KALTENG POS-Praktisi hukum, Ari Yunus Hendrawan, menegaskan bahwa Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kabupaten Batara bukan sekadar pengulangan administratif biasa. PSU ini justru menjadi pertaruhan serius bagi integritas demokrasi daerah setelah terungkapnya skandal politik uang terbesar dalam sejarah PSU melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025.
Ari Yunus menjelaskan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Batara kini berada di bawah sorotan publik dan konstitusi. MK secara tegas menyatakan bahwa proses PSU sebelumnya telah tercemar oleh praktik politik uang secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Oleh karena itu, PSU kali ini wajib berjalan dengan penuh integritas dan tanpa cacat.
“PSU bukan hanya pelaksanaan administratif, melainkan momentum penting untuk memulihkan martabat lembaga penyelenggara dan menjamin pemilu yang jujur, adil, langsung, bebas, rahasia, dan berintegritas sesuai amanat Pasal 22E UUD 1945,” tegas Ari Yunus pada Senin (26/5).
Kegagalan PSU kali ini dapat mengancam legitimasi demokrasi lokal dan hasil pemilu. Ari Yunus menambahkan bahwa jika pelanggaran politik uang terus berulang, bukan hanya mencederai hasil pemilu, tetapi juga merusak legitimasi pemerintah daerah yang terbentuk. PSU yang dilakukan berulang kali karena kecurangan akan menciptakan preseden buruk, bahwa pelanggaran dapat menjadi strategi, bukan pelajaran.
“Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa praktik politik uang harus diberi efek jera dan tidak boleh dibiarkan,” tambahnya.
Ari Yunus juga mengingatkan pentingnya ketelitian dan transparansi KPU dalam distribusi logistik, daftar pemilih tetap (DPT), serta rekapitulasi suara. Pengawasan ketat dari Bawaslu dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) sangat diperlukan, terutama untuk mencegah potensi praktik politik uang TSM.