuk menjaga asas demokrasi, integritas, dan supremasi hukum,” tambahnya.

Hilyatul Asfia juga menekankan pentingnya peran KPU dalam menjalankan tahapan lanjutan Pilkada dengan transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas penuh.

Keputusan MK ini menjadi preseden penting yang menegaskan bahwa hukum tetap menjadi panglima dalam demokrasi, serta tidak memberi ruang bagi praktik curang dalam Pilkada, sekecil apa pun. (irj)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/