PALANGKA RAYA-Seorang warga Kota Palangka Raya, Fadli Fabriandi alias FF membuat laporan pengaduan ke polisi di Polda Kalteng.
Melalui penasihat hukumnya, FF melaporkan seorang warga berinisial AJ, dengan tuduhan penggunaan faktur pajak alat berat yang diduga palsu.
Laporan polisi yang dibuat FF terhadap AJ itu dilayangkan ke Ditreskrimsus Polda Kalteng, Senin (2/6) lalu.
Terjerat Ijazah Palsu,Kades Baampah Resmi Diberhentikan, Ini Sosok Penggantinya
Kariswan Pratama Jaya, SH, penasihat hukum FF, kepada Kalteng Pos menjelaskan bahwa kliennya melaporkan AJ ke polisi karena diduga menggunakan faktur pajak alat berat palsu untuk membujuk FF agar mau menanamkan modal dalam kerja sama investasi alat berat yang dikelola AJ.
“Hari ini kami mewakili prinsipal melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan faktur pajak, atau penggunaan faktur pajak yang seyogianya diketahui palsu,” terang Kariswan saat diwawancarai seusai membuat laporan di Ditreskrimsus Polda Kalteng.
Kariswan menyebut, pihaknya melaporkan AJ atas dugaan pelanggaran tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 39A UU RI Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Disebutkan bahwa AJ, sebagai terlapor, diduga menipu kliennya dengan membuat dan menggunakan faktur pajak sebuah kendaraan alat berat yang diduga palsu untuk meyakinkan FF agar bersedia ikut kerja sama investasi.
Kronologis kejadian, menurut Kariswan, bermula sekitar awal Oktober 2020, ketika FF ditawari kerja sama investasi alat berat oleh AJ dengan skema bagi hasil.
Demi meyakinkan FF, AJ—yang disebut sebagai suami dari seorang direktur perusahaan di Kelampangan—menunjukkan faktur pajak sebuah alat berat yang diklaim sebagai miliknya.
“Untuk meyakinkan pelapor bahwa kerja sama ini sah, dia (AJ) menjadikan faktur pajak unit alat berat Wheel Loader dua ton merek AKS 2T sebagai jaminan, yang menurut faktur dikeluarkan tahun 2017,” jelas Kariswan. Ia menambahkan, kliennya dijanjikan akan mendapat fee Rp10 juta per bulan.
Karena percaya, FF akhirnya bersedia ikut dan menandatangani perjanjian kerja sama serta menyetorkan uang sebesar Rp225 juta.
“Perjanjian kerja sama itu ditandatangani tanggal 10 Januari 2021,” ujar Kariswan.
Namun, sejak saat itu, janji pemberian keuntungan Rp10 juta per bulan yang dijanjikan AJ disebut tidak pernah terealisasi.
“Keuntungan Rp10 juta per bulan itu tidak pernah diberikan kepada prinsipal saya,” tegas Kariswan.
Ia menambahkan, FF sudah berkali-kali menemui AJ untuk menanyakan realisasi keuntungan dari kerja sama tersebut, tetapi tidak ada iktikad baik dari terlapor.
Belakangan, FF mengetahui bahwa faktur pajak alat berat Wheel Loader yang ditunjukkan AJ ternyata palsu.
“Kami sudah mengecek ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Palangkaraya.
Dari surat tanggapan bernomor S.508/KPP2903/2025 dijelaskan bahwa faktur pajak dengan nomor 010.001-17.07441930 nihil alias palsu,” kata Kariswan.
Ia juga menyebut bahwa AJ bukan termasuk dalam daftar Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga seharusnya tidak dikenai PPN 10 persen.
Akibat kejadian ini, FF mengalami kerugian total mencapai Rp1 miliar.
Kerugian itu meliputi modal awal Rp225 juta, ditambah kehilangan pendapatan dari keuntungan selama hampir 50 bulan sebesar Rp500 juta, serta kerugian lainnya karena modal dan keuntungan yang tidak kembali.
“Modal Rp225 juta itu bukan sepenuhnya uang pribadi prinsipal, tapi juga dana dari pihak lain yang kini harus diganti oleh klien saya,” ucap Kariswan.
Berdasarkan temuan dari Kantor Pajak, kliennya kemudian melaporkan kasus ini ke Ditreskrimsus Polda Kalteng.
Sebagai bukti, pelapor menyertakan salinan perjanjian kerja sama, bukti transfer uang ke rekening istri terlapor, bukti percakapan WhatsApp, dan salinan faktur pajak kendaraan alat berat tersebut.
Pasal yang dilaporkan adalah Pasal 39A UU RI Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dengan UU RI Nomor 7 Tahun 2021 jo Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.
Di akhir keterangannya, Kariswan menyebut bahwa FF juga pernah melaporkan AJ ke Polres Palangkaraya pada 2023 dengan tuduhan penipuan dan penggelapan, dan kasus tersebut masih berproses.
Kariswan berharap laporan ke Ditreskrimsus Polda Kalteng terkait dugaan tindak pidana perpajakan ini bisa mempercepat penyelesaian persoalan hukum antara kliennya dan AJ.
“Kalau memungkinkan, kami tetap terbuka untuk penyelesaian melalui jalur restorative justice, dengan catatan ada kejelasan hukum yang pasti,” pungkas Kariswan Pratama Jaya.(sja/ram)