Lulusan terbaik Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya (UPR), dr. Shafa Shavira, resmi dilantik dan disumpah menjadi dokter beberapa waktu lalu. Tekadnya begitu kuat untuk mengabdi di daerah asalnya, Tamiang Layang, Barito Timur.
NOVIA NADYA CLAUDIA, Palangka Raya
ADA langkah seorang perempuan muda menyusuri kehidupan dalam sebuah pengabdian. Senyumnya yang manis, menjadi pertanda bahwa dirinya memang berbalut hati yang tulus.
Dialah dr. Shafa Shavira, dokter baru yang bukan hanya membawa gelar, tetapi juga membawa janji untuk pulang dan mengabdi di kampung halamannya.
Lulusan terbaik Fakultas Kedokteran Universitas Palangka Raya (UPR) ini tak memilih kota besar sebagai tempat berkarier.
Ia justru memilih kembali ke Tamiang Layang, tanah yang telah membesarkannya. Keputusan itu memang tidak mudah. Namun baginya, inilah panggilan hati yang tak bisa ditawar.
Meski lahir di Muara Teweh, 7 September 2000, Shafa menghabiskan masa kecil dan remajanya di Barito Timur.
Di tempat inilah cita-citanya menjadi dokter mulai tumbuh. Sederhana dan tulus, ingin membantu orang-orang di sekelilingnya, di kampung halaman.
Setelah menyelesaikan pendidikan kedokteran dengan prestasi gemilang, menjadi lulusan terbaik pada angkatannya, ia tahu ke mana harus melangkah pulang.
Bukan karena tidak punya pilihan, tetapi karena ia ingin kehadirannya benar-benar berarti.
Bagi Shafa, menjadi dokter bukan sekadar profesi. Ia menyadari bahwa gelar yang kini disandangnya adalah amanah, terutama karena ia menerima beasiswa penuh selama pendidikan dari Pemerintah Kabupaten Barito Timur.
“Beasiswa itu bukan cuma bantuan biaya. Itu adalah kepercayaan. Maka, satu-satunya cara membalasnya adalah dengan kembali untuk melayani masyarakat yang memberi saya kesempatan itu,” katanya dengan lembut.
Shafa tidak menutup mata pada tantangan yang akan ia hadapi. Tamiang Layang masih tergolong daerah tertinggal, dengan keterbatasan fasilitas dan kesenjangan dalam akses layanan kesehatan.
Meski demikian, ia siap menghadapi tantangan itu. Ia menyadari bahwa untuk membangun, harus ada yang memulai. Ia pun siap menjadi salah satunya.
Pengabdian Shafa bukan hanya tentang memberikan resep dan merawat pasien. Ia ingin lebih dari itu, membangun kesadaran masyarakat. Edukasi kesehatan akan menjadi salah satu fokus.
Baginya, membiasakan masyarakat melakukan pemeriksaan rutin dan memahami pentingnya pencegahan adalah investasi jangka panjang.
“Kalau kita hanya hadir ketika masyarakat sakit, kita terlambat. Saya ingin mereka sadar akan pentingnya menjaga kesehatan sejak dini,” ucapnya.
Ia pun berharap pemerintah makin memperhatikan distribusi tenaga kesehatan secara merata hingga ke wilayah pelosok.
“Tenaga medis harus punya motivasi untuk berkarya di daerah, tetapi itu juga harus didukung dengan fasilitas dan insentif yang layak,” ungkapnya.
Meski kini fokusnya adalah mengabdi di tanah kelahiran, Shafa tetap menyimpan satu mimpi besar, menjadi spesialis neurologi, karena tertarik pada kompleksitas sistem saraf. Ia ingin suatu saat membawa layanan spesialis ke Tamiang Layang.
“Kalau ada kesempatan dan dukungan, saya ingin lanjut spesialis, tetapi itu nanti. Sekarang saya ingin fokus dahulu di sini, memberi yang terbaik untuk Barito Timur,” katanya.
Saat wisuda kala itu, di antara deretan dokter muda yang dilantik, nama Shafa memang mencuri perhatian.
Bukan hanya karena prestasinya, tetapi juga karena pilihannya, kembali ke tempat yang sering dilupakan. Namun, dari sanalah ia percaya harapan harus dinyalakan.
Dengan kehangatan dan ketekunan, Shafa Shavira kini hadir sebagai harapan baru bagi masyarakat Tamiang Layang. Ia datang bukan sebagai penyelamat, tetapi sebagai bagian dari masyarakat yang ingin bergerak maju bersama.
Ia telah memilih jalan yang sunyi, tetapi penuh makna. Dan di jalan itulah, Shafa Shavira berjalan, dengan langkah pasti dan tekad tak tergoyahkan, mengabdi sepenuh hati untuk kampung halaman. (bersambung/ce/ala)