PALANGKA RAYA—Gelombang protes warga menggema di Kecamatan Gunung Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan. Puluhan masyarakat melakukan aksi protes, Rabu (18/6), menuntut pertanggungjawaban PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU), yang diduga mencemari lingkungan akibat limbah tambang batu bara miliknya.
Video yang beredar luas di media sosial memperlihatkan dugaan pencemaran aliran sungai. Respons pun datang dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Tengah. Kepala DLH Kalteng, Joni Harta, mengungkapkan pihaknya langsung melakukan penelusuran.
“Kami menerima informasi melalui tautan video yang beredar. Untuk mencari titik terang, kami sudah berkoordinasi dengan DLH Kabupaten Barito Selatan dan Barito Timur,” ujar Joni kepada Kalteng Pos, Jumat (20/6).
Menurut Joni, tim gabungan dari dua kabupaten tersebut telah melakukan pemeriksaan lapangan selama empat hari. Namun, laporan sementara menyebutkan tidak ditemukan indikasi pencemaran oleh PT MUTU.
“Kami masih menunggu laporan resmi dan rinci dari tim verifikasi lapangan. Namun hasil sementara tidak menunjukkan adanya dugaan pencemaran,” jelasnya.
DLH Kalteng juga mengarahkan tindak lanjut bersama DLH Kabupaten Barito Timur untuk memastikan proses pengawasan berjalan tuntas.
Dirinya menegaskan bahwa jika ditemukan pelanggaran, perusahaan dapat dijatuhi sanksi tegas. Mulai dari denda administratif, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan izin. Bahkan jika pencemaran menyebabkan gangguan serius terhadap keselamatan dan kesehatan, sanksi pidana mengancam pelaku.
“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 memberi dasar kuat untuk menindak. Bisa dijerat pasal pidana dan perdata, termasuk gugatan oleh pemerintah,” tegasnya.
DLH juga menegaskan komitmennya dalam penegakan hukum lingkungan. “Kami siap bertindak melalui jalur hukum jika terbukti terjadi pencemaran,” katanya.
Di sisi lain, sorotan tajam juga datang dari Greenpeace Indonesia. Ketua Tim Kampanye Hutan, Arie Rompas, menilai video yang beredar menunjukkan indikasi nyata pencemaran.
“Ada dugaan kuat pencemaran limbah tambang. Itu harus jadi alarm awal bagi perusahaan untuk memperbaiki. Pemerintah juga harus sigap menyelidiki dan bertindak jika ada pelanggaran,” ujar Arie, Jumat (20/6).
Ia menekankan pentingnya dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang wajib dimiliki dan dijalankan setiap perusahaan tambang.
“Jika perusahaan melanggar, mereka harus bertanggung jawab penuh. Dokumen lingkungan bukan formalitas, itu kewajiban hukum,” katanya.